jpnn.com - jpnn.com - Keputusan pemkot menurunkan besaran pajak tempat hiburan malam menuai protes dari beberapa ormas.
Mereka khawatir kebijakan tersebut memicu menjamurnya tempat-tempat dugem di Kota Pahlawan.
BACA JUGA: Pajak Turun, Pengusaha Hiburan Malam Semringah
Sekretaris Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Surabaya Arif An menyatakan, penurunan pajak itu tidak tepat.
Menurut dia, beban pajak tinggi bagi pengusaha hiburan tidak masalah.
BACA JUGA: Banyak PSK Asing di Ibu Kota, Begini Reaksi FPI
''Masyarakat yang mengonsumsi hiburan malam itu pasti mereka yang sudah punya anggaran lebih, harta melimpah,'' katanya.
Jika ingin menurunkan pajak, lanjut Arif, pemkot seharusnya memilih usaha kecil maupun masyarakat luas.
BACA JUGA: Jelang Tahun Baru, Polri Gelar Razia di Tempat Dugem
Hal itu menunjukkan ketidakadilan pemkot. ''Kalau para pengusaha saja diturunkan, yang untuk PKL dan masyarakat kecil harusnya diturunkan juga,'' jelasnya.
Jika pajak diturunkan, Arif tetap khawatir tempat-tempat hiburan baru bermunculan.
Pada gilirannya akan semakin memengaruhi warga Surabaya untuk berbuat negatif.
Apalagi, dengan pengurangan tersebut, tarif masuk tempat hiburan mungkin juga berkurang.
''Selama ini pajak tinggi itu memastikan yang mengakses adalah warga tertentu, kelas atas. Kalau seperti ini, masyarakat luas juga bisa mengakses,'' ungkapnya.
Arif berharap pemkot maupun DPRD yang menggodok peraturan tidak terburu-buru dengan keputusan itu.
Dia menyebut Surabaya sudah gagal mengendalikan minuman beralkohol (mihol) lewat peraturan.
Jangan sampai mihol bebas, tempat peredarannya pun semakin bebas.
''Dikaji dulu secara komprehensif, semua ormas dilibatkan,'' paparnya.
Sementara itu, Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jatim Mohammad Yunus menyatakan, kebijakan yang diterapkan Pemkot Surabaya menunjukkan kontradiksi dengan prinsip pembangunan nasional dalam segi sumber daya manusia (SDM).
"Pembangunan nasional kita itu membentuk masyarakat beriman dan berakhlak," kata Yunus.
Di sisi lain, pemerintah terus menaikkan pajak terhadap hal-hal yang menyangkut hajat hidup orang banyak.
Yunus mengambil contoh kenaikan harga BBM maupun pajak kendaraan.
Pemerintah seharusnya berperan aktif dalam mengurangi sedikit demi sedikit peredaran hal-hal negatif.
"Rokok, diskotek, dan hiburan-hiburan itu seharusnya dikurangi. Dengan apa? Dengan pajak yang tinggi," tuturnya.
Kalau pajak ditinggikan, jelas Yunus, pertumbuhan industri hiburan bisa ditekan seminimal mungkin.
Otomatis, tarif akan mahal dan masyarakat semakin enggan mengakses tempat-tempat tersebut.
"Yang ndak menyangkut hajat hidup orang banyak kok malah diturunkan. Ini problem kita semua," tegas Yunus. (tau/c15/c9/oni/jpnn)
Redaktur & Reporter : Natalia