OECD : Indonesia Jangan Obral Insentif Pajak

Jumat, 28 September 2012 – 03:48 WIB
JAKARTA - Lembaga internasional Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan atau Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) memberikan pandangan menarik. Strategi insentif pajak yang selama ini menjadi andalan pemerintah untuk menarik minat investor justru dikritik.

Sekretaris Jenderal OECD Angela Gurria mengatakan, pemerintah Indonesia mestinya tidak gampang mengeluarkan kebijakan fiskal berupa insentif karena akan menggerus potensi penerimaan pajak. "Itu akan menciptakan distorsi," ujarnya saat paparan "OECD 2012 Economic Survey : Indonesia" di Kementerian keuangan, Kamis (27/9).

Menurut Gurria, saat ini Indonesia justru sangat butuh pemasukan dari sektor pajak untuk membiayai pembangunan infrastruktur, meningkatkan fasilitas sektor pendidikan, serta investasi dalam mendorong inovasi serta produktifitas usaha kecil menengah (UKM). "Karena itu, tax ratio yang saat ini masih cukup rendah di kisaran 12 persen harus bisa ditingkatkan," katanya.

Gurria menyebut, selain mengurangi insentif pajak, pemerintah juga harus memberlakukan pajak yang lebih tinggi untuk sektor-sektor yang terkait dengan sumber daya alam seperti pertambangan. Selain itu, perluasan basis pajak serta pembenahan administrasi perpajakan juga harus menjadi prioritas. "Termasuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak orang kaya," ucapnya.

Bagaimana jika pengurangan insentif akan menurunkan minat investor untuk menanamkan modal di Indonesia? Gurria mengatakan, pemerintah tidak perlu takut.

Dengan kinerja pertumbuhan ekonomi yang cemerlang, Indonesia akan tetap menjadi incaran investor. Apalagi, Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam melimpah. "Bauksit, alumina, itu di Indonesia. Tidak di tempat lain," jelasnya.

Khusus untuk sektor UKM, Gurria menyarankan agar pemerintah menjalankan program untuk bisa meningkatkan produktifitas yang masih cukup rendah. Sebab, dengan 97 persen tenaga kerja, sektor UKM hanya mampu memproduksi 57 persen produk bernilai tambah.

"Karena itu, pemerintah harus memfasilitasi aktifitas ekonomi, mempermudah akses UKM ke pendanaan, misalnya dengan membentuk lembaga micro finance," ujarnya.

Menanggapi paparan Gurria tersebut, Menteri Keuangan mengatakan, berbagai kebijakan fiskal termasuk pemberian insetif pajak terus dikaji oleh Badan Kebijakan Fiskal (BKF). "Saat ini, pemerintah kini memang tengah mematangkan sistem administrasi perpajakan," katanya.

Sebagai gambaran, dalam pemberian insentif fiskal memang sering terjadi tarik ulur. Misalnya, Kementerian Perindustrian, Kementerian ESDM, maupun Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sering menjanjikan insentif bagi investor, adapun BKF belum tentu memberikan semua insentif yang diminta.

Terkait upaya peningkatan kinerja pajak, Agus menyebut saat ini pemerintah tengah membidik perusahaan-perusahaan tambang di daerah. Sebab, selama ini ada ribuan perusahaan tambang batu bara di daerah yang tidak terdata di pemerintah pusat.

Proses verifikasi ini kini tengah dilakukan oleh Kementerian ESDM. "Kalau semua tambang itu jelas dokumennya, mereka jelas wajib bayar pajak," ujarnya. (owi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Helm Tak ber-SNI Masih Marak Dijual

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler