jpnn.com - MEMBAWA setumpuk berkas di tangan kirinya, sesosok wanita tampak berjalan perlahan menuju sebuah ruangan.
Berkas yang banyak itu memperlambat derap langkah perempuan 52 tahun tersebut.
BACA JUGA: Batu Akik Memang Redup tapi Masih Laku Ratusan Juta
WAHYU PRIHADI, Mataram
Bu Guru, begitu orang-orang kerap memanggil Sukini. Itu mengacu pada pekerjaannya yang memang seorang pendidik.
BACA JUGA: Masjid yang Tetap Kukuh saat Tsunami Aceh, Kini Jadi Objek Wisata
Dia kini mengabdikan diri di sebuah PAUD kecil di Ampenan Tengah, Mataram, NTB.
Namun, sapaan guru tak hanya disematkan oleh murid-muridnya.
BACA JUGA: Kisah Keluarga Buta yang Tetap Gigih Menyambung Hidup dengan Jualan Air
Tidak juga hanya oleh orang tua yang menyekolahkan anakknya di PAUD tempat Sukini mengajar.
Tapi, hampir semua orang yang mengenalnya memanggil dengan sebutan guru.
Itu adalah penghargaan yang diberikan masyarakat atas beragam bantuan dan jasa yang diberikan perempuan kalem itu.
Sepintas Sukini memang tak ubahnya perempuan seusianya. Menjalani hari yang tiada spesial.
”Dia itu pahlawan kami,” kata Amran, salah seorang yang mengenalnya.
Ibu satu anak itu oleh orang yang dikenalnya memanglah seorang pahlwan.
Begitu berjasa dalam banyak urusan. Jangan bayangkan ia memiliki kemampuan super. Buat menyambung hidup saja sudah pas-pasan.
Namun, itu menurut Sukini bukanlah alasan untuk tak membantu sesama.
Setiap hari ada saja orang yang datang padanya. Mereka umumnya dari kalangan tidak mampu.
Sukini yang seorang Sarjana Pendidikan tak mampu menolak setiap orang yang datang.
Mulai dari orang yang kesusahan karena keluarganya sakit hingga orang yang kesusahan untuk menyekolahkan anak-anaknya, pernah dibantu.
”Saya bisa senyum kalau sudah membantu,” jawabnya polos.
Padahal, dengan membantu orang miskin, ia harus merogoh koceknya. Tapi itulah Sukini. Baginya membantu orang lain adalah hobi. Ia tak pernah mengharapkan imbalan.
Membuat kartu keluarga, membuat akta, membuat KTP, membuat BPJS, adalah sejumlah urusan administrasi yang juga kerap ditanganinya.
"Saya tak ingat bagaimana awal mulanya, yang jelas sekarang makin banyak yang datang setiap harinya,” ceritanya.
Sedari kecil oleh sang ayah dan ibunya, Sukini memang diajarkan untuk selalu membantu. Memberikan segenap kemampuan untuk orang yang lebih membutuhkan.
Pernah satu ketika, ia ”mencuri” gula di rumahnya sendiri. Dijualnya, lantas uang itu diberikan pada orang miskin yang kelaparan dekat kediamannya.
”Ibu saya yang tahu hal itu hanya tersenyum, dia tak marah,” katanya mengenang masa itu.
Dia yang pernah merantau ke luar negeri bertahun-tahun lamanya, juga tetap membantu.
Alih-alih mengirim materi untuk keluarga di rumah, penyuka warna merah ini justru meminta anak di rumah untuk menyisihkan setiap kirimannya.
Uang dipakai untuk membelikan pakaian dan makanan untuk anak yatim yang dilakukannya dari hasil merantau.
Tak hanya soal materi, Sukini juga mendedikasikan diri untuk mengajar paket A, B, C di Gatep, Ampenan Selatan.
”Hanya itu yang bisa saya lakukan,” katanya merendah atas berbagai jasanya pada kaum papa.
Semua dilakukan benar-benar dengan ikhlas, nyaris tanpa sepeserpun upah.
Cukup dengan sedekah Al-Fatihah dari orang yang dibantu, Sukini sudah bisa tersenyum bahagia.
Padahal sudah tak terhingga berapa ratus orang dari seluruh Ampenan yang sudah dibantunya.
Kini, diusianya yang makin senja. Ia berharap terus diberi kesehatan untuk bisa membantu sesama.
”Saya berharap diberi kesehatan dan kelapangan rezeki, supaya makin banyak bisa membantu orang,” ujarnya. (*/r5/sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dua Jam dari Kaimana, di Sana Ada Pesona...Wow! Wow!
Redaktur : Tim Redaksi