JAKARTA - Ekspor gas besar-besaran yang dilakukan Indonesia selama ini terus menuai protes. Kali ini, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) merilis data potensi kerugian negara akibat tidak optimalnya pemanfaatan gas di dalam negeri.
Anggota Komite BPH Migas Qoyum Tjandranegara mengatakan, sepanjang 2006 - 2009 saja, kerugian negara akibat kehilangan devisa karena mengeskpor gas murah kemudian mengimpor BBM yang mahal mencapai ratusan triliun. "Totalnya rugi Rp 410,4 triliun," ujarnya di DPR, Rabu (18/1).
Qayum merinci, pada 2006 kehilangan devisa sebesar Rp 91,9 triliun, lalu 2007 menjadi Rp 101,2 triliun, 2008 Rp 140,0 triliun, dan 2009 sebesar Rp 77,3 triliun. "Ketika mengeskpor energi murah (gas), kemudian mengimpor energi mahal (BBM), maka negara jelas rugi," katanya.
Data menunjukkan, harga gas hanya sekitar separo atau 55 persen dari harga BBM. Selain itu, mesin yang mengonsumsi gas juga bisa lebih efisien 10 - 30 persen dibandingkan BBM. Di luar aspek ekonomi, gas juga unggul karena ramah lingkungan.
Sebagai gambaran, pada 2010 lalu, produksi gas Indonesia mencapai 9.336 juta kaki kubik per hari (mmscfd) atau setara 1,67 juta barel minyak per hari. Dari jumlah tersebut, sebanyak 52 persennya atau 4.827 mmscfd yang setara 870 ribu barel pinyak per hari, diekspor.
Menurut Qayum, kebijakan gas domestik harus dievaluasi. Misalnya, ekspor gas ke Tiongkok dan Korea Power seharga USD 3,88 per million metric british thermal unit (mmbtu), sedangkan dua pabrik pupuk di Indonesia terpaksa ditutup karena tidak mendapat pasokan gas, padahal mereka mampu membeli gas seharga USD 7,0 per mmbtu. "Selain itu, terjadi kontrak LNG yang tidak umum dan memberatkan Indonesia," terangnya.
Akibat rendahnya pasokan gas domestik, pengembangan bahan baka gas (BBG) pun terbengkalai. Indikasinya, pemakaian gas bumi untuk transportasi di Indonesia terus turun, terlihat dari jumlah Stasiun Pengisian Bahan bakar Gas (SPBG) pada 1984 yang mencapai 18 unit, kini justru tinggal 3 unit saja. "Dalam hal pemanfaatan BBG, Indonesia ini jaugh tertinggal dibanding negara-negara lain," ujarnya.
Berdasar data Asian Natural Gas Vehicle Communications, Indonesia berada di posisi 44 dunia, jauh tertinggal dari negara tetangga seperti Thailand yang ada di posisi 11 dan Malaysia di posisi 21. (owi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemda Diminta Tingkatkan Program Rumah PNS
Redaktur : Tim Redaksi