-----
AGUS WIRAWAN, Jakarta
----
AWALNYA, Sugiono mengaku tidak suka kopi. Tapi, saat berkunjung ke Seattle, Amerika Serikat, tiga tahun lalu, dia terpaksa mencobanya.
"Di sana kan banyak coffee shop (kedai kopi). Kata anak saya, saya kuno karena nggak minum kopi. Tak terima dibilang kuno, saya lalu mencobanya," ujar Sugiono saat ditemui di kantornya, lantai 30 Equity Tower, Kamis (6/12).
Meski begitu, Sugiono tidak serta-merta lantas takluk pada rasa khas kopi. Dia belum juga bisa menikmatinya. Apalagi, setiap usai minum kopi, perasaan di alat pencernaannya jadi tidak keruan. Tidak hanya degup jantungnya jadi lebih kencang, Sugiono juga jadi sering bolak-balik ke toilet karena diare.
Tapi, anak-anak Sugiono yang menempuh pendidikan di Seattle tidak kapok merayu bapaknya. Maklum, anak-anak Sugiono lebih dulu kecanduan kopi, sehingga ingin bapaknya mengikuti jejak mereka.
Benar saja, berkat rayuan anak-anaknya itulah, Sugiono akhirnya jadi menyenangi seruputan kopi panas yang disuguhkan. Tidak sekadar menyenangi, dia juga mempelajari manfaat minuman yang mengandung antioksidan yang baik untuk melawan penyakit tersebut.
Sejak itu, bapak tiga anak tersebut mulai rajin minum kopi. Bahkan, hampir setiap hari minimum dua cangkir kopi diteguknya. "Minum kopi itu sangat bagus untuk pebisnis seperti saya. Selain untuk pergaulan, biar mata tetap melek," ujar arek Surabaya kelahiran 13 Agustus 1962 itu.
Hebatnya lagi, kecintaan Sugiono pada kopi tidak berakhir di situ. Dia juga tertarik untuk membangun bisnis coffee shop. Bahkan langsung membuka beberapa coffee shop sekaligus di Jakarta dan Bali.
Dalam waktu dua tahun, kedai kopinya sudah beranak-pinak. Kini Sugiono memiliki 20 kedai kopi di dua kota itu. "Fokus saya masih di dua kota itu. Mungkin nanti ke kota lain," ujarnya.
Tingkat kecanduan Sugiono terhadap kopi terus bertambah dari hari ke hari. Dia pun sering "kelayapan" ke coffee-coffee shop kelas atas. Tidak hanya di kota-kota besar di tanah air, tapi juga di luar negeri. Dia ingin tahu standar kedai kopi yang baik itu seperti apa. Salah satunya ternyata adalah keunikan cangkir yang digunakan untuk menyuguhkan.
"Dari situ, saya jadi tahu bahwa coffee shop yang bagus selalu punya cup khusus. Mereka tidak mau sembarangan dalam memilih cangkir," terangnya.
Di samping menyalurkan hobi menyeruput kopi espresso, Sugiono mulai mengumpulkan aneka model cangkir unik dari berbagai negara. Cangkir kopi espresso relatif kecil karena penyajian kopi jenis itu tidak memerlukan cangkir besar.
"Itulah asyiknya kopi espresso. Sedikit saja sudah sangat terasa. Saya suka karena rasa asli kopinya masih kental," tutur pria 50 tahun tersebut.
Seiring waktu, koleksi cangkir espresso Sugiono juga makin banyak. Sebab, setiap ke luar negeri, dia selalu menyempatkan untuk berburu cangkir kopi espresso. Kini setelah Sugiono 2,5 tahun kecanduan minum kopi, cangkir koleksinya pun terus bertambah hingga menembus 500 buah.
"Boleh dibilang, saya sudah mengunjungi ratusan coffee shop di berbagai negara. Dari situlah saya bisa menemukan koleksi-koleksi baru yang tidak ada di coffee shop lain," tegasnya.
Cangkir-cangkir itu memiliki ciri khas. Rata-rata berwarna putih dengan gambar atau tulisan khusus. Harganya juga tidak mahal, yakni USD 6"USD 10 per buah.
Tapi, tidak setiap coffee shop mau menjual cangkir koleksinya. Sugiono harus berusaha keras untuk merayunya. Misalnya, dengan mendatangi kedai itu beberapa kali, menemui pemiliknya, memuji-muji coffee shop-nya, dan menceritakan betapa dirinya jatuh cinta pada cangkir kopi espresso di kedai itu.
"Kayak bisnis saja, saya harus bisa meyakinkan partner," ujar pemilik 1.200 gerai toko handphone tersebut.
Coffee shop yang paling sulit dirayu, menurut Sugiono, kebanyakan berada di Italia. Sebab, orang Italia menganggap kopi adalah bisnis seumur hidup, sehingga mereka tidak mau melepas aset miliknya kepada orang lain. "Setelah saya tunjukkan foto koleksi cangkir saya di BB (BlackBerry), dia baru ngerti bahwa saya kolektor," kenangnya.
Sugiono pernah bingung ketika gagal mendapatkan cangkir incarannya di sebuah kedai di Eropa. Dia pun harus melakukan pendekatan secara pribadi kepada bos coffee shop itu. Bahkan, awalnya dia berpura-pura mengajak bicara soal bisnis handphone. Dan begitu si bos "kepegang", Sugiono langsung "nembak" cangkir yang diincar. "Rasanya plong begitu mendapatkan cangkir idaman seperti itu."
Tidak semua cangkir koleksinya harus ditebus dengan uang. Bahkan, sekitar 30 persen diperoleh berkat keahlian Sugiono merayu si pemilik kedai kopi. "Saya seperti salesman, harus bisa menjual diri supaya dikasih," tuturnya lantas tertawa.
Beberapa waktu lalu, saat mengikuti pameran handphone di Eropa, Sugiono berhasil membawa pulang 40 cangkir espresso. Itu berarti, dalam sehari lebih dari lima coffee shop dikunjungi. Setelah buruan didapat, 40 cangkir tersebut dibungkus rapi dengan koran, lalu dimasukkan ke koper. Pakaian dan barang-barang lainnya terpaksa menyelip di antara cangkir-cangkir itu.
"Saat masuk ke Indonesia, petugas bea cukai sempat curiga. Mereka lalu meminta saya membongkar koper saya. Setelah saya jelaskan tentang hobi saya mengoleksi cangkir, mereka melepasnya. Aduh, rasanya lega banget."
Kini Sugiono berkonsentrasi untuk memecahkan rekor dunia kolektor cangkir kopi espresso. Koleksinya sudah mendekati. Tinggal 201 cangkir lagi, dia berhak mencatatkan diri sebagai pemegang rekor Guinness World Records. "Tahun depan saya yakin bisa mengumpulkan 1.000 cangkir. Sekarang saja (500 cangkir) saya sudah terbanyak se-Asia," beber dia.
Begitu sayangnya pada cangkir-cangkir itu, Sugiono menyediakan rak-rak khusus di rumahnya. Sementara itu, di kantor, dia memajang 50 cangkir di salah satu meja kerjanya.
"Supaya nggak bosen, setiap bulan saya gonta-ganti. Yang di kantor saya bawa ke rumah, yang di rumah saya bawa ke kantor," ujarnya. (*/c5/ari)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Paguyuban Sugeng, Komunitas dengan Nama Sama Terbanyak versi MURI
Redaktur : Tim Redaksi