Optimalisasi Excess Capacity Melalui Digital

Kamis, 01 Desember 2016 – 19:57 WIB
Arief Yahya. Foto: dok/JPNN.com

jpnn.com - BATAM - Inilah satu butir implementasi "more digital more professional" yang dipopulerkan Menpar Arief Yahya. Berbincang akrab dengan sekitar 170 industri pariwisata Kepri di Novotel, Batam.

Arief mulai mengajak pelaku bisnis untuk actions mengoptimalkan excess capacity dengan cross selling. "Ini teori saya yang sudah saya tulis di buku Paradox Marketing. Kita akan ciptakan More for Less," katanya.

BACA JUGA: Catena : Cutting Batik ala Jepang

"More for Less, itu artinya You Get More, You Pay Less. Paradoks. Ketika harga didiskon habis, bahkan digratiskan, justru Anda mendapatkan hasil yang lebih besar. Kita ciptakan harga yang membuat orang tidak bisa menolak untuk membelinya. Caranya, kumpulkan excess capacity, lalu dipaket murahkan! Semisalnya kamar hotel yang tidak laku, saat sepi pengunjung, low seasons, antara  Senin sampai Kamistiap pekan ketika tidak ada event," imbuh Arief.

Lalu, tiket feri yang dijual lebih murah di hari-hari sepi penumpang, atraksi seperti restoran, cafe, spa, souvenir shop, dan lainnya juga dibuat program diskon. Semua kapasitas kosong yang sedang low seasons itu dikumpulkan, lalu dibuat paket murah ke Kepri, Batam, Bintan dan sekitarnya. "Buat harganya semurah-murahnya, buat terjangkau, agar affordable. Lalu dipromosikan yang sangat menarik," lanjut Mantan Dirut PT Telkom Indonesia ini. 

BACA JUGA: 7 Makanan Yang Baik Untuk Penurunan Berat Badan

Dari mana pelaku bisnis itu mendapatkan keuntungan, kalau dibuat murah dan bahkan gratis? "Nah, di sinilah yang dimaksud dengan cross selling. Anda bisa mengambil return dari makanan, minuman, paket wisata, dan fasilitas lain yang nonkamar hotel, atau services lainnya. Istilahnya nonoperasional. Bisnis itu selalu mengambil untung dari operasional dan non operasional return," ujar Arief.

Apakah itu akan rugi? Jawabannya, tidak! Malah justru untung, karena services. "Daripada hotel atau atraksi Anda kosong? Okupansinya rendah? Mending tetap isi, mengambil point di services yang lain. Toh kalau hotel kosong, tenaga kerja tetap harus dibayar? Maintenance tetap harus jalan? Jam kerja efektif tetap harus ada karyawan? Tetap mengeluarkan biaya? Nah, makin lama, makin populer, makin ramai, makin terjangkau dan menjadi basic need atau kebutuhan dasar oran untuk jalan-jalan ke Kepri," katanya. 

BACA JUGA: Mau Jadi Vegetarian? Simak Tips ini

Program ini khusus hanya low seasons saja, di saat sepi pengunjung. Kapasitas kosong, memaksimalkan idle capacity. Juga tidak harus semua yang kosong, dengan digital Anda bisa mengatur inventory dengan booking system yang sudah disiapkan. 

Kalau Jumat, Sabtu, Minggu, itu sudah pasti penuh, program ini langsung off. Karena wisman Singapore dan Malaysia itu rata-rata, 90-100 persen full di week end dan saat event international. Tetapi di weekday, tingkat huniannya turun drastis hingga 20 persen, dan 80 persen kosong. 

Dengan digital, yang di-endors oleh Kementerian Pariwisata, ITX (Indonesia Travel Xchange), maka kapasitas kosong itu bisa dengan pasti dijual dan dipromosikan. Tidak harus semuanya, tetapi lebih baik isi daripada fasilitas itu kosong. ITX adalah digital market place, platform yang mempertemukan demand dan supplay. ITX sudah menyediakan website gratis, booking system gratis dan payment engine gratis pula. 

Arief menawarkan konsep ini bukan tanpa pengalaman. Di Telkom, dia pernah melakukan "revolusi harga per user." Dari jualan pulsa per menit Rp 1.000 menjadi Rp 100. Turun drastis. Apakah rugi? Jawabannya sama sekali tidak. Harga pulsa murah, tetapi jumlah pelanggan naik dramatis, dari rata-rata 20 juta, menjadi lebih banyak dari jumlah penduduk Indonesia, dengan perbandingan 1:1,2 atau 120 persen dari jumlah penduduk. 

Jika affordability naik, keterjangkauan kuat, maka berwisata ke Kepri itu akan menjadi basic need. Kebutuhan dasar, yang orang tidak bisa hidup tanpanya. Orang tidak masuk nalar jika tidak berjalan-jalan ke Batam, Bintan, Tanjung Balai, dan sekitarnya dengan biaya murah. 

"Saat itulah jumlah wisman naik, revenue naik, dan proyeksi pendapatan Anda bisa naik 60%. Bukan okupansi ya, tetapi pendapatan yang meningkat drastis. Dan yang terpenting: orang makin mudah, makin murah, makin terbiasa jalan-jalan ke Kepri," katanya.  

Maka booming pariwisata di Kepri tidak akan bisa dihindarkan. Semakin banyak crowd tourism di sana, maka segala macam atraksi bisa dibuat dan laku di sana. 

"Inilah yang saya sebut sharing economy, atau yang Presiden Jokowi menyebut ekonomi gotong royong. Maka di Tourism akan terjadi More For Less, You Get More, You Pay Less! Sama dengan yang sudah dialami bisnis Telekomunikasi dan Transportasi," papar Arief Yahya yang kelahiran Banyuwangi Jawa Timur itu. (adv/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Setidaknya Sampai 1 Tahun, Si Kecil Harus Tidur Sekamar dengan Orang Tuanya


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler