jpnn.com - JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya membenar perusahaan besar yang terseret kasus dugaan suap ke Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) Edy Nasution. Dari pengembangan penyidikan, suap itu terkait dengan sengketa perdata antara Lippo Group melawan Astro, perusahaan penyedia televisi berbayar asal Malaysia.
Wakil Ketua KPK La Ode M Syarif mengakui soal keterkaitan Lippo Group yang selama ini tak dipublikasikan. "Salah satunya kasus itu,” ujarnya, Minggu (24/4).
BACA JUGA: Hati-hati! PNS Terancam Dipecat Gara-gara Ini
Namun, fokus penyidikan KPK tidak hanya pada dugaan keterlibatan perusahaan besar di balik suap ke Eddy. “Yang lain sedang didalami," katanya.
Sebelumnya, KPK menetapkan Edy Nasution dan seorang swasta bernama Doddy Ariyanto Supeno sebagai tersangka dugaan suap terkait permohonan peninjauan kembali (PK) antara Lippo Group melawan Astro. Keduanya menyandang status tersangka usai ditangkap di The Acacia Hotel, Jakarta, 20 April lalu.
BACA JUGA: Ogah Dianggap Berbau Politis
Doddy diduga sebagai perantara yang mengantarkan uang untuk Edy sebesar Rp 50 juta. KPK menduga uang itu merupakan pemberian kedua dari total komitmen suap sebesar Rp 500 juta. Namun, KPK belum mau membeberkan asal uang yang diantarkan Doddy untuk Edy Nasution.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menuturkan bahwa kasus tersebut memang melibatkan konglomerat di Indonesia. “Orang konglomerat, konglomerat juga. Pokoknya ada company yang bermasalah secara perdata kemudian mau diatur-atur," kata Saut, Kamis (22/4).
BACA JUGA: Di Negara Ini, Membayar Semua Transaksi dengan Ponsel Pintar
Dari informasi yang dihimpun terungkap bahwa sengketa antara Lippo Group dan Astro terjadi sejak 2008. Saat itu, Lippo dan Astro memutuskan hubungan kerja sama di bidang penyiaran televisi berbayar.
Astro kemudian menggugat Lippo untuk membayar sebesar USD 250 juta. Gugatan itu sudah sampai di pengadilan arbitrase Singapura (SIAC). Astro dinyatakan berhak menerima USD 250 juta dari Lippo.
Namun, Lippo melalui PT Direct Vision dan First Media tidak menerima putusan itu dan mengajukan gugatan perdata ke PN Jakarta Pusat pada September 2009. Namun, gugatan itu ditolak karena PN Jakarta Pusat tidak berwenang membatalkan keputusan arbitrase Singapura.
Tak menyerah, Lippo kemudian mengajukan kasasi di MA. Namun hasilnya sama, MA menolak gugatan PT Direct Vision.
Putusan kasasi itu yang akhirnya membuat Lippo Group ingin mengajukan PK. Persidangan PK atas perkara perdata tersebut akan disidangkan di PN Jakpus.
Kasus ini juga menyeret Sekjen Mahkamah Agung (MA) Nurhadi yang langsung dicegah KPK. Selain itu, KPK juga telah menggeledah ruangan kerja Nurhadi di MA dan rumahnya Jalan Hang Lekir Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Salah seorang sumber menuturkan, penyidik KPK menyita uang ratusan ribu Dolar Amerika dari rumah Nurhadi.(put/jpg/ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Akhirnya...Yuddy Chrisnandi Pilih Mundur
Redaktur : Tim Redaksi