jpnn.com, BEKASI - Hasil Riset Kesehatan Dasar atau Riskesdas tahun 2018 menunjukkan adanya perbaikan status gizi balita di Indonesia. Di mana proporsi status gizi buruk dan kurang gizi menurun, dari sebelumnya di angka 19,6% (Riskesdas 2013) menjadi 17,7% (2018).
Namun, kondisi mengkhawatirkan terjadi pada proporsi obesitas balita. Terjadi tren peningkatan proporsi obesitas secara terus menerus sejak 2007. Jika data Riskesdas tahun 2007 menunjukkan proporsi obesitas 10,5%, pada tahun 2013 angkanya naik menjadi 14,8%. Dan pada 2018, tren proporsi obesitas meningkat jadi 21,8%.
BACA JUGA: Seminggu Diburu Polisi, Putri Mantan Ketua Partai Itu Akhirnya Ditangkap di Jakarta
“Obesitas memicu penyakit tidak menular seperti diabetes melitus dan hipertensi. Jadi kondisi ini sangat mengkhawatirkan. Jika obesitas meningkat maka prevalensi Penyakit Tidak Menular akan meningkat pula,” ujar dr. Dian Indahwati, Sp.OG, Ketua Majelis
Kesehatan Pimpinan Wilayah Aisyiyah (PWA)Jawa Barat, pada acara peluncuran Rumah Gizi Aisyiyah-YAICI di Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat, Rabu (17/10).
Data Riskesdas 2018 memang menunjukkan kenaikan prevalensi penyakit tidak menular jika dibandingkan dengan Riskesdas 2013. Prevalensi kanker misalnya, naik dari 1,4 persen (Riskesdas 2013) menjadi 1,8 persen di 2018. Begitu pula prevalensi stroke naik dari 7 persen menjadi 10,9 persen. Berdasarkan pemeriksaan gula darah, prevalensi diabetes melitus naik dari 6,9 persen menjadi 8,5 persen; dan dari hasil pengukuran tekanan darah, hipertensi naik dari 25,8 persen menjadi 34,1 persen.
BACA JUGA: Rekrutmen CPNS 2019 Segera Dibuka, Ada Formasi Khususnya, Siap-siap ya!
“Tingginya penyakit tidak menular berhubungan dengan pola makan masyarakat Indonesia yang banyak mengonsumsi makanan tinggi gula dan garam. Begitu pula dengan obesitas di kalangan anak, juga disebabkan asupan gula yang berlebihan. Kondisi ini bisa kita temui pada amak yang mengonsumsi susu kental manis atau SKM secara berlebihan,” kata Dian.
Ia menjelaskan, menurut ketentuan WHO, asupan harian menurut ketentuan WHO, asupan harian bebas gula yang dianjurkan untuk anak usia 1-3 tahun maksimal 28 gr perhari atau setara dengan 3 sendok makan gula, dan untuk anak usia 4-6 tahun maksimal 40gr per hari atau setara dengan 4 sendok makan gula.
BACA JUGA: Kabar Gembira Buat Guru Honorer dari Mendikbud
“Jadi, kalau kita memberikan SKM berlebihan kepada anak, akan beresiko obesitas, dan memicu penyakit tidak menular seperti diabetes dan hipertensi,” tambahnya. SKM, kata Dian,hanya cocok sebagai topping atau campuran saja, seperti pada es campu, pudding,
martabak, atau yang lainnya.
Sementara itu, Arif Hidayat, Ketua Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI), menegaskan, semua pihak tanpa kecuali bertanggung jawab mempersiapkan generasi emas yang sehat dan produktif, yakni Indonesia Emas 2045
“Ini merujuk bahwa pada tahun 2045 bangsa Indonesia tepat berusia satu abad. dan diharapkan, Indonesia akan mencapai puncak kejayaan serta terbebas dari segala ancaman negatif. Anak-anak yang saat ini berusia 0-9 tahun akan berusia 35-45 tahun ditahun 2045.
Mereka inilah generasi emas yang nantinya akan menjadi pemegang pemerintahan dan roda kehidupan di Indonesia. Untuk itu, kesehatan dan tumbuh kembang anak hari ini perlu dipersiapkan guna menghasilkan generasi yang sehat dan produktif.,” tegas Arif.
Ia menambahkan, generasi emas tersebut dapat diwujudkan bila hak anak-anak untuk tumbuh kembang dengan sehat dan bahagia dapat dipenuhi sejak dini. ”Karena itu menjadi tugas bersama untuk menyelamatkan anak Indonesia dari penyakit dan dari berbagai hal yang memicu penyakit,” tambahnya.
Kerjasama YAICI dan Aisyiyah dalam memberikan edukasi kesehatan, di antaranya melalui pendirian Rumah Gizi, kata Arif, adalah bentuk partisipasi masyarakat untuk mempersiapkan generasi emas anak Indonesia yang sehat dan produktif.
“Walaupun tanggung jawab kesehatan masyarakat ada di tangan pemerintah. Namun semua pihak harus berpartisipasi mengawal kesehatan generasi penerus bangsa. Pemerintah tidak bisa sendirian tanpa dukungan aktif seluruh elemen masyarakat. Termasuk juga menggunakan pendekatan keluarga, dengan kita memberikan edukasi tentang kesehatan sehingga keluarga menjadi sehat,” tegasnya.
BACA JUGA: Istri Terpaksa Berbuat Terlarang di Rumahnya Lantaran Suami Tak Sanggup Lagi
Karenanya, Yayasan Abhiparaya Insan Cendikia Indonesia (YAICI), bersama Pengurus Pusat Aisyiyah telah menjalin kerjasama melaksanakan edukasi bijak mengkonsumsi susu kental manis di sejumlah kota di Indonesia. Edukasi diadakan dalam bentuk talkshow dan kreasi makanan sehat bergizi. Di antaranya, diadakan di Jawa Barat, Banten, Kepulauan Riau, dan Nusa Tenggara Barat.(jpnn)
Redaktur & Reporter : Budi