Orangutan Diberondong 40 Peluru, Janji Periksa Perusahaan Sawit

Minggu, 07 Desember 2014 – 05:04 WIB
Seekor orang utan yang menjadi korban penembakan saat menjalani nekropsi. Foto Gunawan Sutanto/Jawa Pos/JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA – Kematian orang utan yang diberondong 40 peluru angin bakal mengarah ke perusahaan perkebunan sawit tempat satwa primate itu ditemukan terkapar. Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimatan Tengah berjanji pekan depan bakal memeriksa pihak perusahaan.

 

Hal tersebut disampaikan Kepala BKSDA Kalteng Nandang Prihadi saat dihubungi Jawa Pos, kemarin (6/12). Nandang mengatakan pascakejadian pihaknya langsung melakukan pemberkasan terhadap sejumlah staf medis Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF) Nyaru Menteng, Palangkaraya.
    
’’Semalam sudah memeriksa tim medis termasuk dokter hewan, tapi belum sampai manajernya. Mengenai materi dan hasil pemeriksaan saat belum dilapori oleh penyidik (Penyidik PNS BKSDA),’’ jelasnya. Jawa Pos memang sempat melihat penyidik PNS BKSDA memeriksa sejumlah staf medis BOSF.

BACA JUGA: Ibnu Munzir Ditunjuk Pimpin Sidang Munas Golkar Ancol

Pemeriksaan dilakukan tertutup di ruangan kerja program manajer BOSD Nyaru Menteng, Denny Kurniawan. Namun, pemeriksaan tersebut terkesan sekedar formalitas, hanya karena menindaklanjuti pemberitaan kematian orang utan yang mulai menyebar ke sejumlah media. Hal itu terungkap dari rasan-rasan staf yang diperiksa ke sejumlah temannya.
    
Nandang mengatakan usai memeriksa pihak BOSF, penyidik PNS BKSDA akan memeriksa sejumlah orang di Barunang Miri Estate atau PT Surya Inti Sawit Kahuripan (SISK), perusahaan kelapa sawit yang merupakan anak perusahaan dari Makin Group.
    
’’Satu dua hari ini saya akan siapkan sprindik (surat perintah penyidikan) untuk memeriksa pihak perusahaan perkebunan sawit,’’ janji Nandang.
    
Entah BKSDA akan serius menangani perkara ini atau tidak, namun selama ini kasus serupa belum pernah ada yang sampai ke tingkat penuntutan. Bahkan penyelidikan yang dilakukan pun mandek tanpa bisa meningkat ke penyidikan.
    
Dalam catatan BOSF misalnya. Setahun ini mereka setidaknya menerima 15 orang utan yang bermasalah di perkebunan sawit. Bahkan ada bayi orang utan yang datang dengan kondisi tiga jarinya terputus. Orang utan itu juga hanya diserahkan begitu saja ke BOSF tanpa ada penegakan hukum terhadap penganiayanya.
    
Mengenai hal ini, Nandang mengatakan selama ini pihaknya mengalami sejumlah kesulitan meningkatkan kasus ke penyidikan karena minim alat bukti. ’’Salah satunya soal saksi, tidak ada yang mau menjadi saksi pelapor,’’ ujarnya.
    
Masalah lain, kadang orang utan yang ditemukan dalam kondisi bermasalah merupakan penyerahan dari warga. ’’Kan tidak mungkin kita jerat mereka,’’ kata Nandang.

BACA JUGA: 27 DPD II Papua Hadir di Munas Tandingan

Terkait hal yang terakhir, BOSF memiliki pandangan berbeda. Mereka melihat hal tersebut sebagai modus baru perusahaan sawit agar lepas tanggungjawab akan keberadaan orang utan di lahan mereka.
    
’’Kami melihatnya itu modus perusahaan sawit. Mereka sengaja meminta warga menyerahkan orang utan yang ditemukan di lahan sawitnya agar bisa lepas dari tanggungjawab,’’ ucap Koordinator Komunikasi dan Edukasi BOSF Nyaru Menteng Monterado Fridman.
    
Selama ini memang ada aturan setiap orang utan yang berasal dari lahan sawit maka perusahaan tersebut harus bertanggungjawab. Termasuk jika ditemukan dalam kondisi cacat. Mereka wajib menanggung biaya rescue hingga rehabilitasi.(gun)

BACA JUGA: Kubu Agung Tegaskan Dukung Perppu Pilkada Langsung

BACA ARTIKEL LAINNYA... Takut Rp500 M Bocor, Rieke Minta BKKBN Tunda Pendataan Penduduk


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler