jpnn.com - JAKARTA - Mantan Presiden Afrika Selatan (Afsel) Nelson Mandela yang wafat Kamis (5/12) malam lalu seolah punya keterikatan yang panjang dengan Indonesia. Di masa pemenjaraan, Mandela merasa terinspirasi dan mengutip pidato-pidato Soekarno yang dikenal gigih memperjuangkan kemerdekaan bagi bangsa-bangsa di Asia dan Afrika.
Sementara setelah lepas dari penjara pada 1990, Mandela dan partai Kongres Nasional Afrika (ANC) yang dipimpinnya mendapat dukungan dari Pemerintah Indonesia di bawah Presiden Soeharto. Bahkan, Mandela pernah mendapat dukungan finansial dari pemerintah Indonesia.
BACA JUGA: Polisi Tolong Maling
Menurut mantan Menteri Sekretaris Negara, Yusril Ihza Mahendra, tak lama setelah Mandela dibebaskan dari penjara pada 1990, pria yang di negerinya disapa Madiba itu berkunjung ke Indonesia. Kala itu, lanjut Yusril, Mandela tengah menggalang dukungan bagi ANC.
Yusril yang kala itu baru saja masuk sebagai staf di Setneg menuturkan, meski Mandela hanya ketua partai namun Soeharto memperlakukannya layaknya kepala negara. Menurut Yusril, hal itu dikarenakan Soeharto punya komitmen mendukung perjuangan Mandela melawan politik apartheid di Afsel di bawah FW de Klerk.
BACA JUGA: Pengangguran di Amerika Mencapai Titik Terendah
"Mandela datang ke Jakarta meminta dukungan dalam posisinya sebagai Ketua African National Congress (ANC), sebuah partai politik di Afrika Selatan. Tapi Presiden Suharto menerimanya persis menerima seorang kepala pemerintahan. Mandela diterima dengan perlakuan yang sama terhadap Yasser Arafat, Ketua Fatah, organisasi pejuang kemerdekaan Palestina (PLO, red)," tutur Yusril saat dihubungi JPNN, Sabtu (7/12).
Dalam pembicaraan dengan Presiden Suharto, kata Yursil, Mandela bukan hanya minta dukungan politik tetapi juga dukungan finansial untuk perjuangannya. "Saya ingat waktu itu Pak Harto membantu uang tunai USD 250 ribu ke Mandela. Bantuan itu diserahkan pribadi kepada pribadi Mandela," urai Yusril.
BACA JUGA: Pemburu Hantu Disangka Rampok
Namun, kala itu muncul kendala. Sebab, undang-undang tidak memungkinkan pemerintah membantu partai di negara lain. Mensesneg kala itu, Moerdiono, berupaya mensiasati agar Pemerintah Indonesia bisa membantu Mandela secara finansial. “Gimana ya caranya kita mau bantu. Pemerintah kan tidak bisa kasah uang ke partai di negara lain,” kata Yusril menirukan ucapan mendiang Moerdiono.
Kejadian itu mengingatkan Yusril pada cerita mantan Perdana Menteri RI, Mohammad Natzir. Pada 1950, Natsir didatangi Ben Bella, tokoh pejuang Aljazair yang datang ke Jakarta untuk meminta dukungan politik dan finansial dari Pemerintah RI. "Pak Natsir kemudian membeli beberapa kilogram emas di Jalan Kenanga, Pasar Senen untuk diserahkan ke Ben Bella," tutur Yusril. (ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Inggris Diterjang Banjir Besar
Redaktur : Tim Redaksi