Olimpiade

Senin, 26 Juli 2021 – 12:26 WIB
Orang-orang memprotes Olimpiade Tokyo 2020 di dekat Stadion Nasional Tokyo, sebelum upacara pembukaan pada Jumat malam. Foto: AP/Kntaro Komiya

jpnn.com - Olimpiade Tokyo akhirnya tetap digelar meskipun banyak protes penolakan dari warga Jepang sendiri.

Olimpiade ini seharusnya diselenggarakan pada 2020, tetapi karena kondisi pandemi, perhelatan olahraga multi-ajang ini baru bisa diselenggarakan pada 2021.

BACA JUGA: Klasemen Olimpiade Tokyo 2020 Hingga Senin Pagi, Indonesia Setara Brasil

Nasib yang sama dialami oleh perhelatan sepak bola Euro 2020 yang baru bisa digelar pada 2021, karena kondisi pandemi.

Bedanya, Euro 2020 kali ini digelar dengan kehadiran penonton ke stadion. Beberapa pertandingan, seperti di Budapest, Hungaria, disaksikan oleh penonton penuh full capacity stadion.

BACA JUGA: Praveen/Melati Dipaksa Mengakui Keunggulan Wakil Tuan Rumah Olimpiade Tokyo 2020

Beberapa pertandingan lain di sebelas kota di seluruh Eropa, digelar dengan kehadiran penonton 40 sampai 50 persen kapasitas stadion.

Pertandingan final antara Inggris vs Italia di Stadion Wembley (12/7), London digelar dengan penonton yang memenuhi 40 persen kapasitas stadion.

BACA JUGA: Eko Yuli Irawan Sumbang Perak Pertama Bagi Indonesia di Olimpiade Tokyo 2020

Di antara suporter itu ribuan orang datang dari Italia. Pemerintah Inggris melonggarkan persyaratan karantina bagi warga negara asing. Mereka boleh masuk dengan catatan sudah divaksinasi.

Pada saat yang bersamaan, di Amerika Selatan digelar perhelatan sepak bola Copa America antar-negara Amerika Selatan. Beda dengan di Eropa, di Amerika Selatan pertandingan digelar tanpa penonton.

Namun, pertandingan final antara Brasil melawan Argentina di Stadion Maracana, Rio de Janeiro (11/7) dihadiri oleh 7.800 penonton atau sepuluh persen dari kapasitas stadion terbesar di Brasil itu.

Otoritas sepak bola Amerika Selatan memindah venue pertandingan final yang semula dijadwal di Kolombia ke Brasil. Alasan utamanya adalah kondisi Kolombia yang dinilai tidak memenuhi syarat, akibat penularan pandemi yang tinggi.

Pemindahan venue pertandingan final ke Brasil juga menimbulkan tanda tanya sekaligus protes dari banyak aktivis Brasil, karena kondisi penularan pandemi di negara itu sebenarnya tidak lebih baik dari Kolombia.

Brasil menjadi salah satu black spot, lokasi hitam, terburuk penularan pandemi di seluruh dunia. Tercatat setengah juta orang meninggal dunia akibat pandemi di Brasil.

Penanganan pandemi di Brasil dianggap sebagai salah satu yang terburuk di dunia, dan karenanya Brasil selalu menjadi tiga besar negara dengan penularan terbesar bersama India dan Indonesia.

Presiden Brasil Jair Bolsonaro, yang beraliran populis kanan, dikenal sangat abai dalam penannganan pandemi. Ia dikenal anti-masker dan anti-prokes. Bolsonaro sendiri sudah pernah terjangkit virus, tetapi bisa diselamatkan.

Bolsonaro dikenal dengan sebutan ‘’Trump Tropis’’ atau ‘’Tropical Trump’’, karena gaya kepemimpinannya dianggap sama dengan Donald Trump, mantan presiden Amerika Serikat. Dua orang itu sama-sama percaya bahwa Covid-19 adalah virus buatan yang sengaja disebar untuk merusak tatanan dunia.

Donald Trump sudah kalah dalam pemilu 2019. Sekarang Bolsonaro menghadapi gelombang protes besar dan dituntut untuk mengundurkan diri, karena dianggap tidak kompeten dalam menangani pandemi.

Di Eropa, perhelatan Euro 2020 sukses besar. Penonton Eropa sangat antusias, dan siaran langsung seluruh pertandingan ke seluruh dunia disaksikan oleh ratusan juta orang. Namun, otoritas kesehatan dunia, WHO sudah mengingatkan bahwa bahaya besar mengancam karena besarnya kerumunan selama pertandingan.

Sekarang ini, dua minggu setelah perhelatan selesai, tingkat penularan virus di sejumlah negara Eropa naik lagi. Varian Delta sudah menyebar ke 100 negara di seluruh dunia, termasuk ke Eropa. Minggu ini kenaikan kasus di Eropa tercatat mengalami kenaikan sepuluh persen.

WHO menyatakan lonjakan kasus infeksi virus di Eropa ini disebabkan oleh kerumunan penonton yang memadati pub dan bar di kota yang menghelat pertandingan Euro 2020.

Eropa sukses menekan penularan sehingga menurun selama sepuluh pekan berturut-turut sampai pertengahan Juli. Sekarang, angka penularan melonjak lagi setelah perhelatan Euro 2020 selesai.

Menurut WHO, kenaikan kasus infeksi baru Covid-19 yang terkait pelaksanaan Euro 2020 itu diduga karena negara-negara penyelenggara melonggarkan aturan perjalanan dan protokol kesehatan.

Kritik juga datang dari pemerintah Jerman. Menteri Dalam Negeri Jerman, Horst Seehofer menyebut keputusan Asosiasi Federasi Sepakbola Eropa (UEFA), yang mengizinkan penonton memenuhi stadion, sebagai perbuatan yang sangat tidak bertanggung jawab.

UEFA menampik dengan mengatakan bahwa standar prokes tinggi sudah diterapkan untuk suporter yang menonton pertandingan.

Namun, kenyataan sekarang menunjukkan bahwa Eropa terkena penularan gelombang ketiga, dan kerumunan Euro 2020 dianggap sebagai penyebab utama.

Di Jepang Olimpiade Musim Panas 2021 tetap digelar meskipun ditentang keras oleh mayoritas warga Jepang. Ratusan orang berdemo di depan stadion saat pesta pembukaan (23/7).

Di Jepang sangat jarang terjadi demo besar. Namun, kali ini gelombang demo penolakan cukup besar, karena warga menganggap Olimpiade akan membawa konsekuensi penularan pandemi.

Sebagai tanda protes, beberapa waktu yang lalu puluhan ribu relawan panitia Olimpiade mengundurkan diri.

Beberapa rumah sakit menempel poster bertuliskan '’Hentikan Olimpiade'’ di jendela-jendela, dan ratusan kota berhenti memberikan dukungan terhadap atlet lokal yang berpartisipasi.

Penolakan besar-besaran ini tidak didengarkan oleh pemerintah Jepang. Olimpiade tetap berjalan. Perdana Menteri Yoshihide Suga menyarankan agar warga menonton pertandingan dari rumah mereka masing-masing.

Salah satu tindakan yang diambil pemerintah adalah membatasi jumlah penonton dalam stadion. Beberapa stadion dibatasi jumlah maksimum penonton sekitar 5.000 orang. Hanya warga lokal yang dipernbolehkan masuk ke stadion, dan penonton dari luar negeri sepenuhnya dilarang mengunjungi Jepang.

Jepang seperti masuk perangkap. Panitia tidak bisa membatalkan pelaksanaan Olimpiade karena bisa dituntut besar-besaran oleh Komite Olimpiade Internasional (International Olympics Committee) atau IOC.

Karena itu, Presiden IOC Thomas Bach yang berkunjung ke Jepang sebelum pembukaan mendapat protes keras dari para pedemo.

Kemarahan warga memuncak karena IOC dianggap hanya mementingkan keuntungan finansial, tanpa memperhatikan ketakutan warga terhadap pandemi. Atlet-atlet Jepang mendapatkan banyak pesan yang mengharapkan mereka mengundurkan diri dari pertandingan.

Di acara pembukaan pengunjuk rasa meneriakkan penolakannya, "Kami tidak ingin Olimpiade di negara ini! Tidak ada Olimpiade!". Hasil jajak pendapat menunjukkan bahwa mayoritas warga Jepang menentang penyelenggaraan Olimpiade karena khawatir akan penularan Covid-19.

Indonesia ikut ambil bagian dalam Olimpiade Tokyo ini. Dua atlet Indonesia dari cabang angkat besi sudah memperoleh dua medali. Medali pertama perunggu diraih oleh Windy Cantika Aisah, dan medali perak diraih Eko Yuli Irawan. Ini merupakan capaian yang cukup membanggakan bagi Indonesia.

Indonesia sendiri sedang menghadapi dilema mirip dengan Olimpiade Tokyo. Pemerintah sudah menetapkan bahwa PON (Pekan Olahraga Nasional) akan digelar di Papua, 2 sampai 15 Oktober 2021.

Di tengah situasi pandemi yang belum menentu, pelaksanaan PON akan menghadapi risiko yang sama, antara memburu prestasi dan menahan laju penularan pandemi. (*)

 

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler