jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR Heri Gunawan meminta pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla untuk mengelola risiko proyek infratruktur secara cermat. Apalagi, infrastruktur dibiayai utang.
Politikus Partai Gerindra itu menuturkan, pembiayaan pembangunan mengandalkan pinjaman berimplikasi pada penambahan utang yang menumpuk hingga mencapai Rp 4.000 triliun. Imbasnya adalah membesarnya defisit APBN.
BACA JUGA: 3 Tahun Pemerintahan Jokowi, Investasi Tembus Rp 1.494 T
"Dalam lima tahun terakhir, realisasi defisit anggaran cenderung meningkat. Penyebabnya gap antara realisasi pendapatan dan belanja serta utang," ucap Heri kepada JPNN, Rabu (18/10).
Meski infrastruktur punya dampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, kata Heri, tapi kalau terus-terusan dibiayai dengan utang maka skenario terburuknya adalah jika terjadi gagal bayar. Sebab, ketika BUMN yang mengutang mengalami gagal bayar maka akan harus melakukan right issue untuk menggalang dana, atau minta disuntik dengan APBN lewat skema penyertaan modal negara (PMN).
BACA JUGA: 3 Tahun Pemerintahan Jokowi, Kemakmuran Masih Senjang
"Artinya, kita akan terus-menerus terperangkap pada lingkaran setan liberalisme, utang, gagal bayar, utang lagi. Sehingga semangat yang tadinya ingin mengurangi beban APBN justru menambah beban APBN," tegas legislator asal Jawa Barat ini.
Karena itu, tiap BUMN dituntut memiliki skenario manajemen risiko yang matang. Selain itu, yang perlu diperhatikan adalah kemampuan pembiayaan infrastruktur yang bersumber pada penerimaan APBN. Di mana lebih dari 70 persen penerimaan APBN bergantung pada pajak.
BACA JUGA: 3 Tahun Pemerintahan Jokowi, Begini Kondisi Ekonomi
Sementara itu, dalam beberapa tahun terakhir target penerimaan pajak, terutama PPh migas sering meleset dari target yang sudah dipatok. Penyebabnya selain ekonomi global, juga karena tax ratio yang masih sangat rendah. Sehingga penerimaan pajak diperkirakan akan mengalami shortfall.
Selain itu, lanjut Heri, proyek infrastruktur yang jorjoran yang didasarkan pada studi kelayakan memakai asumsi-asumsi makro terlampau optimis bisa menjadi blunder. Defisit akan terus naik dan kenaikannya akan menyulitkan terwujudnya keseimbangan primer yang positif.
"Pada postur 2018 saja disebutkan bahwa pendapatan negara sekitar 14 persen terhadap PDB, sedangkan belanja bisa mencapai 16 persen terhadap PDB. Gap tersebut tetap musti diperhatikan," tandas Heri.(fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jokowi Ungkap Alasan Fokus Membangun Infrastruktur
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam