Oknum Penyidik Diduga Fasilitasi Masuknya Pemegang Saham Baru di PT ASM & Rugikan Ahli Waris

Kamis, 12 Desember 2024 – 19:36 WIB
Petrus Selestinus. Foto: Dokpri for JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Kuasa hukum Julia Santoso Petrus Selestinus SH menilai perubahan Anggaran Dasar, perubahan Struktur Direksi dan Pemegang Saham serta Penambahan Modal Dasar PT Anugrah Sukses Mining (ASM) melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) ilegal, merugikan kliennya dan cacat hukum.

Diketahui, PT ASM adalah anak usaha PT Harum Resources (HR) milik almarhum Irawan Tanto, suami dari Julia Santoso dan ayah dari 4 anak yang merupakan ahli warisnya.

BACA JUGA: Respons Petrus Selestinus Terkait SP3 KPK

Petrus kemudian membeberkan kronologi peristiwa yang kemudian menimbulkan kerugian pada kliennya hingga harus menghadapi apa yang disebut sebagai kriminalisasi oleh oknum penyidik di Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.

Bermula dari Irawan Tanto, kini almarhum, pada 2007 mendirikan PT HR dengan susunan pemegang saham terdiri dari Irawan Tanto (4.950 lembar) dan Soter Sabar Gunawan Harefa (50 lembar, sekadar memenuhi syarat pendirian PT).

BACA JUGA: Lepas Saham Baru Senilai Rp 40 Triliun

PT HR, kata Petrus, memiliki anak usaha, yakni PT ASM yang bergerak di bidang pertambangan Nikel dan memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP), dan Izin Operasi Produksi (IOP) No 540/KEP/315/2013, dengan pemegang saham terdiri dari PT HR 19.950 lembar, dan Linda Pujianto 50 lembar.

Pada 2011 hingga 2013, kata Petrus, PT HR bersepakat mengadakan perjanjian kerja sama dengan perusahaan asing, yakni China Tianjin International Economic & Technical Cooperation Group Corporation (CTIE) yaitu Agreement for Nickle Ore Mining Operation and Production Right; Supplementary Agreement Amandement; dan Frame Agreement.

BACA JUGA: SIG Dapat Restu Terbitkan Rp 1,07 Miliar Saham Baru

Namun, kata Petrus, pada 15 November 2013 ketiga perjanjian itu dibatalkan atas dasar kesepakatan bersama para pihak, dan selanjutnya dibuat perjanjian baru, yaitu perjanjian tanggal 15 November 2013 antara PT HR sebagai Pihak A; PT ASM sebagai Pihak B; CTIE sebagai Pihak C; dan Tian Jinshengda Co Ltd (TJI) sebagai Pihak D.

Perjanjian tersebut, kata Petrus, memuat kesepakatan bahwa pihak TJI berkeinginan untuk bekerja sama dalam usaha tambang Nikel dengan membeli saham milik PT ASM sebanyak 51 persen dengan syarat harus membayar harga saham yang masih tersisa/belum dibayar sebesar 3.100.000 dolar AS (sebelumnya sudah bayar uang muka 1.500.000 dolar AS); membayar tambahan uang sebesar 500.00O dolar AS setelah Izin Kehutanan/Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan diterbitkan oleh pemerintah; dan bertanggung jawab akan melaksanakan kewajiban-kewajiban lainnya.

"Ternyata pihak TJI sama sekali tidak memenuhi kewajiban hukumnya kepada PT ASM maupun PT HR," cetus Petrus.

Akibatnya, kata Petrus, Irawan Tanto selaku pemegang saham pengendali PT HR maupun PT ASM dengan iktikad baik mengirimkan email ke TJI ataupun CTIE untuk mempertanyakan tindak lanjut pelaksanaan kerja sama yang telah diperjanjikan, tetapi tidak ada realisasinya, dan itu pun tidak ada tanggapan sama sekali dari pihak TJI maupun CTIE.

Timbul Perselisihan

Pada 19 dan 21 Oktober 2021, kata Petrus, Hadi Irwanto, Kuasa Hukum TJI dan CTIE memgirim somasi, menuntut pelaksanaan perjanjian kepada Soter Sabar Gunawan Harefa selaku Direktur PT HR, dan Pandi Santoso selaku Direktur PT ASM.

Pada 1 November 2021, kata Petrus, Hadi Irwanto membuat laporan ke Bareskrim Polri terhadap pengurus PT ASM maupun PT HR atas tuduhan melakukan tindak pidana melanggar Pasal 378 dan Pasal 372 KUHP dan/atau Pasal 3 atau 4 atau 5 UU No 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

"Padahal laporan dimaksud tidak mengandung kebenaran dan tidak beralasan hukum, karena faktanya yang melakukan wanprestasi adalah pihak TJI dan CTIE sendiri berupa melanggar perjanjian kerja sama, yaitu tidak memenuhi kewajiban yang diperjanjikan (wanprestasi)," tukas Petrus yang juga Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI).

Atas laporan itu, lanjut Petrus, rupa-rupanya penyidik meresponsnya dengan melakukan tindakan kepolisian berupa pemblokiran rekening bank milik PT ASM, dan menetapkan Soter Sabar Gunawan Harefa sebagai tersangka sekaligus melakukan penahanan, meski kemudian penyidik meng-SP3-kan dan membebaskan Soter dari status tersangka serta melepaskannya dari tahanan.

Pada 19 Oktober 2023, beberapa waktu setelah bebas dari status tersangka dan lepas dari tahanan, Soter diam-diam berbalik arah dan diduga bersekutu dengan pihak pelapor, yaitu CTJE dan TJI membuat undangan RUPSLB PT ASM pada 7 November 2023 di Jakarta dengan agenda antara lain menerbitkan saham baru (right issue) dan melakukan perubahan susunan pengurus (direksi dan komisaris).

Menyikapi undangan RUPSLB tersebut, kata Petrus, Linda Pujianto selaku pemegang saham 1% di PT ASM mengirim surat keberatan, sehingga RUPSLB tidak terlaksana, sementara Julia Santoso selaku ahli waris Irawan Tanto, pemegang saham mayoritas 99%, tidak diundang atau tidak mendapat undangan RUPSLB.

"Namun, demikian Soter pada 17 November 2023 kembali mengirim undangan RUPSLB PT ASM pada 4 Desember 2023 di Surabaya dengan agenda melakukan peningkatan modal dasar, melakukan perubahan komposisi pemegang saham, memutuskan untuk mengesampingkan ketentuan anggaran dasar perseroan, dan melakukan perubahan susunan direksi dan komisaris.

"Linda Pujianto kembali mengajukan keberatan seraya memberikan somasi kepada Soter, namun tidak digubris, dan RUPSLB itu tetap berjalan dan berhasil melakukan perubahan," sesal Petrus.

Pada 14 Desember 2023, kata Petrus, seseorang bernama Rutinsih Maherawati melaporkan kliennya, Julia Santoso ke Bareskrim Polri dengan sangkaan melakukan penggelapan uang perusahaan PT ASM dan TPPU.

Atas laporan tersebut, kata Petrus, kliennya akan menuntut secara pidana dan perdata. Petrus pun mempertanyakan siapa Rutinsih Maherawati dan dalam kapasitas apa melaporkan kliennya?

"Mengapa pula Soter Sabar setelah ditetapkan menjadi tersangka kasusnya jalan di tempat hingga di SP3 oleh Bareskrim, kok semakin getol melakukan tindakan korporasi yang berpihak kepada dan diduga berkonspirasi dengan pelapornya (pihak TJI dan CTIE), termasuk melakukan RUPSLB PT ASM secara ilegal dan melawan hukum dan diduga menempatkan keterangan palsu ke dalam Akta Otentik dengan notaris dan pihak-pihak yang berafiliasi dengan TJI dan CTIE?" tanya Petrus.

"Mengapa kasus perdata murni disulap menjadi kasus pidana lantas Bareskrim getol melakukan penyelidikan dan penyidikan secara tumpang-tindih dan tidak profesional dengan menabrak KUHAP dan peraturan perundang-undangan lainnya?" lanjut Petrus.

Petrus menambahkan, kasus ini akan menjadi skandal besar dalam praktik penyidikan di Bareskrim karena terdapat pola kerja penyidik yang tidak netral, memihak kepentingan pelapor, menyalahi prosedur dan diduga dikendalikan oleh mafia tambang, yang akan ia buka di Komisi III DPR RI dan lain-lain.(ray/jpnn)


Redaktur & Reporter : Budianto Hutahaean

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler