jpnn.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerapkan kerangka aturan yang seimbang untuk mendorong digitalisasi di sektor jasa keuangan yang kini semakin marak.
Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Nurhaida mengatakan di tengah perkembangan digitalisasi yang cukup pesat, pihaknya terus mengingatkan Lembaga Jasa Keuangan (LJK) untuk memitigasi dua hal penting yakni mitigasi risiko serta pengembangan inovasi.
BACA JUGA: Surge, Ciptakan Inovasi dan Solusi di Era Kompetisi Digital
Dalam poin pertama, LJK harus memitigasi risiko yang akan dihadapi, ditengah perkembangan digital yang pesat. OJK juga perlu menjaga keamanan atau perlindungan terhadap nasabah/konsumen.
“Kami juga telah membuat balance regulatory framework dengan 2 poin yang harus diperhatikan yakni mitigasi risiko dan inovasi,” ujar Nurhaida dalam diskusi yang digelar The Finance dengan tema 'How Can Digitalization Help Financial Sector Coping With Crisis & Covid-19 Impact' di Jakarta, Kamis, (10/12).
BACA JUGA: TOP, ini Alasan Deddy Corbuzier Jarang Unggah Foto Mesra dengan Sabrina Chairunnisa
Menurutnya, sejalan dengan era digitalisasi, industri keuangan harus memitigasi maraknya cyber risk, kejahatan cyber serta keamanan data nasabah.
OJK juga sangat menjunjung tinggi upaya perlindungan konsumen dengan peraturan yang ada.
BACA JUGA: Pupuk Indonesia Terus Perluas Program Agro Solution
Selain itu, industri keuangan juga harus terus mengembangkan inovasi agar tercipta sinergi dalam mendorong ekonomi. Kolaborasi dan sinergi merupakan kunci di tengah perkembangan teknologi.
Dalam diskusi yang sama, Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja mengingatkan pentingnya digitalisasi serta virtualisasi dalam menggenjot bisnis perbankan terutama dalam penyaluran kredit di tengah pandemi Covid-19.
“Ke depan yang kami hadapi persiapan digitalisasi di mana virtualisaai platfrom harus kami kembangkan. Tanpa itu kami akan kehilangan real offline market karena transisi transisi dari pasar, mall, restoran relatif belum ramai meski kini sudah agak rame namun masih 50% hingga 60% dari normal,” kata Jahja.
Di era new normal saat ini, lanjut Jahja, ada dua market yang harus dioptimalkan yakni generasi milenial dan senior milenial.
Generasi milenial adalah mereka yang menyukai perkembangan transaksi digital dan senior milenial adalah mereka yang kurang senang dengan adanya perubahan.
Maka dari itu, dirinya memandang, bahwa edukasi menjadi penting dilakukan kepada masyarakat di tengah upaya pengembangan digitalisasi sekarang ini.
Sementara itu, Chairman The Finance, Eko B. Supriyanto mengatakan industri keuangan, saat ini sedang menghadapi cobaan berat akibat pandemi Covid-19.
Bahkan, sebelum muncul pandemi, situasi perekonomian nasional sudah mulai kurang kondusif.
“Saat ini ibaratnya sedang musim puso atau gagal panen. Banyak perusahaan keuangan yang mengalami penurunan kinerja dan pendapatan,” tegas Eko dikesempatan yang sama.
Untuk mendorong kinerja industri keuangan di masa pandemi ini, The Finance mengapresiasi lembaga keuangan yang masih berkinerja sangat bagus di masa-masa sulit seperti sekarang ini.
The Finance juga memberikan penghargaan “The Finance Top 20 Financial Institution Awards 2020” kepada 20 institusi keuangan terbaik tahun 2020, masing-masing dari perbankan, asuransi, dan multifinance.
The Finance ini juga memberikan penghargaan Best The Best CFO 2020 kepada Chief Financial Officer (CFO) terbaik tahun ini dari ketiga institusi keuangan.
“Sekarang kami sedang memasuki masa transformasi, yang dipercepat dengan adanya pandemi Covid-19. Kami harus bisa beradaptasi agar tidak punah seperti dinosaurus. Ke depan, yang akan berkembang pesat adalah digital brand. Untuk itu, kita harus aware dengan transformasi digital,” papar Eko.
Penghargaan 'The Finance Top 20 Financial Institution Awards 2020' diberikan berdasarkan hasil rating bertajuk Top 20 Lembaga Keuangan 2020, yang dilakukan oleh The Finance Research.(chi/jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy Artada