jpnn.com - JAKARTA - Ketua PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zaenal Abidin menyampaikan beberapa usulan mengenai internship, setelah meninggalnya dokter Dionisius Giri Samudra, yang sedang mengikuti program internship di Kepulauan Aru, Maluku.
Pertama, terkait pembekalan dokter sebelum internship ke daerah. Menurut Zaenal, selama ini pembekalan dari pusat tidak dilakukan. Pembekalan ini bertujuan agar dokter tahu kondisi di daerah bakal tempat mengabdinya selama satu tahun ke depan.
BACA JUGA: Menkes: Saya Agak Terburu-buru saat Dijegal
Kemudian, terkait masa tunggu dokter untuk menempuh internship sebagai syarat praktek mandiri. IDI menyarankan agar fasilitas kesehatan untuk magang tak hanya di rumah sakit atau fasilitas kesehatan milik pemerintah saja. Sehingga, waiting list mereka tidak akan mengular hingga beratus-ratus antrian.
Selain itu, masalah gaji bagi para internship juga diminta untuk dinaikkan. Menurutnya, angka 2,5 juta tidak mumpuni apalagi untuk dokter yang berada di daerah terpencil.
BACA JUGA: Pernyataan Menkes Bikin Para Dokter Tersinggung
Menanggapi hal tersebut, Kepala Badan PPSDM Kemenkes Usman Sumantri menuturkan, beberapa hal telah menjadi kajian oleh pihaknya dan terealisasi tahun depan. Tentang pembekalan oleh pusat misalnya.
"Jadi memang sudah dibicarakan. Kami menyusun anggaran tahun ini dan baru dapat digunakan tahun depan. Mereka akan kita bekali tentang kondisi di lapangan. Pembekalan selama satu minggu," jelas Usman.
BACA JUGA: Politikus PKS Tak Habis Pikir Pengacara Indonesia Terlibat IPT
Dia turut menyinggung soal gaji bagi dokter internship. Menurutnya, meski itu bukan gaji tapi bantuan biaya hidup, pihaknya juga berniat menaikkan angka tersebut. Rencananya, bantuan sebesar Rp 2,5 juta per bulan itu akan naik hingga kisaran Rp 3,5 sampai 4 juta per bulan. "Tahun lalu hanya Rp 1,2 juta. Ini sudah kita rencanakan," paparnya.
Jumlah tersebut, lanjut dia, sejatinya bukan satu-satunya pendapatan yang diterima oleh para dokter internship. Menurutnya, mereka masih mendapatkan insentif dari daerah dan jumlahnya tidak bisa dibilang rendah.
Di Riau misalnya, dokter internship mendapat intensif dari pemerintah daerah hingga Rp 5 juta sementara di Dobo Rp 6 juta. "Memang tidak semua segitu, tapi sebagian besar tidak jauh dari angka itu," katanya.
Terkait waiting list dokter untuk magang yang cukup panjang, Usman tidak menampiknya. Dia mengakui, antrian memang pernah cukup panjang sejak 2014 lalu. Hal itu disebabkan adanya ketidakharmonisan sejumlah pihak di dunia kesehatan sehingga membuat antrian dokter mengular.
Tapi, itu juga bukan satu-satunya alasan. Lamanya masa tunggu dokter untuk menerima ijazah ketika barau lulus juga berkontribusi besar atas masa tunggu ini. "Sudah kita komunikasikan dengan Kemenristek Dikti. Mereka berjanji akan ada perbaikan. Saat ini waiting list pun semakin berkurang. Ada 500 sekarang," paparnya.
Sementara itu, menyoal pelibatan pihak swasta dalam program internship, Usman menegaskan bahwa hal itu sudah dilakukan. Hanya saja, tidak seluruh RS swasta atau klinik pratama memenuhi syarat yang harus dipenuhi.
"Karena kami, melalui komite internship dokter Indoensia (Kidi), selalu survey dulu lokasinya. Tidak mungkin dokter internship ditempatkan di lokasi seperti PTT atau Nusantara Sehat. Mereka kan masih dalam tahap pemahiran," jelasnya. (mia)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Komandan Seskoal Terima KSAL China
Redaktur : Tim Redaksi