Orang Tua Senang SPP RSBI Dihapus

Kamis, 10 Januari 2013 – 01:28 WIB
BOGOR - Sejumlah orang tua siswa menyambut gembira penghapusan status RSBI. Sebab, dengan dihapusnya status RSBI, maka SPP untuk RSBI tingkat SD dan SMP juga ikut dihapus. Sedangkan untuk RSBI tingkat SMA/SMK tetap diperbolehkan memungut biaya SPP.
   
Popy Amalia yang menyekolahkan dua putrinya di RSBI, yakni SMPN 1 dan SMAN 3 mengaku senang dengan penghapusan status RSBI. Menurutnya, biaya SPP di SMP RSBI cukup memberatkan. Tiap siswa dipatok Rp 350-Rp400 ribu per bulan. Sementara untuk SPP SMA sebesar Rp 425 ribu per bulan. Namun, selayaknya orang tua, ia pun ingin memberi pendidikan terbaik bagi putri-putrinya.
   
“Itu (penghapusan status RSBI) positif sekali. Saya setuju. SMP RSBI biayanya mahal sekali. Sementara SMP non-RSBI gratis SPP,” tuturnya.
   
Selain itu, sebagai orang tua, Popy merasakan adanya kesenjangan sosial antara SMP RSBI dan non-RSBI. Hal itu kerap muncul dari perbincangan bersama para orang tua siswa antar sekolah. Karenanya, Popy mendukung upaya  menyamaratakan status sekolah. Tentunya dengan tetap menjaga kualitas eks RSBI, sekaligus meningkatkan kualitas sekolah non RSBI.
   
“Apalagi selama ini RSBI selalu berada di tengah kota. Sementara sekolah lain berada di pinggiran. Selain dihapus, sebaiknya sekolah itu dibikin per wilayah. Semisal di Bogor Timur, sekolah yang ada harus mampu menampung semua anak di Bogor Timur. Kasihan kalau jauh-jauh,” imbuh warga Bantarkemang ini.
   
Akan tetapi, lanjut dia, untuk RSBI tingkat SMA, ia berharap penghapusan status dilaksanakan selepas lulusan terakhir, tahun ajaran ini. Pasalnya, siswa kelas tiga sangat mengharapkan ijazah RSBI sebagai hasil jerih payah mereka selama tiga tahun belajar. Hal ini pun diamini putri pertamanya, Asoka Bagaswari. Pelajar kelas tiga SMAN 3 ini mengaku kecewa jika penghapusan berpengaruh pada ijazahnya nanti.
   
“Percuma dong tiga tahun berjuang di RSBI. Masuknya tidak gampang loh. Tes masuknya susah. Saya kecewa kalau harus langsung disamaratakan dengan sekolah lain,” keluhnya.
   
Terpisah, Pakar Pendidikan, Darmaningtyas meminta agar putusan MK soal RSBI tak menjadi isu yang melebar ke mana-mana. Ia yang juga saksi ahli pemohon gugatan tolak RSBI, meminta agar semua mekanisme yang ada di sekolah dikembalikan seperti semula.
   
“Kembalikan ke sekolah publik. Itu sejak dulu sekolah sudah begitu. Soal pengantar bahasa Inggris juga memang sudah ada dari dulu. Penguasaan bahasa Indonesia yang harus lebih bagus,” tegasnya kepada Radar Bogor, kemarin.
   
Alasan utama pihaknya mengajukan gugatan adalah, timbul ketidakseimbangan dan kesenjangan di dunia pendidikan selama ini. Khususnya pada bantuan dana segar dari pemerintah. RSBI kerap mendapat bantuan, sedangkan sekolah-sekolah yang berada di pinggiran justru semakin tersingkirkan.
   
“Kalau tak ada lagi bantuan ke RSBI, ya memang itu yang kami gugat. Yang harus dibantu itu sekolah-sekolah pinggiran. Kok malah RSBI yang notabene banyak orang-orang mampu. Itu mengapa RSBI kita gugat. Karena bantuan ngumpul di situ, padahal mampu,” paparnya.
   
Ia menambahkan, RSBI masih bisa menerapkan pengajaran sehari-hari dengan sistem sekolah berstandar internasional (SBI). Semisal pengajaran ekstrakulikuler memakai bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar. Darma juga menyebut yang perlu diubah dalam sistem bekas RSBI adalah tak lagi memungut biaya pendidikan yang besar, serta tidak menggunakan standar masuk siswa didik baru yang terlalu ketat. (ric)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ngotot Anggaran RSBI jadi Dana Hibah

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler