jpnn.com - Bukan...bukan...bukan. cita-cita ayah empat anak itu bukan punya mobil bagus atau punya rumah mewah. Menunaikan ibadah haji dengan hasil jerih payahnya sendiri adalah cita-citanya.
ALFIAN YUSNI - MATARAM
BACA JUGA: Setelah Bogor, Bekasi Jadi Kota dengan Jumlah Kloter Haji Terbanyak
''Alhamdulillah saya besok berhaji tidak dengan berhutang atau pun menjual harta apalagi jual warisan. Iya saya menabung. Tapi yang paling penting saya tidak pernah lepas untuk meminta sama Allah...,'' ujar Jamaludin kepada Radar Lombok (Jawa Pos Group) di kediamannya di Lingkungan Karang Bata Selatan, Kelurahan Abian Tubuh, Kecamatan Sandubaya Mataram, NTB, kemarin.
Pria 54 tahun itu menceritakan, dia mendaftar haji tahun 2008 silam. Dana yang dipakai untuk mandaftar adalah hasil keuntungan jualan sayur kelilingnya.
BACA JUGA: FIF Group Bidik Pembiayaan Umrah dan Haji Rp 400 M
''Setiap hari saya setor sisa pendapatan jualan saya lima ribu rupiah di koperasi setempat,'' terang pria murah senyum ini.
Dia cerita, sejak tahun 1999 silam ia memutuskan untuk menjadi penjual sayur keliling dari yang sebelumnya cuma bekerja serabutan, seperti tukang angkut batu bata.
BACA JUGA: Tiga Tahun Puasa Daud, dari Pekalongan Jalan Kaki ke Tanah Suci
''Awalnya saya cuma menjual tahu tempe, setelah punya modal cukup baru saya lengkapi dengan sayuran dan lainnya,'' jelas Jamaludin.
Dari tabungannya itu, tak cuma ongkos haji yang bisa dilunasinya. Tanah berukuran lima are, sepeda motor matic dan menyekolahkan anaknya ke pondok pesantren di Banyuwangi Jawa Timur, juga salah satu hasilnya.
Soal pendidikan anak-anaknya, Jamaludin juga amat perhatian. ''Kita tahu pergaulan anak-anak sekarang ini sudah sangat bebas, tuntutannya juga semakin tinggi. Beda dengan saya dulu. Makanya anak laki-laki saya saya masukan ke pesantren di Banyuwangi supaya agamanya kuat dan wawasannya luas,'' tutur Jamaludin.
Sekali lagi, itu semua, kata dia, hasil dari kerjanya menjadi penjual sayur keliling. ''Saya satu-satunya tulang punggung keluarga. Istri saya cuma ibu rumah tangga, ndak punya pekerjaan,'' timpalnya.
Di kawasan Kecamatan Sandubaya, ia beken dengan nama Pak Jamal. Di mata ibu-ibu rumah tangga dia dikenal penjual sayur yang jujur, lugu dan tidak neko-neko.
Buktinya? Radar Lombok menjadi saksi betapa banyaknya ibu-ibu yang menjadi pelanggannya menghadiri acara syukuran haji yang ia gelar kemarin itu.
''Saya minta maaf kalau banyak salah sama ibu,'' ujarnya kepada salah seorang pelanggannya.
Saking lugunya Pak Jamal juga tidak jarang merelakan pelanggannya berhutang, bahkan ada yang sampai hari ini tidak terbayar. ''Paling besar sampai Rp 1.500.000, tapi dia sudah pindah rumah,'' ungkapnya.
Dia katakana, panggilan ke Tanah Suci sudah disampaikan oleh Allah SWT semenjak kita dilahirkan.
''Tinggal kita saja mau atau ndak menjemput panggilan itu. Caranya, ya diawali niat, kemudian pergi mendaftar,'' tandas Jamaludin.
Dia bilang, banyak orang yang lebih kaya darinya tapi hatinya belum terketuk untuk mendaftar haji.
''Pasang niat yang kuat Mas dan teruslah minta sama yang di atas, dan jangan pernah minta ke orang lain apalagi ke dukun,'' tandasnya.
Jamaludin adalah pribadi yang taat beribadah dan paham betul soal agama. ''Saya dari kecil sudah belajar agama, mungkin kalau otak saya pintar saya sudah jadi ustaz sekarang,'' guraunya.
Untuk sementara tugas menjual sayur keliling iya pasrahkan kepada suami dari keponakannya. ''Saya sudah ajak dia keliling ke pelanggan-pelanggan saya. Dan saya larang dia ambil untung besar ke pelanggan,'' terangnya sambil terkekeh.
Jika tidak ada halangan Jamaludin akan berangkat 11 Agustus mendatang, bersama ribuan jemaah Kota Mataram. (*)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Aim Jalan Kaki dari Pekalongan ke Tanah Suci, Berbekal Sedikit Uang
Redaktur & Reporter : Soetomo