Omnibus Law RUU Cipta Kerja Jauh Lebih Efisien

Rabu, 12 Agustus 2020 – 20:33 WIB
Melalui RUU Cipta Kerja, pemerintah siapkan kebijakan pemulihan ekonomi pascapandemi corona. Foto dok Kemenko Perekonomian

jpnn.com, JAKARTA - Pakar hukum Perdata Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Agus Prihartono menilai penerapan sistem Omnibus Law RUU Cipta Kerja dalam menyelesaikan permasalahan tumpang tindih regulasi dan sulitnya investasi masuk jauh lebih efisien dari segi biaya dan waktu.

"Metode Omnibus Law ini sudah tepat diterapkan untuk menyelesaikan permasalahan tumpang tindih aturan dan sulitnya investasi masuk ke Indonesia. Secara anggaran dan waktu jelas lebih efektif karena semuanya diselesaikan dalam satu aturan besar," ujar Agus dalam diskusi virtual bertajuk 'Akankah RUU Cipta Kerja Disahkan?', Rabu (12/8).

BACA JUGA: Bank Dunia Komentari Soal Omnibus Law Cipta Kerja

Sistem Omnibus Law yang memungkinkan 74 Undang-Undang terkait dibahas dalam satu payung hukum, menurut Agus, sangat efisien secara anggaran legislatif.

"Coba bayangkan kalau kita melakukan perubahan sebanyak 74 Undang-Undang, pasti biaya legislasinya akan sangat besar sekali," kata pria yang juga merupakan Dekan Fakultas Hukum Untirta ini.

BACA JUGA: Omnibus Law Cipta Kerja Harusnya Sudah Dibikin Bertahun-tahun Lalu

Selain itu, efisiensi waktu juga sangat diakomodir melalui penerapan sistem Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Mengingat masih cukup banyak kekurangan dari Undang-Undang terkait kemudahan berusaha di Indonesia saat ini.

"Ini program prioritas pemerintah, menghilangkan hambatan berusaha di Indonesia. Omnibus Law ini bisa kami harapkan sebagai wadah solutif terhadap kekurangan UU yang ada. Ibaratnya, sekali mendayung bisa 74 lebih pulau terlewati," kata Agus.

BACA JUGA: MUI Sampaikan Masukan ke DPR Terkait Omnibus Law RUU Cipta Kerja

Omnibus Law sebenarnya sudah banyak sekali diterapkan di negara-negara dengan sistem hukum Common Law. Utamanya untuk meningkatkan iklim dan daya saing investasi.

"Kalau dibandingkan dengan Singapura, di sana cukup dua perizinan dan aturan saja yang perlu dipenuhi untuk memulai usaha. Di Indonesia? Jumlah izin dan aturan yang perlu dilewati sangat banyak. Dengan kondisi saat ini, kita tidak akan pernah bisa bersaing," tandas Agus.(chi/jpnn)


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler