Pak Jokowi, Dengarlah Apa yang Diinginkan 2 Suku di Papua Ini soal Freeport

Senin, 28 Desember 2015 – 09:29 WIB
Sejumlah tokoh masyarakat di Papua, menggelar jumpa pers terkait PT Freeport. Foto: dok/Radar Timika

jpnn.com - TIMIKA - Para tokoh masyarakat adat dan pemilik hak ulayat suku Amungme dan Kamoro meminta operasi tambang PT Freeport Indonesia (PTFI) teteap berlanjut setelah tahun 2012. Dengan catatan perusahaan harus meningkatkan kontribusi dan menyelesaikan berbagai persoalan masa lalu. 

Hal itu disampaikan saat jumpa pers bersama Presiden Direktur (Presdir) PTFI, Maroef Sjamsoeddin, di Rimba Papua Hotel, Sabtu (26/12) lalu.
 
Kepala Suku Umum Lembaga Musyawarah Adat Suku Amungme (Lemasa), Yunus Omabak, yang juga merupakan salah satu tokoh masyarakat Amungme, menjadi salah satu yang mendukung penuh PT Freeport terus melakukan penambangan emas, tembaga dan perak di Gunung Nemangkawi. 

BACA JUGA: Ulah Mencurigakan, Ternyata Simpan Sabu di Celana

Akan tetapi perusahaan asal Amerika Serikat diminta untuk menyelesaikan berbagai persoalan dengan masyarakat pemilik hak ulayat. “Freeport harus tetap lanjut karena masih banyak hal yang mau diperbaiki untuk masyarakat adat di wilayah pertambangan. Banyak kerusakan harus diperbaiki kembali,” ujar Omabak. 

Ia mengatakan, Freeport telah memberikan kontribusi melalui dana satu persen untuk pengembangan masyarakat yang merasakan dampak langsung dari penambangan PT Freeport. Walaupun belum sepenuhnya memberikan kesejahteraan secara penuh kepada masyarakat, namun Freeport harus tetap ada dan meningkatkan kontribusi ke depan.

BACA JUGA: Kisah Penulis Bocah yang Mengislamkan Ribuan Orang, Berkarya Meski Patah Tulang

“48 tahun Freeport di Timika. Ada dana satu persen dikelola oleh LPMAK. Kesempatan bagi kami bahwa sekarang kebetulan Freeport dipegang oleh seorang jenderal (purn) yang punya jiwa nasional tinggi dan tentu akan berpihak kepada masyarakat dan Bangsa Indonesia,” katanya, seperti dikutip dari Radar Timika, Senin (28/12).

Ketua Forum MoU 2000 dari suku Amungme, Yopi Kilangin, juga menginginkan supaya Freeport tetap melanjutkan kontrak. Jika memang masih ada permasalahan antara masyarakat dengan perusahaan seperti masalah hak ulayat lahan dan kompensasi, maka ia setuju hal itu diselesaikan secara kekeluargaan. 

BACA JUGA: Ngeri! Hendak Ambil Air di Sungai, Malah Temukan Mayat Bayi

“Kami berpesan kepada pemerintah, bahwa Freeport harus tetap ada dan melanjutkan kontrak. Tapi sebagai masyarakat adat, pasti ada hal-hal yang perlu diperbaiki dan ditingkatkan Freeport kedepan,” katanya.

Sementara tokoh masyarakat Amungme-Kamoro, Hans Magal, mengingatkan kepada pemerintah maupun elite politik di parlemen agar berhenti berbicara soal Freeport. Karena sesungguhnya yang paling mengetahui dan mengenal masalah Freepot adalah masyarakat Papua, khususnya masyarakat yang ada di sekitar area pertambangan, seperti suku Amungme dan Kamoro. 

“Jadi kalau (pemerintah) mau bertanya, bertanyalah kepada kami di Papua untuk mendapat jawaban yang tepat,” tandasnya. 

Dia meminta Presiden Joko Widodo membuka ruang demokrasi seluas-luasnya kepada orang Papua, terutama Amungme dan Kamoro untuk duduk dan membicarakan hak-hak kepemilikan tanah dan aset yang sedang ditambang oleh Freeport. 

“Persoalan Freeport harus dikembalikan ke Pemerintah Provinsi Papua dan masyarakat pemilik hak ulayat. Freeport akan dilindungi masyarakat adat Amungme dan Kamoro untuk tetap beroperasi, karena masih banyak hal yang perlu dilakukan Freeport di Papua,” pungkasnya. (mix/adk/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ditanya Kapolsek, Cabe-cabean Ini Gugup Karena...


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler