Oknum TNI AU Dinilai Ciderai Profesi Jurnalis

Kamis, 01 November 2012 – 14:13 WIB
JAKARTA – Belasan wartawan yang tergabung dalam Solidaritas Wartawan Anti Kekerasan (SOWAT) kembali menggelar aksi damai mendesak disegerakannya proses hukum terhadap oknum Perwira TNI AU yang melakukan tindak kekerasan terhadap wartawan di Riau, saat jatuhnya pesawat tempur Hawk 200 dua pekan lalu.

Dalam aksi yang dilakukan di kantor Kementrian Pertahanan RI, Jalan Medan Merdeka Barat, Kamis (1/11), Ketua Persatuan Wartawan Jakarta, Adi Lala, menyerahkan surat terbuka kepada Menteri Pertahana, Purnomo Yusgiantoro, yang diterima oleh Teguh dari perwakilan Kemenhan. Surat ini merupakan tembusan surat kepada Panglima TNI, Agus Suhartono yang dikirim Sowat dan sejumlah lembaga seperti AJI Indonesia, AJI Jakarta, LBH Pers, PWJ, PFI, IJTI, PWI Pekanbaru dan KontraS.

Pada aksi damai ini, pengurus Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Imam Nugroho, mengatakan aksi kekerasan terhadap wartawan di Pekanbaru, Riau dua pekan lalu oleh Perwira TNI AU, Letkol Robert Simanjuntak dan anggotanya begitu nyata dan telah menciderai profesi jurnalis yang dilindungi oleh Undang-undang.

"Wartawan (Didik Herwanto) dicekik, dipukul dan dirampas kameranya. Apa kita akan terus biarkan profesi jurnalis diciderai seperti ini? Padahal profesi jurnalis nyata-nyata dilingungi Undang-undang," kata Imam. Aksi itu juga menimpa 6 wartawan lainnya yang meliput peristiwa tersebut.

"Jurnalis adalah mata dan telinga masyarakat, ketika jurnalis dicederai, maka tercederai juga hak-hak masyarakat untuk memperoleh informasi," sambungnya.

Wartawan juga menyayangkan upaya pengaburan proses hukum terhadap Letkol Robert Simanjuntak dan anggotanya yang diduga melakukan kekerasan pada wartawan, karena ada informasi sejumlah pelaku telah dimutasi dari Riau. Hal itu dinilai akan menyulitkan proses penyidikan

"Kami mencatat terjadi kejanggalan proses hukum terhadap aparat yang melakukan tindak kekerasan terhadap wartawan di Riau. Pertama Robert Simanjuntak sudah dimutasi, artinya ini sedikitnya akan menciderai proses hukum yang dilakukan. Harusnya pelaku tetap di Riau," tegas tim advokasi wartawan dari LBH Pers, Dedi Ali.

Kemudian dalam proses BAP terindikasi sejumlah kejanggalan. Pasalnya penyidik POM TNI AU mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang cenderung pada pembiasan fakta dan kronologis kejadian tindak kekerasan terhadap wartawan di lokasi jatuhnya pesawat tempur Hawk 200 milik TNI AU di Riau.

Setelah berorasi dan menyampaikan surat tuntutan terbuka kepada Kemenhan, Sowat langsung menuju Istana Negara untuk menyerahkan surat serupa kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Surat itu diterima oleh Paspampres dan diminta untuk diserahkan kepada Presiden.

Dedi berharap Presiden selaku Panglima Tertinggi dapat mendorong agar kasus kekerasan pada wartawan diproses sesuai hukum yang berlaku demi keadilan bagi korban dan demi ditegakkannya UU Pers.(fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bantu Neneng Kabur, Dua Warga Malaysia Terancam 12 Tahun Penjara

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler