jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik Pangi Pangi Syarwi Chaniago menilai, langkah Joko Widodo menggandeng Ma'ruf Amin menimbulkan sejumlah kelemahan dan kekurangan. Paling tidak empat kelemahan bisa terlihat publik secara luas.
Pertama, diprediksi muncul resistensi cukup tinggi dari pendukung Mahfud MD maupun mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
BACA JUGA: Pengamat: Lima Alasan Jokowi Pilih Maruf Amin jadi Cawapres
Pasalnya, nama Mahfud awalnya begitu kencang disuarakan sebagai bakal calon wakil presiden mendampingi Jokowi. Namun, dicoret di menit-menit terahir.
"Itu tentu menyisakan luka dalam di kalangan pendukung fanatik Mahfud yang berujung pada kekecewaan dan menurunnya loyalitas dalam memperjuangkan pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin," ujar Pangi di Jakarta.
BACA JUGA: Tak Mungkin Semua Ahoker Anti Maruf Amin
Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting ini memprediksi hal yang sama juga terjadi pada elemen pendukung Ahok. Alasannya, Ma’ruf Amin merupakan salah satu nama yang membawa Ahok akhirnya mendekam dalam penjara.
"Saya kira, kekecewaan ini harus dikelola dengan baik, sehingga mereka tetap memilih Jokowi dan tidak mengalihkan dukungan pada kandidat lain serta tidak golput," sambung Pangi.
BACA JUGA: Analisis Pangi tentang Kelemahan Duet Prabowo - Sandi
Kedua, memainkan politik identitas. Menurut Pangi, isu politik identidas sebelumnya selalu dialamatkan kepada koalisi PKS dan Gerindra. Namun keputusan Jokowi memilih Ma’ruf Amin untuk membendung gelombang politik identitas, justru membawa kesan Jokowi sedikit terjebak pada posisi yang kurang menguntungkan.
"Saya prediksi, kubu Jokowi akan mendapat tuduhan baru, menjadikan politik identitas sebagai tameng dan memanfaatkan ghirah populisme Islam dalam tanda petik, hanya sebagai upaya mendulang suara pemilih kanan, sehingga Jokowi berpotensi kembali dilirik suara umat," katanya.
Pangi mendasari pandangannya, karena narasi yang dibangun kubu Jokowi sebelumnya, agama dan politik harus dipisahkan. Dengan demikian bisa dianggap menjilat ludah sendiri.
Ketiga, Ma'ruf Amin kini telah berusia sepuh. Tentu punya keterbatasan ruang gerak mobilisasi dan adaptasi terhadap tantangan politik.
Jadwal kampanye yang padat dan luasnya wilayah akan dikunjungi, menyulitkan Ma'ruf dalam melalui masa kampanye yang panjang dan melelahkan.
Sementara di sisi lain, juga akan kesulitan menyesuaikan diri dengan pemilih milenial.
"Untuk itu, Jokowi harus habis-habisan memainkan peran demi merebut dan memenangkan hati kaum milenial," kata Pangi.
Keempat, Pangi memprediksi NU tak akan memberi dukungan sepenuhnya. Pasalnya, di tubuh NU terdapat banyak elemen dan kepentingan.
Di kalangan NU sendiri dikenal sebutan NU struktural dan NU kultural, kedua segmen ini butuh pendekatan dan sentuhan berbeda.
"Fakta politik menunjukkan, NU kultural dan NU struktural bukan entitas politik yang dengan mudah bisa dimobilisasi untuk mendukung atau tidak terhadap kandidat tertentu.
NU juga tidak mudah dikapitalisasi sebagai rumah atau milik satu partai tertentu. Kader NU ada di semua partai politik," tuturnya.
Pangi mencontohkan pengalaman di Pilpres 2004 lalu, Megawati Soekarnoputri yang berpasangan dengan kader NU Kiai Hasyim Muzadi justru kalah. Begitu juga dalam beberapa pilkada, kader NU menelan kekalahan di basisnya sendiri," pungkas Pangi.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemberian Kartu Anggota NU ke Prabowo Tidak Selalu Politis
Redaktur & Reporter : Ken Girsang