jpnn.com - JAKARTA - Sekjen Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Sadar Subagyo menilai semua program pembangunan pertanian akan sulit terwujud tanpa adanya dukungan penyuluh pertanian.
Dahulu ketika pemerintah mempunyai program Inmas dan Bimas, penyuluh menjadi pihak terdepan dalam menyampaikan dan mengawal program pemerintah.
BACA JUGA: Kementan Memacu Semangat Penyuluh, Optimistis Pembangunan Pertanian Makin Inovatif
“Berkaca dari Program Inmas dan Bimas, penyuluh ibarat penyanyi band yang menyampaikan lagu ke petani. Namun, setelah reformasi isu yang dibawa penyuluh hilang dan terdegradasi,” kata Sadar saat Forum Group Discussion (FGD) “Penyuluh Pertanian Mau Ke Mana?” di Jakarta, Selasa (2/7).
Menurut Sadar, untuk mencapai swasembada pangan dibutuhkan penyuluh yang kuat.
BACA JUGA: Kementan Minta Penyuluh Pertanian di Kalsel Menyukseskan Upsus Antisipasi Darurat Pangan
Jadi, meski pemerintah sudah mempunyai lagu atau program yang bagus, tetapi jika tidak ada penyanyi atau penyuluhnya, maka tidak mungkin target swasembada bisa tercapai.
Sadar mengakui, sebenarnya posisi penyuluh pertanian sudah kuat dengan adanya UU No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (SP3K).
BACA JUGA: Penyuluh Pertanian Siap Dampingi Petani Menghadapi Musim Tanam
Namun, dia menyesalkan kehadiran UU Otonomi Daerah justru mengamputasi UU penyuluhan tersebut.
“Sebenarnya penyuluhan sudah ada UU-nya, tetapi teramputasi dengan UU Otonomi Daerah., Jadi untuk mengembalikan peran penyuluh pertanian sesuai UU No. 16 Tahun 2006, paling gampang adalah amendemen UU Otonomi Daerah,” tutur Sadar.
Menurutnya, salah satu yang harus diamendemen ialah pasal mengenai urusan pertanian. Saat ini pertanian hanya merupakan urusan pilihan dari daerah.
Sadar mendesak agar amendemen tersebut menjadi urusan wajib pemerintah.
“Menteri Dalam Negeri sudah mendukung untuk menjadikan pertanian menjadi urusan wajib pemerintah daerah. Program pertanian tidak akan berjalan tanpa penyuluh, sedangkan penyuluhan tidak akan jalan, jika UU otonomi daerah tidak diamendemen," katanya.
Sementara itu, Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA), Yadi Sofyan Noor juga menegaskan sebaiknya penyuluh pertanian ASN dan P3K ditarik ke pusat.
“Kalau penyuluhan tidak satu komando, maka petani akan melangkah tanpa penyuluh. Padahal swasembada dahulu itu terjadi ketika petani dan penyuluh bergabung menjadi satu,” katanya.
Yadi menilai perlunya perubahan dalam pengelolaan penyuluhan.
KTNA menyerukan agar pemerintah mengambil langkah tegas untuk merancang struktur penyuluhan yang lebih terpadu. (*/jpnn)
Redaktur & Reporter : Mufthia Ridwan