jpnn.com - JAKARTA - Peneliti Utama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro menilai perlawanan Fahri Hamzah kepada PKS merupakan langkah wajar. Sebab menurut Siti, PKS tidak konsisten dalam menyikapi para kadernya yang dinilai merugikan partai.
"Wajar Fahri melawan sebab PKS tak konsisten. Kalau Fahri dinilai melanggar aturan partai, tak bisa mewakili partai, maka harus ada konsistensi dalam memberikan penalti bagi kader yang melalukan pelanggaran serupa. Kalau koruptor seperti mantan Presiden PKS, Lutfi Hasan Ishak atau mantan Gubernur Sumut, Gatot Pudjo Nugroho, atau Arifinto yang menonton film porno tidak dipecat, Fahri harusnya juga tak dipecat," kata Siti di Jakarta, Senin (25/4).
BACA JUGA: Menteri Yasonna Diminta Buat Terobosan Baru di Lapas
Mestinya lanjut Siti, hal tersebut cepat direspon agar PKS tidak terkena fitnah oleh argumentasi Fahri bahwa ada keputusan yang diskriminatif terhadap dirinya.
"Kalau dibaca, sebenarnya Fahri menuntut kenapa koruptor tidak dipecat? Sedang Fahri yang kritis dinilai jauh lebih mempermalukan partai ketimbang para koruptor," jelasnya.
BACA JUGA: Luhut Panjaitan Keluarkan Rp 30 Miliar per Tahun
Sikap elit PKS seperti ini jelas Siti, tentu tidak pas sehingga membuat PKS tidak lagi menjadi partai kader dan sama dengan partai-partai lainnya yang menjadikan ketua umumnya sebagai dewa pengambil keputusan yang mutlak.
"Ketua umum dalam partai kader yang modern harusnya manager saja. Tapi yang terjadi bisa jadi capres, jadi cawapres, memecat kader yang berseberangan. Kalau seperti ini, PKS mengalami kemunduran. Ketua umum yang enjoy disanjung-sanjung tentunya tidak reformis," jelasnya.
BACA JUGA: LUAR BIASA! Ini Rekor Dunia
Ketua umum yang reformis ujarnya, justru akan mendorong kader-kadernya yang potensial untuk maju. Dia akan mengelola perbedaan dengan kelihaian dan menjadikan partai sebagai rumah bagi kadernya berkreasi bukan dengan otoriter membangun dinasti.
"Dalam partai yang demokratis, tidak ada suara kader yang berbeda dipendam apalagi sampai memecat. Kalau seperti ini tidak ada bedanya dengan partai dinasti," imbuhnya.
Apa yang terjadi di PKS saat ini menurut Siti, sama seperti yang terjadi di partai lain pada umumnya dimana kontestasi dan friksi di antara kader tidak terwadahi secara baik sehingga tidak ada solusi. Kontestasi ujarnya, tidak berjalan objektif dan transparan.
Seharusnya, penilaian yang terkait kader dibuat secara kelembagaan dan menjadi panduan bagi para elit untuk mengambil keputusan.
"Atas dasar apa kader diberikan reward atau punishment. Ini harus jelas dihadirkan oleh parpol, agar tidak menimbulkan kesewenangan. Kalau tidak jelas yang rugi partai itu sendiri," terangnya.
Oleh karena itu kehebohan antara PKS dan Fahri harusnya menginspirasi PKS untuk menata ulang partainya. Peraturan dan keputusan pun direview kenapa ada yang korupsi tidak dipecat, kenapa karena dianggap tidak patuh pada ketua umum harus dipecat.
"Kalau Fahri dianggap tidak representatif sehingga harus dijatuhkan sanksi, maka harus dijawab apakah koruptor tidak dijatuhkan sanski juga merupakan representasi partai? Ini harus disandingkan dengan adil," pungkas Siti.(fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Eits..Jangan Mudah Percaya Paket Murah
Redaktur : Tim Redaksi