jpnn.com, JAKARTA - Koordinator Daerah Perkumpulan Hononer K2 Indonesia (PHK2I) Jawa Barat Cecep Kurniadi mengkritisi kebijakan pemerintah terhadap pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Pasalnya, PPPK yang sudah lama dinyatakan lulus sejak direkrut Februari 2019, sampai sekarang masih bekerja dengan status honorer K2.
Status mereka belum menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) lantaran hingga saat ini tidak juga diangkat. Ironisnya, mereka hanya mendapatkan honor seadanya dalam setahun empat bulan ini karena statusnya masih honorer.
BACA JUGA: Titi Honorer K2: Perut Kami Keroncongan, Jangan Disuruh Sabar Lagi
"Aneh sekali, pemerintah seolah-olah memandang honorer K2 ini boneka. Diapa-apain juga diam. Dikasih janji, diam. Disuruh sabar juga diam," ujar Cecep kepada JPNN.com, Jumat (5/6).
Parahnya lagi, kata Cecep, alasan pemerintah enggan mengangkat honorer K2 menjadi ASN lantaran dinilain kualitasnya rendah. Logikanya, lanjut dia, bila memang rendah mengapa sampai puluhan tahun masih dipekerjakan?
BACA JUGA: Revisi UU ASN Dinilai Hanya Sandiwara, Honorer K2 Fokus ke PPPK Saja
"Kenapa guru honorer dan tenaga kependidikan tidak di PHK semua sekalian. Biar pemerintah tahu bagaimana tanpa ada honorer," ucapnya.
"Apa mungkin pemerintah sadar 65 persen tenaga pendidik yang mengajar statusnya honorer. Makanya takut memecat kami. Sayangnya, pemerintah terlalu picik mengakui keberadaan kami," sambungnya.
BACA JUGA: Masih Yakin Revisi UU ASN Segera Usai? Coba Simak Pesimisme Pentolan Honorer K2 Ini
Dia menambahkan, naiknya indek pretasi pendidikan sedikitnya ada kontribusi dari honorer walaupun statusnya hanya dipandang sebelah mata.
Cecep mengungkapkan, seluruh honorer K2 sudah jenuh dengan ketidakpastian kebijakan pemerintah. "Katanya honorer tidak berkualitas tetapi tenaga kami masih dipakai apalagi saat negara tengah kesulitan uang. Giliran uangnya ada, pemerintah rekrut fresh graduate, kami dibuang dengan alasan klise bahwa kompeten honorer rendah. Sungguh zalim negara ini memperlakukan rakyatnya," tandasnya. (esy/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad