jpnn.com, BANDUNG - Konsep operasi masa kini yang sedang dikembangkan adalah operasi multidimensi, yang berbasis teknologi Network Centric Warfare. Operasi TNI tidak hanya mengandalkan metode peperangan konvensional semata, tetapi pada saat yang sama dibarengi dengan pelibatan Siber TNI, Puspen TNI, Intelijen, Teritorial, Satgas Dukungan, dan upaya diplomasi.
Demikian disampaikan Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto di hadapan 566 Perwira Siswa Seskoad, Seskoal dan Seskoau tahun 2019, bertempat di Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat, Jalan Gatot Subroto No. 96 Bandung, Jawa Barat, Kamis (7/11/2019).
BACA JUGA: Kasal Mendampingi Panglima TNI Sambut Kunjungan Menhan Prabowo Subianto
Panglima TNI mengatakan Network Centric Warfare adalah metode peperangan yang berbasis pada konektivitas jaringan komunikasi dan data secara real time dari markas ke unit-unit tempur dan sebaliknya, untuk mempercepat proses pengambilan keputusan komando, didasarkan pada data-data dan informasi terkini.
“Oleh karenanya dibutuhkan dukungan teknologi tinggi untuk memiliki kemampuan Network Centric Warfare, salah satunya adalah melalui program Interoperability Kodal (Komando Pengendali Latihan) yang sudah diajukan ke Kemhan melalui mekanisme pengadaan alutsista luar negeri,” ujarnya.
BACA JUGA: Perpres 66 Tahun 2019: Wakil Panglima TNI Jenderal Bintang Empat
Panglima TNI menegaskan dalam konteks kekinian, Puspen TNI tidak lagi hanya sebagai institusi penerangan masyarakat tetapi sudah harus berubah menjadi media warrior yang melaksanakan media warfare untuk memenangkan opini publik. Demikian juga dengan Siber TNI, Psikologi TNI, dan Koopssus TNI yang melaksanakan operasi-operasi khusus.
“Upaya mencapai keberhasilan operasi TNI harus dicapai melalui segala lini, dan dilaksanakan secara terintegrasi, dengan tujuan akhir adalah untuk keberhasilan pelaksanaan tugas pokok,” terangnya.
BACA JUGA: Prajurit Lanal Denpasar Ikut Gertak Bersih Pantai Kelan
Marsekal Hadi juga menyampaikan bahwa spektrum ancaman yang sangat kompleks membutuhkan organisasi yang adaptif. Organisasi yang tidak responsif atau tidak adaptif dengan tantangan dan ancaman yang baru akan tenggelam dan digilas perubahan.
“Untuk menjadi organisasi yang adaptif, TNI membutuhkan perwira-perwira yang adaptif pula. Perwira yang tidak alergi dengan perubahan, mampu melihat trend, bersinergi, dan tidak berpikiran sempit,” tegasnya.
Lebih lanjut, Panglima TNI mengatakan, perlu ada perubahan mindset para perwira bahwa situasi saat ini sangat dinamis, cepat berubah dan membutuhkan respon tinggi. “Tidak ada lagi jamannya para komandan santai-santai dan berleha-leha di kursi komandan. Komandan harus turun ke lapangan, melihat fenomena dan trend perubahan ancaman, kondisi masyarakat, anak buah, dan berpikir antisipatif,” tuturnya.
“Terlebih dengan dunia gadget dewasa ini. Jangan kemudian komandan hanya sibuk dengan gadgetnya, abai terhadap perkembangan anak buah. Pembinaan anggota tidak dapat dilepaskan dari tugas dan tanggung jawab setiap Dansat,” tambahnya seperti dilansir dalam siaran pers Kabidpenum Puspen TNI, Kolonel Sus Taibur Rahman.
Pada akhir pembekalannya, Panglima TNI mengingatkan bahwa pendidikan semacam Sesko TNI dan Sesko Angkatan harus dapat mencetak sumber daya manusia unggulan berupa perwira-perwira yang berkualitas.
“Pembinaan para personel tersebut harus berdasar pada merit system, the right man on the right place, serta memperhatikan kemampuan dan prestasi,” katanya.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich