Obat Diimpor, Menkes Minta Masyarakat Waspadai GBS

Penderitanya Satu Dari 100 Ribu Orang

Senin, 01 Agustus 2011 – 00:37 WIB
Shafa, penderita Gullain Barré Syndrome (GBS) yang sudah hampir setahun hidup dengan ventilator di Rumah Sakit (RS) Carolus, Jakarta. afni/jpnn

JAKARTA — Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih mengumumkan secara resmi Gullain Barré Syndrome (GBS) termasuk salah satu penyakit langka yang harus diwaspadai di IndonesiaPenderitanya hanya ada 1:100.000 dan memang tidak bisa dipastikan kapan pasien akan sembuh.

Pada banyak kasus, pasien kata Endang memang bisa sembuh dengan sendirinya

BACA JUGA: Disayangkan, Korupsi Makin Marak di Kalangan Pemuda

Tapi pada kasus lainnya bisa berakibat fatal seperti yang dialami Muhammad Azka Arriziq , pasien GBS yang berumur empat tahun tiga bulan dan Shafa yang berumur empat tahun enam bulan


Azka kini masih terbaring koma di RS Azra Bogor pada hari ke 11 dan Shafa yang sudah hampir setahun hidup dengan ventilator di Rumah Sakit (RS) Carolus, Jakarta

BACA JUGA: Sidang Isbat Putuskan 1 Ramadhan Jatuh Besok

‘’GBS pada Azka dan Shafa memang jarang terjadi
Sulitnya adalah kita sampai saat ini belum memiliki obatnya

BACA JUGA: Hilal Terlihat Kisaran 4-6 Derajat

Obat masih impor,’’ kata Endang pada wartawan usai menjenguk Azka di RS Azra Bogor, Minggu (31/7).

Endang datang khusus ke Bogor secara mendadakSebelumnya, Endang telah mengirimkan tim dari Kemenkes begitu mendapat short message services (SMS) aduan dari orang tua Azka dan orang tua ShafaEndang mengaku baru mengetahui bila ada pasien GBS di jantung Ibukota Jakarta dan berjanji akan segera menurunkan tim khusus mempelajari mengenai GBS yang mulai bermunculan ini.

‘’GBS termasuk penyakit autoimunSecara umum masih belum diketahui penyebabnya apaBiasanya dimulai dari kesemutan dan badan yang terasa beratIni memang langka, hanya 1:100.000Ada dokter yang dulu pernah juga menangani GBS, itupun sekitar 10 tahun laluKita masih mencari referensi lengkap mengenai GBS ini,’’ kata Endang saat menggelar konfrensi pers usai menjenguk kondisi Azka di ruang ICU.

Endang mengatakan, karena termasuk penyakit langka maka GBS memang tidak tersosialisasikan di PosyanduSosialisasi pentingnya GBS akan dimaksimalkan guna mencegah korban berikutnyaSementara untuk kasus Azka dan Shafa yang sudah terjadi, Endang berjanji untuk memperhatikan kasusnya hingga tuntas.

‘’Pada orang tua Azka, saya sudah minta Askes untuk turun tanganMeski RS Azra belum bekerjasama dengan Askes, saya minta dibuatkan pengecualianSementara untuk Shafa memang agak sulit, mengingat ayahnya bekerja di swastaKita akan carikan jalan keluarnya segera,’’ kata Endang pada orang tua Azka, Anto dan Rina serta Ayah Shafa, Zulkarnain.

‘’Kesembuhan pasien GBS memang tidak bisa dipastikan kapan, karena tergantung dari kekuatan si pasien sendiriKarena itu yang bisa kita lakukan adalah antisipasi awalBila ada kesemutan dan lemah otot, harus diwaspadai dan segera konsultasi ke dokter syaraf atau dokter anak,’’ lanjut Endang.

Karena termasuk penyakit langka dan obatnya masih impor, Endang mengakui biaya pengobatan GBS memang sangat mahalOrang tua Azka dalam 10 hari sudah mencapai Rp 100 juta, sedangkan orang tua Shafa selama hampir satu tahun mencapai Rp 600 jutaBiaya yang besar ini tidak sepenuhnya bisa ditanggung pemerintah.

 ‘’Mungkin yang bisa kita bantu biayanya hanya sebagian oleh karena anggaran kita terbatasKami benar-benar meminta bantuan dan mengimbau agar para dermawan se Indonesia ikut membantu Azka dan ShafaKita buat gerakan sosial bersama,’’ ajak Endang.

Memasuki hari ke 11, Muhammad Azka Arriziq (4,3) masih terbaring koma dengan GBS di RS Azra BogorIbarat manusia robot, meski jantung berdetak, namun putra tunggal Anto yang berprofesi sebagai Dosen Unilak Pekanbaru dan Rina seorang guru TK ini 100 persen kehidupannya disangga peralatan medis dan obat-obatan mahalBiayanya pun sudah mencapai Rp 100 juta dan tidak pernah tahu kapan bisa melalui masa kritisnya.

Jika pun berhasil melalui masa kritis, kondisi Azka mungkin tak akan beda jauh dengan kondisi Shafa (4,6) yang sudah hampir 1 tahun hidup dengan GBSShafa hanya hidup di atas tempat tidur dengan menggunakan ventilator dengan cara dilubangi dibagian lehernyaOrang tua Shafa, Zulkarnain dan Vina, sudah menghabiskan biaya lebih dari Rp600 juta dan memiliki utang ratusan juta untuk mempertahankan putri mereka.

Selain langka, beberapa pakar kesehatan menyebut penyakit GBS sebagai penyakit yang cukup anehDisebut aneh karena hingga saat ini para ahli belum menemukan penyebab utama munculnya penyakit iniGBS bukan penyakit turunan, tidak menular, bukan pula karena faktor lingkungan ataupun makanan yang kurang sehat.

Satu-satunya bukti ilmiah yang didapat oleh para ilmuwan adalah bukti bahwa pada penderita GBS sistem kekebalan tubuh secara mandiri menyerang tubuh, oleh sebab itu GBS dikenal juga dengan auto-immune diseaseYang membahayakan, GBS menyerang otot-otot bahkan otot paru-paru tidak bisa berfungsiMeski jantung sehat namun pasien GBS tidak bisa bernafas normal tanpa bantuan alat bantu pernafasan.

Setelah menjual seluruh harta bendanya, Anto dan Rina tidak menyerah dengan kondisi putranyaMereka berharap bantuan dari para dermawan yang peduli dengan membuka rekening bantuanYakni di rekening BNI atas nama Anto Ariyanto di nomor 0077947826 atau Bank Riau atas nama Anto Ariyanto dengan nomor rekening 1192104761Hal yang sama juga dilakukan oleh orang tua Shafa dengan membuka rekening bantuan di BCA atas nama Zulkarnain 1062189732.(afz/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mabes Dalami Keterlibatan Perwira Polda Kepri


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler