Orang Tua Wajib Sadar, Tekanan Bisa Menggangu Kesehatan Mental Anak

Selasa, 31 Oktober 2023 – 17:48 WIB
Direktur Utama Pusat Kesehatan Jiwa Nasional RSJMM Dr. dr. Nova Riyanti Yusuf, Sp.KJ. Foto: dok Cempaka Study Club

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Rektor Universitas Gajah Mada (UGM) Prof. Dr. Wening Udasmoro, S.S, M.Hum., DEA mengatakan banyak kasus masalah kesehatan mental tercipta karena pola asuh keluarga.

Hal itu diungkapkan Prof. Wening dalam diskusi 'Jaga Kesehatan Mental, Wujudkan Generasi Tangguh' yang diselenggarkan oleh PKJN RSJMM bersama Cempaka Study Club yang didukung Meeting.ai, di Bogor, pada Senin (30/10).

BACA JUGA: Dewan Pendidikan Kota Depok Beber Cara Pendampingan Anak Usia Dini

Berdasarkan pengamatan Prof. Wening, anak muda sudah banyak mengalami kasus bipolar, kemudian, percobaan bunuh diri karena persoalan keluarga.

Menurut Wening, salah satu pendorongnya adalah tekanan dari keluarga untuk menjadi yang terbaik di kelas.

BACA JUGA: Begini Cara BTN Fokus Jaga Kesehatan Mental Para Pegawainya

Kemudian, kekerasan baik dari ayah atau ibu, kekerasan seksual, melihat kekerasan, hingga persoalan ekonomi.

"Kalau di kampus misalkan dosen yang keras, masalah kompetisi, korban toxic relationship, hingga tak mampu menerima pelajaran," beber Wening.

BACA JUGA: Dukung Kesehatan Mental, Avian Brands Hadirkan Koleksi Healing Colours

Oleh karena itu, kata Wening, perlu solusi dari berbagai sisi, seperti individu, keluarga, institusi pendidikan, negara dan semua pihak.

UGM, kata Wening, melakukan beberapa dukungan untuk mengurai persoalan kesehatan mental melalui beberapa cara.

Pertama, memitigasi persoalan kesehatan mental mahasiswa. Kemudian, kedua membuat rencana strategis untuk membangun kultur akademik yang sehat.

"Jadi, ada renstra dari Rektor UGM 2022-2027 yaitu mewujudkan kampus sehat, aman, ramah lingkungan, berbudaya, bertanggung secara sosial," ungkapnya.

Lebih lanjut, UGM kemudian menggunakan satu pilar dari renstra untuk membuat mitigasi.

Saat ini, UGM juga memiliki layanna psikologis, psikiatris seperti klinik psikologis GMC, Unit Kesehatan Psikologis, bantuan konseling, dan Rumah Sakit Akademi yang beroperasi 24 jam.

Plt. Dirjen Dikti Kemendikbudristek Prof. Ir. Nizam, M.Sc., DIC., Ph.D mengapresiasi inisiatif membangun acara kesehatan mental di lingkungan kampus.

Prof. Nizam mengakui bahwa isu kesehatan mental di kampus sangat penting untuk dibangun.

"Tentu saja menjadi tugas kita bersama-sama baik masyarakat kampus dan luas untuk mewujudkan kampus sehat," ungkap Prof. Nizam.

Prof. Nizam mengatakan sejak 2020 diberikan amanah untuk menegakkan kampus sehat dengan istilah SAN, sehat, aman, dan nyaman.

"Sehat dimaknai secara holistik, secara fisik, intelektual, hingga emosional," ucapnya.

Oleh karena itu, lahir berbagai aturan dari pemerintah seperti aturan anti bulliying, PPKS, dan lainnya.

Namun, semua pihak harus menyadari bahwa kampus SAN tak bisa terwujud tanpa bantuan semua pihak.

"Jadi, tidak hanya tugasnya satgas, bukan hanya tugasnya rektor, bukan hanya tugasnya mereka-mereka yang ditugasi di satgas," pungkas Prof. Nizam.

Direktur Utama Pusat Kesehatan Jiwa Nasional RSJMM Dr. dr. Nova Riyanti Yusuf, Sp.KJ mengatakan bahwa tingkat depresi, gangguan jiwa, penyalahgunaan zat, dan self-harm di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun.

"Tren masalah kesehatan jiwa di Indonesia, seperti cemas, depresi, dan risiko bunuh diri, mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Saat ini Hotline service The Patents PKJN menerima konsultasi mengenai berbagai masalah kejiwaan, dengan cemas dan depresi menjadi permasalahan yang sering terjadi," ungkap dr. Nova.

Menurut Nova, Pusat Kesehatan Jiwa Nasional (PKJN) bertanggung jawab sebagai koordinator nasional untuk pengampuan dan pelayanan kesehatan jiwa di Indonesia terus melakukan pengembangan.

Saat ini, PKJN melakukan berbagai program dan layanan, termasuk hotline service, pelatihan life skill training, mobil pelayanan kesehatan jiwa, dan pengampuan rumah sakit di seluruh Indonesia.

Namun, dr. Nova menggarisbawahi bahwa pentingnya memiliki data yang akurat dan mengikuti standarisasi dalam pelayanan kesehatan jiwa.

Di sisi lain, banyak data yang belum tersedia di Indonesia, termasuk data tingkat bunuh diri. "Kita masih pakai riset kesehatan dasar. Prevalensi depresi 6,1 persen. Kalau data WHO lain lagi ya. satu banding tujuh," ungkap dr. Nova.

Diharapkan data kesehatan mental dan aturan terkait korban percobaan bunuh diri bisa ditangani oleh BPJS Kesehatan.(mcr10/jpnn)


Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler