jpnn.com, JAKARTA - Rakyat sudah sangat lelah dalam sengkarut minyak goreng ini. Lelah karena harus menyediakan uang lebih banyak untuk mendapatkan minyak goreng. Lelah secara psikis.
“Sebab, akal waras kita dibuat sangat terganggu. Negara sebagai penghasil sawit terbesar di dunia. Sekali lagi penghasil sawit terbesar di dunia, tetapi terjadi kelangkaaan dan terjadi antrean membeli minyak goreng,” kata Anggota Komisi VI DPR RI Nyoman Parta, Kamis (17/3).
BACA JUGA: Harga Minyak Goreng di Papua Masih Mahal, Masalahnya Masih Sama
Nyoman Parta menilai rakyat lelah karena jauhnnya nilai pengharapan dengan nilai kenyataan Sebab konstisi kita UUD Republik Inonesia Pasal 33 Ayat (2) dan Ayat (3) menegaskan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
Namun, kata Nyoman Partai, praktiknnya kebutuhan negara lain diutamakan lewat ekspor CPO, sedangkan kebutuhan dalam negeri diabaikan
BACA JUGA: Sopir dan Kernet Bus DAMRI Dipecat, Nyoman Parta DPR Bereaksi, Tegas
“Negara lain yang mendapatkan minyak, rakyat sendiri yang sengsara,” ujar Nyoman Parta.
Politikus PDIP ini menjelaskan ketentuan ketentuan tentang DMO 20 persen yang diatur dalam Permendag Nomer 6 Tahun 2022 itu sudah bagus. Namun, sayangnnya belum serius dilaksanakan, bahkan sudah dicabut dengan peraturan Menteri Perdagangan Nomor 12 Tahun 2022.
BACA JUGA: Cabut HET Minyak Goreng Bukan Solusi, Politikus PKS Sebut Mendag Layak Dipecat
“Dengan dicabutnnya ketentuan tentang DMO, nanti apa alat pengontrol bagi eksportir CPO, siapa yang menjamin mereka tidak ekspor semuannya dan mengabaikan kebutuhan dalam negeri,” kata Nyoman Parta.
Lebih lanjut, kata dia, dalam peraturan menteri perdagangan yang baru nomor 11 tahun 2022, mengatur soal minyak curah bersubsidi, yang diberikan kepada produsen.
“Bagaimana memastikan bahwa subsidinya diambil oleh produsen dan barangnnya pasti ada?” tanya Nyoman Parta.
Dia meminta Menteri Perdagangan harus memastikan soal ada subsidi dan ada barang.
Bukan sebaliknnya, ada subsidi kepada produsen tetapi barangnnya minyak gorengnnya tidak ada.
Selanjutnnya, kata di, karenanya hanya minyak curah bersubsidi sangat mudah untuk dikemas baik tanpa merek maupun dengan merek.
“Oknum pengusaha Repacker atau pengemasan yang nakal akan memanfaatkan kebijakan minyak bersubsidi. Untuk diubah menjadi minyak kemasan. Nanti saya khawatir minyak curah bersubsidi untuk kebutuhan rakyat langka karena sudah dikemas,” kata Nyoman Parta.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich