jpnn.com, JAKARTA - Anggota DPR RI Asal Sulawesi Selatan, Andi Akmal Pasluddin meminta kepada presiden dan wakil presiden agar dalam kabinetnya memilih Menteri Pertanian yang mampu mewujudkan swasembada pangan. Pasalnya, hingga periode pertama presiden Jokowi berakhir, beras sebagai ikon pangan negara Indonesia tidak mampu swasembada murni sehingga merdeka dari impor beras non-premium untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
“Meski banyak kaum akademisi mengagumi kinerja sektor pertanian di lima tahun terakhir, namun kita semua bisa merasakan, bahwa selama lima tahun ini, setiap tahun ada impor pangan dalam jumlah besar baik itu beras, jagung, kedelai, bawang, buah-buahan, gula dan garam. Jadi kita perlu berimbang dalam memberikan pendapat agar kita semua tidak terlena dalam situasi angan-angan, demi perbaikan masyarakat yang nyata,” ucap Akmal kepada wartawan Senin (21/10).
BACA JUGA: Kementan: Anak Muda Jangan Malu jadi Petani
Legislator Sulawesi Selatan ini mengapresiasi mantan wakil Presiden Jusuf Kalla yang menyadari bahwa ada persoalan ketidakberimbangan lahan produksi pangan dengan jumlah penduduk Indonesia sehingga tidak mampu mencapai swasembada pangan. Ada persoalan 260 juta penduduk Indonesia yang perlu makan tiap hari, ada juga persoalan konversi lahan pertanian menjadi nonpertanian.
Sedangkan lahan kritis dan lahan tidur belum mampu di aktivasi untuk berubah menjadi lahan pertanian untuk keperluan produksi pangan.
Pembina wilayah Sulawesi dari DPP PKS ini mengatakan bahwa antara 30 sampai dengan 35 tahun lalu, ketika zaman Soeharto, jumlah penduduk Indonesia setengah dari sekarang sekitar 130 juta jiwa. Lahan persawahan kita 10 juta hektare dengan kemampuan produksi 3 ton per hektare per tahun.
Menurut Akmal, mestinya kita mampu menciptakan lahan baru hingga dua kali lipat sebesar 20 juta hektare atau meningkatkan efisiensi produksi per hektare per tahunnya. Namun pada kenyataannya, lahan tiap tahun malah berkurang.
Akmal menjelaskan, bahwa saat ini rata-rata kepemilikan lahan petani bila merujuk data Bappenas tahun 2014, rerata kepemilikan lahan petani secara nasional hanya 0,86 Ha.
Di Jakarta 0,18 Ha, sedangkan di pulau Jawa rerata sekitar 0,3 Ha. Jumlah luasan ini belum mampu memenuhi skala ekonomi untuk dapat bertahan hidup.
Menurunya, perluasan lahan adalah cara instan seperti untuk skala nasional, produksi pangan hingga mencapai titik aman memerlukan perluasan lahan pertanian hingga 200 ribu hektara per tahun. Untuk mencapai negara eksportir pangan, perluasan lahan yang diperlukan seluas 300 ribu hektar per tahun.
Namun, menurut Politikus FPKS ini, upaya perluasan lahan ini adalah cara yang terlalu berisiko terhadap dampak kerusakan lingkungan. Misalnya pembukaan hutan untuk sawah, atau buka lahan gambut yang tidak cocok untuk tanaman pangan.
Dominasi program diversifikasi konsumsi pangan dan intensifikasi produksi pertanian sangat diperlukan untuk menuju cita-cita swasembada pangan selain ekstensifikasi.
“Saya berharap, Swasembada pangan ini mampu di raih kembali. Ini mimpi kita semua bangsa Indonesia. Dan harapan kepada pemerintahan sekarang sangat besar. Semoga bukan janji atau isu yang swasembada, namun kenyataan di lapangan kita swasembada pangan,” ujar Akmal.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich