Pak Jokowi, Kantor Desa Ada yang Dibakar Gara-Gara Bansos

Minggu, 17 Mei 2020 – 13:44 WIB
Presiden Joko Widodo. Foto: Ricardo/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Komisi VIII DPR RI Yandi Susanto mengharapkan pemerintah benar-benar serius dalam penyaluran bantuan sosial (Bansos) bagi masyarakat terdampak Covid-19. Sebab, sudah ada kantor desa di Banten yang dibakar gara-gara bansos ini.

Hal ini disampaikan Yandri saat dimintai tanggapan atas pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengeluhkan masih minimnya bantuan sosial yang tersalurkan kepada rakyat dan meminta tiga menterinya bergerak cepat.

BACA JUGA: Jokowi Keluhkan Distribusi Bansos, Yandri: Makanya Jangan Anggap Remeh

"Saya hari ini berkunjung ke tiga desa di Serang, Banten, bertemu dengan para kepala desa sekalian reses dan bagi sembako. Memang kekacauan, kesembrautan (bansos) itu terasa sekali di tingkat desa," kata Yandri saat dihubungi, Sabtu (16/5) malam.

Politikus PAN ini pun heran karena bagaimana mungkin kepala desa tidak tahu data warganya yang menerima bansos. Pasalnya, tiba-tiba saja Dinas Sosial Kabupaten Serang mengirimkan bantuan ke sejumlah orang namun kepala desanya tidak tahu data tersebut.

BACA JUGA: Tak Kebagian Bansos, Warga Mengamuk, Kursi Rusak, Jendela Pecah

"Nah, akhirnya di dapil saya ada kantor desa yang dibakar kemarin. Ada juga kepala desa banyak yang didemo," ucap Yandri.

Kondisi itu menurut wakil ketua umum PAN ini, terjadi karena pemerintah menganggap remeh masalah ini. Terlebih lagi dia melihat ada persoalan serius dari komunikasi Presiden Jokowi yang tidak nyambung dengan rakyat.

BACA JUGA: Indira Kalistha Meremehkan Covid-19, Deddy Corbuzier Bilang Begini

"Maksud saya begini, Pak Jokowi sampaikan masyarakat akan dapat BLT Rp600 ribu per bulan selama tiga bulan berturut-turut. Ini dipahami oleh rakyat di bawah bahwa masyarakat semuanya dapat, dan cara mendapatkannya gampang tidak bertele-tele," jelasnya.

Namun demikian, fakta di lapangan tidak begitu. Warga yang menerima bansos itu sedikit, dan mengurusnya berbelit-belit. Akibatnya penyaluran bantuan itu tidak tepat sasaran, jumlah penerima sedikit dan susah mencairkannya.

Yandri juga mengingatkan bahwa masyarakat yang terdampak perekonomiannya akibat Covid-19 itu jumlahnya lebih dari 20 juta KK. Memang pemerintah sudah meningkatkan bantuan non tunai bahan pokok dari 15,2 juta KK menjadi 20 KK penerima.

Akan tetapi hal itu tidak bisa mengimbangi jumlah rakyat yang terdampak sekarang ini. Sebab, ada kelompok masyarakat yang sebelum pandemi Covid-19 tidak termasuk golongan miskin, sekarang sudah menjadi miskin.

Di sisi lain, ekspektasi masyarakat terlalu tinggi, karena dirasa akan mendapat bantuan dari pemerintah ternyata mereka tidak mendapatkannya. "Ini yang bikin kisruh," tukas Yandri.

Lantas bagaimana solusinya? Pemerintah, kata politikus kelahiran Bangkulu ini, harus memperbaiki pola komunikasinya dengan rakyat. Soal bansos, harus dijelaskan siapa saja yang mendapatkan berikut datanya supaya tidak terjadi kesalahpahaman di masyarakat.

"Kan ada syaratnya, yang sudah dapat PKH tidak dapat lagi BLT dari Kemensos. Yang dapat BLT Kemensos tidak dapat lagi BLT Desa. Nah kalau itu terarah, terukur, kemudian koordinasinya bagus. Artinya saya kira bantuan itu akan merata. Jadi paling ujung BLT Desa yang menyisir mereka yang belum dapat," jelas Yandri.

Namun faktanya tidak begitu. Ada yang satu desa cuma dapat berapa orang saja. Kemudian datanya tidak klop, karena yang berhak menerima tidak dapat, yang tidak berhak justru diberi bantuan. Di sinilah diperlukan dukungan dan koordinasi Dinas Sosial.

"Saya kira mensos sudah pontang panting, sudah top kerjanya. Tetapi kan dia sendiri, kalau tidak disokong oleh kepala daerah dengan data yang benar, tidak ada koordinasi dengan kepala desa, kesemrawutan penyaluran bansos ini pesimistis akan bisa diakhiri. Artinya sulit tepat waktu, tepat sasaran dan bisa tercapai dengan baik," tandas Yandri.(fat/jpnn)


Redaktur : Yessy
Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler