jpnn.com, JAKARTA - Desakan agar Pemprov DKI Jakarta mengubah sistem zonasi dalam pendaftaran peserta didik baru (PPDB) 2020 semakin menguat. Para orang tua murid yang rencananya melakukan aksi pada Senin, 29 Juni sepakat menuntut zonasi diulang dan Juknis yang dikeluarkan Dinas Pendidkan DKI direvisi.
"Kami orang tua murid dari lima wilayah di DKI Jakarta sudah sepakat untuk menuntut zonasi diulang dan Juknis Disdik direvisi. Sebab, aturan yang sekarang lebih menonjolkan usia sehingga melanggar hak-hak asasi," kata Martin, salah satu koordinator orang tua murid kepada JPNN.com, Minggu (28/6).
BACA JUGA: Terima Banyak Aduan SKD Palsu di PPDB, Ini yang Dilakukan Disdik Jatim
Martin mengungkapkan, anaknya yang berusia 15 tahun 1 bulan dan keponakannya 15 tahun 6 bulan tidak lolos zonasi (jenjang SMA) karena kalah dengan usia di atasnya. Dia mengaku memantau data PPDB jalur zonasi, didominasi anak usia di atas 16 tahun. Bahkan ada yang usia 20 tahun bisa masuk.
"Sekarang saya kesulitan mencari sekolah untuk anak saya. Kalau masuk swasta kan mahal dan ini dikeluhkan orang tua murid," ucapnya.
BACA JUGA: Kisruh PPDB Jakarta, Temuan KPAI Mengejutkan
Dia menyebutkan ada ratusan hingga ribuan orang tua murid yang hari ini menangis karena aturan zonasi usia. Zonasi yang harusnya berdasarkan jarak tidak diberlakukan dan malah menomorsatukan usia.
"Kami semua sepakat menuntut zonasi diulang," tegasnya.
BACA JUGA: Protes PPDB DKI, Orang Tua Murid Kembali Berdemonstrasi, Besok!
Sebelummya Ketua Forum Relawan PPDB DKI Tita mengatakan, dalam SK No. 501-2020 Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta tentang Juknis pelaksanaan PPDB ini banyak meninggalkan PR besar bagi orang tua murid yang menginginkan anaknya mengecap pendidikan berkualitas. Hal ini dikarenakan usia yang dijadikan patokan untuk penerimaan murid baru.
"Pertanyaannya, kenapa yang memiliki kemampuan akademis tinggi harus mengalah? Sehingga ada anekdot kalo mau masuk sekolah negeri, enggak usah pintar-pintar. Cukup tinggal kelas beberapa tahun aja pasti dapat negeri. Dan alasannya lagi karena sesuai dengan Permendikbud No. 44 tahun 2019. Di mana letak keadilannya," tutur Tita.
Sementara Wasekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Satriwan Salim menegaskan perlu ada perbaikan proses pelaksanaan PPDB secara nasional. Alokasi untuk zonasi murni harus tetap dipertahankan. Jangan lagi pakai embel-embel lain.
"Katanya zonasi alias jarak, tetapi sekolah menyeleksi dengan nilai atau umur. Ini yang bertentangan dengan prinsip zonasi," ujar Satriwan.
Selain itu, sosialisasi kepada orang tua adalah mutlak dilakukan pemerintah. Gunakan berbagai laman atau media sosial. Bahkan bisa menggandeng perangkat desa/kelurahan. Dan ini harus jauh-jauh hari dilakukannya.
"Intinya Pemprov DKI harus merevisi aturan zonasi dalam PPDB agar tidak terjadi kisruh lagi. Sebab, patokan PPDB zonasi itu adalah jarak rumah siswa dengan sekolah, bukan seleksi berdasarkan usia. Seleksi prioritas usia tertua bisa dilakukan jika jarak rumah calon siswa dengan sekolah adalah sama," bebernya. (esy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad