OKI Tunjuk Indonesia jadi Pusat Vaksin dan Bioteknologi

Sabtu, 09 Desember 2017 – 07:46 WIB
Menkes Nila Moeloek. Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Konferensi Tingkat Menteri Kesehatan Organisasi Kerja Sama Islam (KTM OKI) ke-6 di Jeddah Kamis lalu (7/12) menetapkan Indonesia sebagai Centre of Excellence on Vaccine and Bio-technology Products.

Menkes Nila F. Moeloek menyatakan kepercayaan tersebut merupakan pengakuan atas kinerja pemerintah Indonesia terkait industri vaksin dan produk bioteknologi yang lebih maju dibandingkan umumnya di negara-negara anggota OKI.

BACA JUGA: Menkes Pastikan tak Ada Opsi Cost Sharing Atasi Defisit BPJS

”Indonesia merupakan satu-satunya negara anggota OKI yang memiliki industri vaksin imunisasi lengkap yang diakui WHO,” tuturnya.

Lebih lanjut Nila menjelaskan bahwa upaya tersebut merupakan lanjutan dari berbagai upaya Indonesia untuk mendorong pengakuan industri farmasi Indonesia di manca negara.

BACA JUGA: Banyak Pengungsi Gunung Agung Mulai Terserang ISPA

Pendirian Centre of Excellence on Vaccine and Bio-technology Products ini sangat penting untuk kemandirian negara-negara OKI dalam penyediaan vaksin dan produk bio-teknologi.

Melalui Centre of Excellence ini diharapkan dapat dilakukan riset bersama vaksin dan ketersediaan bioteknologi.

BACA JUGA: Menkes Manfaatkan Pekarangan untuk Bercocok Tanam

Dalam kesempatan Konferensi tersebut, Indonesia juga menampilkan beberapa praktek terbaik Pembangunan Indonesia Sehat, pelayanan kesehatan haji dan industri farmasi Indonesia, dalam pameran yang diselenggarakan pada Konferensi ini.

Sementara itu Guru Besar Vaksinologi dan Kajian Bioterorisme Universitas Airlangga, Surabaya, CA Nidom turut bangga dengan terpilihnya Indonesia sebagai Centre of Excellence on Vaccine and Bio-technology Products.

”Tapi saya tidak merasa aneh karena sudah dari beberapa tahun lalu Indonesia "dilirik" sebagai pusat baksin OKI. Saingan Indonesa hanya Iran,” ungkapnya.

Nidom melanjutkan sebagai negara berpenduduk muslim tertinggi, Indonesia punya industri vaksin yang sudah medapatkan pengakuan dari Badan kesehatan dunia (WHO).

Menurutnya pengakuan tersebut harus menjadi pendorong lebih kuat. Misalnya dari sisi bisnis, dukungan politik pemerintah, masyarakat dan yang tidak kalah adalah para peneliti serta institusi riset.

”Saya sebagai peneliti vaksin dan bioteknologi yang sudah 10 tahun kerjasama dengan PT.Bio Farma, sering merasa "dibiarkan sendirian" oleh para pemangku kepentingan,” ungkapnya.

Nidoma menyarankan agar memperkuat riset. Riset menurutnya sebagai hulu pembuatan vaksin dan bioteknologi.

”Tidak ada riset, maka tidak akan muncul inovasi. Tidak ada inovasi, jangan harap ada inventasi dan pertumbuhan ekonomi,” ujar Nidom.

Menurut Nidom sayangnya selama ini sarana dan prasarana riset di Indonesia "dikuasai" oleh para pihak yang hanya mengedepankan kekuasaan.

”Yang harus dihindari, jangan sampai kita yang diakui tapi orang lain yang menikmati,” tuturnya. (lyn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kasus Tiara Debora, RS Mitra Keluarga Kena Sanksi Teguran


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler