jpnn.com - SEMARANG—Orang Dengan Hiv Aids (ODHA) diminta disiplin dalam mengonsumsi obat ARV (Antiretriviral) dan harus berada dalam pantauan dokter. Hal ini akan memberikan kesempatan hidup bagi ODHA.
Demikian mengemuka dalam Seminar dan Workshop Interprofessional Health Collaboration on HIV/AIDS Patients, yang dihelat CIMSA (Center for Indonesian Medical Students’ Activities) UNISSULA di Universitas Islam Sultan Agung (Unissula), Senin (15/12) kemarin.
BACA JUGA: Dua Dirut BUMN Tersangka, Rini Tak Langsung Percaya
Menurut Pengawas ODHA dari Lembaga ASA Anita Toresia, jika ditemuakan orang dengan HIV atau AIDS yang utama adalah dengan dirujuk untuk pengobatan berjenjang. Di sinilah peran ARV sebagai pencegahan dalam menghambat perkembangan virus.
“Kebanyakan ODHA akan putus obat, ini sangat berbahaya karena pengobatan ARV pada ODHA itu berjenjang dan obatnya saling keterkaitan,” katanya di sela seminar.
BACA JUGA: Kali Ini, Honorer K2 Memuji Menteri Yuddy
Menurutnya, ada alasan mengapa ODHA melakukan putus obat. Secara efek samping ARV secara umum akan mengakibatkan rasa mual, muntah, gatal kulit, dll. Di mana ini adalah efek fisik untuk adaptasi tubuh dikarenakan ARV merupakan obat dosis tinggi.
“Saat ini obat ARV dilakukan secara gratis oleh pemerintah bagi ODHA yang sudah tertangani dan terdeteksi, jadi tak usah takut apalagi mengisolasi diri secara sosial, jika putus obat maka akan lebih mahal lagi biaya pengobatannya karena dilakukan secara individu (biaya ditanggung sendiri, red),” tegasnya.
BACA JUGA: Akhirnya, Honorer K2 Menyatakan Siap Dites Lagi
ASA dalam kegiatannya selalu mengadakan pembimbingan dan pengawasan bagi para ODHA. Setiap hari rata-rata selalu membimbing sekitar 15-20 ODHA. “Kita lakukan melalui pertemuan, sharing dan saling memberi semangat. Jika ada ODHA baru biasanya kita lebih melalui telepon karena lebih privasi,” tuturnya kembali.
Pembicara lainnya, DR. dr. Muchlis AU soffro Sp.PD. KPTI, mengatakan pengidap HIV positif yang mendapatkan pengobatan antiretroviral (ARV) memiliki kemungkinan sangat kecil menularkan HIV dibanding mereka yang tidak diobati.
“ARV tidak hanya menguntungkan bagi orang yang sudah diobati tapi juga menurunkan beban epidemi pada masyarakat dengan memutus penularan HIV secara tepat,” katanya.
Selain pemberian ARV, ODHA harus selalu diberikan motivasi untuk tetap menyambung hidup dengan membangkitkan semangatnya. Bahwa hidup terus berjalan dan jangan memikirkan penyakitnya namun lebih pada memanfaatkan waktu selagi masih diberi kesempatan hidup.
Muchlis juga memaparkan perlunya kolaborasi pengobatan ODHA atau risiko HIV/AIDS antarprofesi kesehatan. Sepertri kedokteran umum, dokter gigi, farmasi, ahli kesehatan masyarakat, bidan, perawat.
“Kolaborasi juga sebagai pencegahan jika ada individu yang teresiko HIV AIDS semisal ibu hamil yang positif HIV, ini akan ada rujukan antara dokter kandungan, ahli gizi, perawat serta pengobatan intensiv ARV yang cocok dengan kondisi ibu hamil agar bayinya tak terisiko,” tambahnya.
Selain seminar, para mahasiswa juga diberikan workshop berupa simulasi penanganan kolaborasi ODHA antarprofesi kesehatan. “Workshop berupa ibu hamil risiko HIV AIDS, bagaimana penanganannya karena akan berkolaborasi dengan profesi bidan, ahli gizi, obat dokter, dll,” tambah panitia acara, CIMSA FK Unissula, Dwi Ayu Lestari. (aam/bow)
BACA ARTIKEL LAINNYA... La Ode Sebut Bencana jadi Proyek Pejabat Pemda
Redaktur : Tim Redaksi