JAKARTA - Setiap aksi perusahaan jasa keuangan di tanah air bakal terpotret secara detail. Hal itu terkait dengan penerbitan rancangan peraturan tata kelola terintegrasi bagi konglomerasi keuangan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Rancangan regulasi yang nanti berbentuk peraturan OJK (POJK) itu diharapkan bisa diterapkan secara menyeluruh pada akhir 2015.
Kepala Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis OJK Boedi Armanto mengatakan bahwa pada dasarnya, beleid anyar itu bertujuan menjaga stabilitas sistem keuangan. Menurut dia, semakin kuat pertumbuhan dan performa industri keuangan di suatu negara justru bertambah ketat pengawasannya.
''Kami mau perusahaan konglomerasi itu prudent. Semua kegiatannya ter-capture oleh OJK. Kami tidak ingin mengulangi krisis finansial 2008 di Amerika Serikat yang, tampaknya, hingga kini susah sembuh,'' ungkapnya di gedung OJK kemarin (25/9).
Saat ini terdapat 31 perusahaan konglomerasi penguasa 70 persen aset sektor jasa keuangan yang totalnya Rp 5.300 triliun. Sebanyak 10 perusahaan merupakan konglomerasi keuangan vertikal, 10 lainnya adalah konglomerasi horizontal, dan sisanya merupakan gabungan vertikal dan horizontal. ''Jumlah perusahaan konglomerasi tersebut bisa bertambah seiring dengan pengetatan melalui regulasi ini,'' ujarnya.
Konglomerasi keuangan vertikal itu apabila keduanya merupakan lembaga jasa keuangan (LJK) dan punya hubungan langsung antara perusahaan induk dan anak secara jelas. Sedangkan model horizontal adalah antar-LJK tidak memiliki hubungan langsung dalam konglomerasi, namun dikendalikan pihak yang sama. ''Karena itu, konglomerasi harus punya entitas utama. Kalau belum siap, OJK akan memilih sesuai dengan kemampuan perusahaan. Tata kelola entitas utama tidak boleh kedodoran,'' jelasnya.
Dalam rancangan regulasi yang tengah dimintakan pendapat publik tersebut, OJK juga menetapkan aturan pengawasan secara terintegrasi. Yakni, meliputi pengawasan berdasar profil risiko, manajemen risiko, corporate governance, dan permodalan. Dari sisi manajemen risiko, misalnya, OJK akan menekankan pada sepuluh risiko perusahaan. Di antaranya, risiko kredit, strategis, risiko kepatuhan, risiko intragrup, dan risiko asuransi.
Pengaturan perusahaan konglomerasi itu mendapat respons positif dari kalangan industri. Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk Jahja Setiaatmadja pernah mengatakan, dengan rasio permodalan yang diterapkan saat ini mencapai 17 persen, pihaknya optimistis mampu melingkupi seluruh grup usahanya. ''Misalnya, BCA Finance. Jika ada kerugian, bisa diambil dari labanya yang hampir Rp 1 triliun,'' katanya. (gal/c4/oki)
BACA JUGA: Ini Tiga Sektor Penopang Ekonomi Jatim
BACA ARTIKEL LAINNYA... Satukan Pembayaran Airport Tax dan Tiket, Garuda Indonesia Rugi
Redaktur : Tim Redaksi