Pak Kiai Simpan Tongkat Bung Karno dan Kapak Wiro Sableng

Kamis, 22 Februari 2018 – 00:27 WIB
KH Abdul Wahid Umar, Pendiri Ponpes Graksan Kota Cirebon, menunjukkan barang-barang pusaka di kediamannya. Foto: Jamal Suteja/Radar Cirebon

jpnn.com - KH Abdul Wahid Umar merupakan sosok kiai nyentrik. Pengasuh Pondok Pesantren Kanggraksan Kota Cirebon, Jabar, itu juga mengoleksi sejumlah benda pusaka.

JAMAL SUTEJA, Cirebon

BACA JUGA: Sekjen PDIP Kunjungi Pameran Benda Pusaka, Ini Pesannya

DUA belas tahun lalu, Abdul Wahid Umar kembali ke Cirebon dari perantaunya di Jakarta.

Kepulanganya ke tanah kelahiran, lantaran mengikuti amanat dari ulama. Salah satu amanat itu, menjaga barang-barang pusaka dan antik.

BACA JUGA: Ssst…Bulu Perindu, Jimat Pemikat Pasangan

Amanat ini diikuti Abdul. Bagi sebagian orang, hal-hal berbau klenik mungkin dipandang minor. Apalagi ketika cara mendapatkannya ditempuh dengan hal-hal yang bersifat supranatural. Persepsi ini tidak berlaku baginya.

“Saya udah 12 tahun. Setelah ibu bapak meninggal, dapat amanat kemudian pulang ke Cirebon. Dari situ saya mulai koleksi barang-barang antik,” kata Abdul, kepada Radar Cirebon (Jawa Pos Group).

Sejak saat itu, sudah ratusan benda antik yang dikoleksinya. Mulai dari tongkat Presiden Soekarno, samurai jepang, keris, patung ganesha, jam kuno, hingga logam mulia yang berlogo Soekarno dan buatan London.

Yang unik tentu saja ada Kapak Wiro Sableng. Tidak ada tulisan 212 di kapak tersebut. Hanya ada ukiran gambar naga di atas besi baja yang menjadi bahan pembuatnya.

“Kalau saya menyakini Wiro Sableng itu waliyullah,” ucapnya, saat disinggung apakah sosok Wiro Sableng itu fiksi atau nyata.

Kebanyakan benda-benda antik didapatkan Abdul Wahid Umar, hasil pencarian saat malam hari. Biasanya di pinggir-pinggir pantai mulai dari Kejawanan hingga Gunungjati.

Dia sendiri menyebut tujuan mengambil benda antik itu, sebagai cara untuk mengamankan agar tidak diambil oleh yang tidak bertanggung jawab.

Abdul Wahid Umar sendiri sulit menjelaskan dari mana asal usul benda tersebut. Namun diyakini benda-benda itu merupakan pusaka peninggalan leluhur, yang masih liar. Sehingga perlu disterilkan agar bisa dipajang.

Biasanya untuk menundukan benda pusaka itu, Abdul Wahid punya cara tersendiri. Termasuk juga untuk menjaga agar barang tersebut tidak rusak.

“Setiap bulan mulud dibersihkan. Tanggal 12 Rabiul Awal, pakai bubuk bata dan air,” katanya.

Dia menyebut, hingga saat ini ada 80 macam jenis barang yang dikoleksinya. Ada beberapa barang yang tidak dia pajang dan masih tersimpan di rumah.

Sementara untuk benda-benda antik lainnya dia pajang di area Ponpes Graksan. Abdul sendiri membebaskan orang untuk melihat benda-benda tersebut selama tidak merusak.

“Kalau ini saya tidak dijual, tapi kalau ada orang yang minta asalkan cocok sama aura bendanya, saya kasih,” katanya.

Abdul sendiri ingin memiliki tempat khusus untuk menyimpan benda-benda pusaka. Dia juga punya tempat khusus untuk koleksi hasil kesenian, seperti lukisan, hiasan dari akar, dan batang pohon yang mirip dengan naga dan burung perkutut.

“Kalau akar dan batang pohon ini, saya juga nemu, pas awal belum terbentuk seperti naga dan perkutut, tapi setelah itu baru terlihat,” sebutnya. (fab/jpg/JPC)


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler