jpnn.com - Hari Guru Nasional (HGN) diperingati setiap tanggal 25 November. Jasa para pahlawan tanpa tanda jasa ini sungguh besar bagi negeri ini.
Namun, di balik jasa besar itu, masih ada guru yang nyambi dengan pekerjaan lain demi menopang kebutuhan tiap hari.
BACA JUGA: Ketum PGRI: Jangan Lupakan Jasa Guru Honorer
--------
Tak sedikit dari profesi guru melakukan usaha sampingan demi memenuhi kebutuhan keluarga. Di luar aktivitas mengajar, ada yang jualan kerupuk dan pekerjaan halal lainnya.
BACA JUGA: PGRI Serukan Pentingnya Peningkatan Kesejahteraan Guru
Seperti yang dilakoni Abdul Kholil, 42, guru honorer yang tinggal di RT 4, RW 1, Dusun Krajan, Desa Purwoharjo, Kecamatan Purwoharjo, Banyuwangi, Jatim, ini.
Di rumahnya dia tinggal bersama istrinya, Nur Ngatiyah, 38. Aktivitas dia sebagai guru sangat terlihat dari kalender dan beberapa stiker kegiatan sekolah yang tertempel di tembok.
BACA JUGA: Membangun Pendidikan Karakter Melalui Keteladanan Guru
Selebihnya, di rumahnya lebih banyak terdapat tumpukan kerupuk berbagai ukuran.
Menjadi guru dan menjual kerupuk memang tidak bisa dilepaskan dari kegiatan sehari-hari ayah dari Nuril Ansor, 15, dan M. Shilfan Abdi Rofa, 7 ini.
Kepada Jawa Pos Radar Banyuwangi, Kholil menyebut aktivitas yang dia lakoni sebagai bentuk usaha mencukup kebutuhan hidup. Baginya, menjadi guru bukan untuk bekerja tapi berjuang dalam mencerdaskan generasi muda.
”Usaha inti saya kerupuk. Di sekolah bukan kerja, di sana kita berjuang untuk pendidikan anak-anak,” terangnya.
Jadwal mengajarnya pun cukup padat dan berpindah-pindah. Dalam seminggu, dia harus memenuhi waktunya mengajar agama di SMP Karya Dharma/Kosgoro Puwoharjo setiap Selasa dan Sabtu.
Di luar jam itu, dia harus membagikan ilmunya kepada santri untuk belajar kitab Kifayatul Awam, dan setiap hari Rabu mulai pukul 09.00 hingga 10.30 di Pesantren Darul Falah.
Setiap sore mulai pukul 15.00 dia harus mendampingi anak-anak belajar mengaji di TPQ Al Badar yang berlokasi tidak jauh dari rumahnya.
Aktivitas itu dilanjutkan mengajar Diniyah di masjid Besar Baiturrrohim Purwoharjo Minggu malam, Senin malam, dan Selasa malam.
Dalam sehari, aktivitas yang dia lakukan diawali dengan berjualan kerupuk di Pasar Purwoharjo.
Aktivitas jualan di pasar itu dia batasi hingga waktu persiapan mengajar. ”Kalau ada jam mengajar, pukul 06.30 harus sudah pulang jualan,” terangnya.
Jualan kerupuk biasanya dia lanjutkan menjelang magrib selepas pulang dari kegiatan TPQ.
Kholil biasanya mengirimkan kerupuk-kerupuk di sejumlah warung makanan di sekitar Pasar Purwoharjo. ”Nanti kalau sudah menjelang magrib, kirim krupuk ke yang dekat-dekat,” katanya.
Hasil yang dia dapat dari berjualan kerupuk sudah sangat cukup. Dari hasil usahanya ini, sedikit banyak Kholil menyisihkan untuk membantu anak-anak yang mengalami masalah dalam menempuh sekolah.
”Alhamdulillah, bisa untuk menunjang aktivitas saya di sekolah, saya juga sudah berani mendaftar haji,” terangnya.
Kesibukan Kholil dalam membagi waktu antara jualan kerupuk dan kegiatan mengajar tidak bisa dilepaskan dari dukungan keluarga.
”Istri saya paling mendukung. Saya di TPQ juga bersama dia. Jika tidak ada dukungan tentu saya sudah berhenti,” jelasnya.
Ke depan, dia berobsesi memiliki kesibukan yang bisa menampung dan mendukung kegiatan anak yatim piatu yang ada di daerahnya.
Hal ini tidak lepas dari dorongan dari sejumlah tokoh yang selama ini mendukung aktivitasnya.
”Saya dulu didorong sama dermawan (anggota DPR) untuk mengelola panti anak yatim. Saya bilang asal ada yang di depan, saya siap,” tegasnya.
Totalitas dalam memajukan dunia pendidikan saat ini merupakan bentuk hormat dan taatnya kepada guru.
Sejak belajar di Pesantren Darul Falah, Desa Bulurejo, Kecamatan Purwoharjo, Kholil selalu berusaha mematuhi arahan dari gurunya.
Bahkan, selepas dari pesantren pada 2001, dia juga harus kembali saat diminta gurunya pulang untuk membantu mengajar. ”Saya begini ini juga karena bentuk manut kepada guru saya,” ujarnya.
Di mata tetangganya, perjuangan Kholil dalam dunia pendidikan cukup diakui. ”Beliau (Kholil, Red) seorang pekerja keras. Saya dulu yang mengajari mengaji ya beliau,” ucap Awang Nuryadin, 21, tetangga yang juga mantan murid Kholil. (sli/aif/c1)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jangan Hanya Berwacana Angkat Honorer jadi P3K
Redaktur & Reporter : Soetomo