jpnn.com, SERANG - Direktorat Reserse Narkoba Polda Banten berhasil menangkap 45 pengedar obat penenang atau obat daftar G dari sejumlah wilayah di Banten dalam dua bulan. Dari tangan puluhan pengedar itu, polisi berhasil mengamankan setengah juta obat atau sekitar 509.859 butir dari berbagai macam merek.
Secara rinci, ratusan ribu obat tersebut yaitu pil tramadol 31.346 butir, hexymer 364.659 butir, trihexyphenidhyl 17.080 butir, obat kuning 762 butir, dan obat polos 3.313 butir. Selain obat, polisi juga mengamankan uang tunai Rp16.284.000 hasil penjualan, 1 unit mobil dan 1 unit sepeda motor.
BACA JUGA: Innalillahi..Iwan Gunawan Meninggal Setelah Disuntik Obat Penenang
Direktur Resnarkoba Polda Banten Kombes Pol Yohanes Hernowo mengatakan, ratusan pil obat daftar G atau dalam bahasa Belanda gevaarlijk itu artinya berbahaya. Sehingga, pembelinya harus menggunakan resep dokter. Namun rata-rata obat ini sudah kadaluarsa kemudian dibuat ulang.
"Ini obat daftar G dan kedaluwarsa, ini obat berbahaya yang sudah tidak boleh digunakan lagi," katanya di Mapolda Banten, Jumat (1/11).
BACA JUGA: Remaja 17 Tahun Dicekoki Obat Penenang Lalu Digarap
Yohanes menjelaskan, obat-obatan berdosis tinggi itu jika digunakan secara terus-menerus akan berdampak negatif kepada penggunanya, seperti merusak jaringan otak, mengganggu kesehatan tubuh hingga menyebabkan kematian.
"Kalau selama saya bertugas memang belum ditemukan korban meninggal, tapi bisa menyebabkan kematian. Namun menurut penggunanya obat ini tidak akan membuat ketergantungan, dan efeknya bikin tenang," katanya.
Yohanes mengungkapkan, obat dijual dalam bentuk paketan, berisi tiga sampai lima butir dengan harga Rp 20 ribu per paketnya. Lantaran harga yang terjangkau, obat tersebut banyak diminati pelajar dari tingkat SMP hingga SMA. "Sasaran penjual banyak kalangan pelajar, SMP dan SMA rata-rata itu," ungkapnya.
Lebih lanjut, Yohanes menambahkan, para pengedar hanya menjual kepada orang yang dikenal dan sudah menjadi langganan. Obat tidak dijual kepada sembarang orang, karena pelaku sudah mengetahui obat tersebut dilarang beredar.
"Pelaku mendapatkan obat-obatan keras itu dari bandar besar yang ada di Jakarta. Kemudian mereka edarkan di wilayah Banten. Modusnya, pelaku juga membuka toko kosmetik dan toko kelontong," tambahnya. (darjat)
Redaktur & Reporter : Rah Mahatma Sakti