Ombusman Merasa Bisa Jemput Paksa Firli Bahuri dengan Bantuan Polri

Selasa, 30 Mei 2023 – 21:30 WIB
Ombudsman Republik Indonesia menyatakan memiliki wewenang untuk menjemput paksa Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri lantaran tidak kooperatif dengan panggilan. Ilustrasi Foto: Dok. Ombudsman RI

jpnn.com, JAKARTA - Ombudsman Republik Indonesia menyatakan memiliki wewenang untuk menjemput paksa Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri lantaran tidak kooperatif dengan panggilan.

Ombudsman menyesalkan sikap Firli Bahuri dan Sekretaris Jenderal (Sekjen) KPK Cahya Hardianto Harefa yang dinilai tidak kooperatif, memberikan keterangan terkait pemberhentian Brigjen Endar Priantoro dari jabatan Direktur Penyelidikan KPK. Sebab, KPK secara kelembagaan malah mempertanyakan balik kewenagan Ombudsman RI dalam menangani dugaan malaadministrasi pemberhentian Endar Priantoro.

BACA JUGA: Hari Kebangkitan Nasional, Firli Bahuri: Bebaskan Indonesia dari Korupsi

Upaya pemanggilan paksa ini dilakukan, setelah Ombudsman RI melayangkan surat pemanggilan sebanyak dua kali pada 11 Mei dan 22 Mei 2023. Namun, dua panggilan pemeriksaan itu tak diindahkan oleh KPK.

"Kami sampaikan disana bahwa bila hingga pemanggilan ketiga pihak terlapor tidak juga datang memenuhi permintaan keterangan secara langsung oleh Ombudsman RI, maka sesuai dengan peraturan perundang-undangan, kami punya beberapa opsi," kata Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng di kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan, Selasa (30/5).

BACA JUGA: Oca Mengaku Sudah Berikan Keterangan ke KPK soal Laporan terkait Sekretaris MA

Opsi pertama, kata Robert, pihak terlapor tidak menggunakan haknya untuk memberikan jawaban atas pelaporan yang dituduhkan. Opsi ini dilakukan, apabila pihak terlapor mempunyai kendala teknis, sehingga tidak memahami terhadap kasus yang ditangani Ombudsman.

"Kami kemudian menganggap yang bersangkutan tidak menggunakan haknya, dan ombudsman melanjutkan proses pemeriksaan tanpa keterangan, informasi, dan klarifikasi dari pihak yang bersangkutan. Ini terjadi di sejumlah kasus," ucap Robert.

BACA JUGA: Jokowi Sudah Gerah, Lalu Perintahkan Kapolri Jangan Ada yang Melindungi Perdagangan Orang Lagi

Opsi kedua, lanjut Robert, Ombudsman RI melakukan upaya jemput paksa, sebagaimana diatur dalam Pasal 31 UU 37 Tahun 2008, Ombudsman bisa menghadirkan terlapor secara paksa, pemanggilan paksa dengan bantuan Polri.

"Ini opsi yang diambil ketika kami menilai ketidakhadiran itu karena unsur kesengajaan, apalagi secara terang benderang menyampaikan argumentasi yang justru mempertanyakan kewenangan Ombudsman," cetus Robert.

Sebagaimana diketahui, Endar Priantoro melayangkan keberatan ke KPK pada Rabu (12/4) lalu. Keberatan itu disampaikan, karena menganggap ada perbuatan penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan pimpinan KPK dan Sekretaris Jenderal KPK.

Hal ini terkait dengan pemberhentian dengan hormat dan pengembalian dirinya ke instansi Polri. Selain itu, Endar juga turut melaporkan Firli Bahuri ke Dewas KPK dan Ombudsman RI.

Endar Priantoro menduga terdapat perbuatan malaadministrasi dalam pemberhentian dirinya yang dilakukan Pimpinan KPK. Menurutnya, maladministrasi tersebut dalam bentuk perbuatan melawan hukum, melampaui kewenangan, penggunaan wewenang untuk tujuan lain, serta pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik.

Endar menilai ada intervensi terhadap independensi penegakan hukum yang terus berulang melalui pola yang sama. Hal ini tercermin dari pemberhentian atau pemecatan terhadap pihak yang berupaya menegakkan hukum dan melakukan pemberantasan korupsi. (Tan/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kapolri Buka Peluang Selidiki Pembocor Putusan MK terkait Uji Materi Kepemiluan


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
KPK   Ombudsman   Firli Bahuri   Polri  

Terpopuler