Optimalisasi Program Perlindungan Sosial

Oleh: MH Said Abdullah, Ketua Badan Anggaran DPR RI

Senin, 03 Agustus 2020 – 19:58 WIB
Ketua Badan Anggaran DPR RI, MH. Said Abdullah. Foto: Humas DPR RI

jpnn.com - Sejak diumumkan oleh Presiden Joko Widodo kemunculan pasien Covid-19 pertama kali di Indonesia pada Maret 2020, hingga kini angka positive rate covid-19 terus menanjak. Bahkan melebihi angka positif di China sebagai negara pertama kali munculnya penyakit ini.

Jumlah penderita covid-19 di Indonesia telah lebih dari 100 ribu, meskipun yang sembuh juga lebih dari setengahnya.

BACA JUGA: Said Abdullah Imbau Warga Jangan Panik Berlebihan Merespons Virus Corona

Dampak dari makin tingginya covid-19 telah dirasakan oleh seluruh warga dunia. Banyak negara yang mengalami resesi ekonomi.

Akibat dampak covid-19, pemerintah telah memprediksikan ekonomi Indonesia hanya tumbuh pada rentang minus 0,4 sampai 2,3 persen pada tahun ini.

BACA JUGA: Ketua DPR RI Menerima Kedatangan Delegasi Pemerintah, Nih Agendanya

Melemahnya ekonomi berkonsekuensi pada peningkatan angka pengangguran dan kemiskinan.

Jumlah orang miskin diperkirakan akan bertambah 1,89 juta orang (skenario berat) hingga 4,86 juta (skenario sangat berat).

BACA JUGA: GKSB DPR RI Optimistis Palestina Segera Merasakan Kemerdekaan

Sementara jumlah pengangguran diperkirakan akan lebih banyak lagi, yakni pada kisaran 2,92 juta orang (skenario berat) sampai 5,23 juta orang (skenario sangat berat).

Asian Development Bank (ADB) beberapa hari lalu merilis survei dampak melemahnya ekonomi di Indonesia terhadap sektor UMKM.

Sebanyak 48,6 persen pelaku UMKM sebanyak 64,2 juta usaha mengalami tutup usaha, 30 persen UMKM mengalami gangguan permintaan domestik, sebanyak 20 persen mengalami gangguan produksi dan 14 persen mengalami pembatalan kontrak.

Padahal dari sisi suplai, sektor UMKM ini berkontribusi besar pada 60 persen PDB kita.

Dari sisi permintaan, konsumsi Rumah Tangga (RT) sebesar Rp 8.965 triliun (56%) pada PDB kita di tahun 2019.

Merosotnya usaha, terutama skala usaha makin menegaskan dampak pandemik ini terhadap ekonomi sangat serius.

Pemerintah harus mampu menjaga dua sisi sekaligus, sisi suplai dan permintaan tetap terjaga dengan seluruh anggaran dan kewenangan yang dimilikinya.

Pada sisi suplai peran UMKM sangat besar dan dari sisi permintaan konsumsi RT sangat besar, maka UMKM dan konsumsi RT menjadi dua hal yang harus menjadi orientasi pemerintah.

Menghadapi situasi itu pemerintah merancang program perlindungan sosial secara terpadu.

(1). Program Keluarga Harapan (PKH) diterimakan ke 10 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM), jumlah bantuan per komponen dinaikan  25 persen, sehingga ada tambahan anggaran Rp 8,3 triliun.  Dengan demikian, total anggaran untuk PKH sebesar Rp 37,4triliun.

(2). Kartu sembako jumlah KPMnya dinaikkan hingga 20 juta. Total anggaran untuk program ini sebesar Rp 43,6 triliun.

(3). Subsidi listrik terhadap 24 juta rumah tangga yang voltasenya 450 VA dan 7 juta rumah tangga yang 900 VA. Subsidi listrik pada rentang waktu April-September 2020, total anggaran dialokasikan sebesarRp 61,69 triliun.

(4). Bansos tunai non Jabodetabek dengan anggaran Rp 32, 4 triliun. Program ini dalam rentang waktu April-Juni 2020 dengan nilai bantuan Rp 600 ribu/bulan danJuli-Desember  2020 dengan nilai bantuan Rp 300 ribu/bulan.  Program ini menyasar 9 juta KPM.

(5). Bansos Jabodetabek menyasar 1,3 juta KPM dengan nilai anggaran Rp 6,8 triliun. Besaran nominal per KPM dan rentang waktunya sama dengan bansos non Jabodetabek.

(6). BLT Dana Desa menyasar ke 11 juta KPM diluar penerima program-program nomor 1-5.  Alokasi anggaran untuk program ini sebesar Rp 31,8 triliun.

(7). Kartu Prakerja berupa pemberian insentif paket pelatihan dan insentif modal selama 4 bulan. Alokasi anggaran sebesar Rp 20 triliun.

Keseluruhan program perlindungan sosial yang di anggarkan oleh pemerintah sebesar Rp 233,69 triliun.

Di luar skema ini, pemerintah masih mengalokasikan subsidi minyak dan gas dan program, subsidi bunga kredit kepada 60,66 juta rekening senilai Rp 34 triliun dan bantuan Likuiditas untuk UMKM melalui bank sebesar Rp 30 triliun, insentif PPh final UMKM bernilai Rp 2,4 triliun, serta program padat karya tunai untuk warga miskin di desa melalui Kementrian PUPR, Perhubungan, Kelautan dan Perikanan, dan Pertanian dengan total anggaran Rp 12,2 triliun.

Perlunya Penyempurnaan

Bila dilihat dari keragaman program, besaran jumlah penerima dan keterkaitan dengan postur masalah ekonomi yang ditimbulkan akibat pandemik covid-19, sesungguhnya program perlindungan sosial yang digulirkan pemerintah sudah sangat memadai.

Namun program ini berpotensi tidak maksimal memberi dampak penguatan ekonomi pada kelompok lapis bawah bila dalam implementasinya ada banyak masalah.

Saya menyarankan pada tahun 2021 pemerintah menyempurnakan program perlindungan sosial sebagai bagian dari pemulihan ekonomi nasional.

Pertama, program Bansos dan subsidi masih kita temui masalah, seperti pengurangan besarnya hingga salah sasaran (targeting error). Kita jumpai golongan masyarakat mampu yang semestinya tidak berhak menerima manfaat (inclusion error), maupun masyarakat yang seharusnya menerima tetapi tidak masuk dalam data base masyarakat penerima (exclusion error).

Akibatnya, dampaknya terhadap pengentasan kemiskinan dan ketimpangan kecil sekali. Tetapi di sisi lain, anggaran yang dialokasikan menjadi beban dalam APBN setiap tahunnya.

Penyempurnaan data base mutlak perlu dilakukan. Langkah ini harus dikomando langsung oleh Kantor Wakil Presiden yang memang menjadi lead sector kebijakan lintas kementrian dan lembaga serta pemda. Harapannya tahun depan hal seperti in itidak terulang.

Kedua, Penyaluran program Bansos tahun ini sempat tertahan karena penyaluran dan pengemasan. Negara kita memang berpulau-pulau, butuh effort besar untuk mendistribusikan bantuan, terutama yang berupa barang. Namun bantuan yang berupa uang non tunai juga tidak mudah.

Sebab akses keluarga miskin terhadap perbankan terutama di daerah terpencil juga menjadi tantangan tersendiri. Tahun depan pemerintah perlu menyempurnakan tata kelola penyaluran program perlindungan sosial.

Ketiga, Reformasi subsidi harus dilakukan secara bertahap melalui transformasi subsidi LPG tabung 3 Kg dan subsidi minyak tanah (mitan), serta subsidi listrik bagi golongan rumah tangga menjadi subsidi berbasis orang (berupa bansos) dengan mengintegrasikannya ke Program Kartu Sembako. Kita tahu bersama, LPG 3 Kg yang harusnya untuk keluarga miskin, namun bisa dibeli dan dipakai oleh siapapun, termasuk mereka yang mampu.

Oleh karena itu, distribusi dan penjualan LPG 3 Kg harus dirubah. Hanya mereka yang memiliki kartu sembako yang berhak memakainya.

Untuk mengantisipasi berkurangnya stok LPG, maka produksi  LPG non subsidi (5 dan 12 Kg) perlu ditingkatkan. Pada saat yang sama, penyaluran LPG melalui konsep city gas bisa dikembangkan. Dan, penyaluran subsidinya bisa diintegrasikan dengan penerima subsidi listrik.

Keempat, Keterjangkaun suplai dan stok pangan serta harga perlu terus dijaga. Kita tahu bersama sebagian komponen subsidi pangan kita bertumpu dari impor.

Bila terkena depresiasi kurs, berkonsekuensi pada membesarnya nilai subsidi. Pada saat yang sama, ancaman krisis pangan akibat pandemik jauh-jauh hari sudah diperingatkan oleh badan pangan dunia (FAO).

Langkah Presiden Jokowi menggenjot food estate sangat tepat. Upaya ini tidak saja menjaga daya tahan pangan kita, namun menjaga keterjangkaun harga pangan rakyat, termasuk dampak besaran subsidi akibat kelangkaan barang atau selisih kurs.

Kelima,  di luar berbagai program perlindungan sosial yang dilakukan oleh pemerintah, banyak kelompok usaha, yayasan dan kelompok-kelompok masyarakat berkontribusi pada program yang sama.

Kontribusi mereka sangat besar pada bantuan sosial terhadap kelompok miskin. Akan semakin paripurna bila terjadi kolaborasi dengan pemerintah, minimal kolaborasi data penerima.

Memang tidak kita pungkiri aksi kepedulian sosial kelompok ini terkadang ada yang segmented, misalnya untuk anggotanya yang miskin, wilayah tertentu yang terkenda dampak bencana, dan lain-lain.

Namun bila kolaborasi dan integrasi antara pemerintah dan kelompok-kelompok masyarakat ini bisa dilakukan akan semakin memiliki efek yang “nendang” bagi keluarga miskin.

Saya amat yakin melalui perbaikan lima langkah diatas, program perlindungan sosial akan berdampak lebih signifikan sebagai sosial automatic stabilizer.

Dan secara makro, konsep kebijakan fiskal ekspansif-konsolidatif dengan membuka perluasan hutang pemerintah dan defisit APBN sebagaimana yang telah saya usulkan kepada pemerintah dapat tertopang dengan baik.(***)


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler