jpnn.com - JAKARTA - Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI) dan Himpunan Kurator dan Pengurus Indonesia (HKPI) menyesalkan langkah PT Meranti Maritime mempolisikan dua anggota tim pengurus yang menangani proses restrukturisasi utang mereka. Laporan pencemaran nama baik tersebut dinilai salah sasaran.
Ketua Umum AKPI James Purba mengatakan, laporan kepolisian terhadap Allova Mengko dan Dudi Pramedi atas tuduhan pencemaran nama baik sangat tidak tepat.
BACA JUGA: Gloria Cinta Indonesia, Belum 18 Tahun Sudah Siap Jadi WNI
"Tim pengurus hanya memberikan penilaian terhadap rencana perdamaian debitur kepada hakim pengawas dan tidak disebarkan kepada pihak lain. Jadi laporan kepolisian itu tidak tepat," kata James saat melakukan konferensi pers bersama dengan Tim Kuasa Hukum Pengurus PT Meranti di Kawasan SCBD, Jakarta Selatan, Senin (15/8).
Berdasarkan Pasal 278 Undang-undang No. 37/2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), pengurus harus secara tertulis memberikan laporan tentang rencana perdamaian yang ditawarkan oleh debitur. Dia menjelaskan laporan tersebut juga mencakup pendapat tim pengurus mengenai kelayakan rencana perdamaian bagi para kreditur. Pengurus juga memberikan laporan tersebut hanya kepada hakim pengawas.
BACA JUGA: Ditanya Dwikewarganegaraan Menteri ESDM, Ini Jawaban Wiranto
Selain itu, Soedeson Tandra selaku Ketua Himpunan Kurator dan Pengurus Indonesia (HKPI) juga menjelaskan, pailit atau tidaknya debitur saat proses PKPU tidak dipengaruhi oleh tindakan tim pengurus. Dalam Pasal 281 UU Kepailitan dan PKPU, syarat perdamaian adalah proposal disetujui oleh mayoritas kreditur separatis dan konkuren.
"Jika mayoritas kreditur separatis dan konkuren menerima proposal perdamaian, maka proses PKPU debitur berakhir serta tidak mungkin jatuh pailit. Adapun, pengurus hanya menjembatani kreditur dan debitur untuk mewujudkan perdamaian," jelasnya.
BACA JUGA: Agus: Mudah-mudahan Kemenkumham Mau Dengar KPK
Soedeson juga menyerukan agar organisasi-organisasi pengurus dan kurator di Indonesia bersatu untuk membuat sebuah kesepahaman atau MoU dengan Mabes Polri terkait dengan penanganan penyidikan terhadap pengurus atau kurator yang sedang menjalankan tugasnya.
"Hal tersebut perlu kita lakukan agar penyidik kepolisian tidak mudah diberdayakan oleh debitur atau kreditur nakal dengan mengkriminalisasi kurator karena tidak sesuai dengan keinginan mereka," tukas Soedeson.
Dalam kesempatan yang sama, pengacara kedua tim pengurus itu Guntur Fattahillah mengatakan, tugas dan kewenangan kurator atau pengurus sebetulnya sudah jelas diatur dalam Undang-undang No. 37/2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Kurator atau pengurus diangkat oleh Pengadilan Niaga bersama seorang hakim pengawas untuk melakukan pengurusan dan pemberesan harta atau aset debitor pailit.
"Kedudukan Kurator dan Pengurus adalah mewakili kepentingan Pengadilan, dalam hal ini Pengadilan Niaga yang mengangkatnya berdasarkan Putusan. Oleh karena kedudukannya sebagai wakil Pengadilan, maka melekat sifat-sifat kekuasaan kehakiman (judicial authority) yang tidak boleh diintervensi, digugat, bahkan sampai mendapatkan perlakuan “kriminalisasi”," jelas Guntur.
Ia menduga, upaya pelaporan kepada kliennya memang sengaja dilakukan oleh PT Meranti Maritime selaku debitur untuk menghalang-halangi kerja kepengurusan. Tujuannya, supaya pelapor bisa mengajukan penggantian pengurus. Padahal, menurutnya, hingga saat ini Majelis Pengadilan belum menyatakan pailit terhadap PT Meranti Maritime.
"PT Meranti Maritime melaporkan klien kami ke polisi dengan alasan telah merekomendasikan debitur untuk pailit dengan dalil Pasal 310 KUHP. Padahal klien kami hanya memberikan penilaian terhadap rencana perdamaian debitur kepada hakim pengawas secara tertulis berdasarkan kewenangannya selaku pengurus sesuai pasal 278 UU 37/2004 tentang Kepailitan dan PKPU, dan bahkan tidak disebarkan kepada pihak lain. Jadi laporan kepolisian itu tidak tepat dan aneh," imbuhnya. (dil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Soal Remisi Koruptor, Ini Sikap Tegas KPK
Redaktur : Tim Redaksi