Pak SBY Bandingkan Pemerintah AS dengan Indonesia, Jokowi Harus Berhati-Hati

Kamis, 09 April 2020 – 15:50 WIB
Susilo Bambang Yudhoyono. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga menyinggung soal berbagai regulasi yang dikeluarkan pemerintah dalam berperang melawan virus Corona (Covid-19).

Salah satunya adalah Pertaturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perppu Nomor 1/2020.

BACA JUGA: SBY: Malu Kepada Rakyat, Tidak Terjadi di Negara Lain

Hal ini dikutip dari artikel berjudul "Indonesia Harus Bersatu, dan Fokus pada Penghentian Penyebaran Virus Corona" yang diunggah di akunnya di Facebook pada Rabu (8/4).

"Namun, ada satu isu kritikal yang perlu saya sampaikan. Mungkin pemerintah tidak berkenan mendengarkan pandangan ini. Jika demikian halnya, pandangan saya ini mohon diabaikan saja. Saya hanya ingin berkontribusi untuk kesuksesan dan keselamatan pemerintah, baik sekarang maupun masa nanti," tulis SBY sebelum mengulas masalah Perppu Corona.

BACA JUGA: SBY Sesalkan Ancaman Memolisikan Warga Penghina Presiden

Isu kritikal yang dimaksud Presiden RI dua periode itu adalah berkaitan dengan hak budget, dalam arti siapa yang oleh konstitusi dan sistem ketatanegaraan diberikan kewenangan untuk itu.

Pihak mana yang diberikan kewenangan (power) untuk mengumpulkan dan mendapatkan uang, siapa yang berwenang untuk menetapkan uang itu digunakan untuk apa, dan bagaimana pengawasan dan pertanggung jawabannya.

BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Kabar Baik THR PNS dan Gaji ke 13, Rekrutmen CPNS dan PPPK Ditiadakan

Menurut tokoh 70 tahun itu, langkah pemerintah mengeluarkan sejumlah instrumen hukum dan administrasi dalam keadaan darurat atau krisis memang dibenarkan dan juga diperlukan.

Baik itu berupa Peraturan Pemerintah (PP), Perppu, Peraturan Presiden (Perpres), Keputusan Presiden (Keppres) dan berbagai perangkat turunannya.

Namun lewat artikel itu dia tidak bermaksud menanggapi Perppu No 1 Tahun 2020 misalnya, karena itu menjadi domain dan wilayah parlemen.

Juga tidak akan mengomentari berbagai pasal di Perppu yang memiliki singgungan kewenangan lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif. Serta menyangkut akuntabilitas dan prinsip-prinsip “good governance” yang harus dijaga oleh pemerintah.

SBY memahami dalam keadaan seperti sekarang ini pemerintah ingin bertindak cepat tanpa halangan, termasuk halangan perundang-undangan.

Pemerintah ingin melakukan bypass dan bisa mengambil keputusan sendiri, tanpa harus melibatkan DPR RI dan DPD RI misalnya, sebagaimana yang diatur dalam konstitusi.

"Sekali lagi, di sini saya hanya akan menyampaikan pandangan saya tentang penggunaan dan pertanggung jawaban keuangan negara," sebut mantan ketum Partai Demokrat itu.

Kalau tidak salah, lanjut SBY, melalui Perppu pemerintah menentukan bahwa anggaran untuk penanganan korona, bantuan kepada masyarakat dan penyelamatan ekonomi, menjadi kewenangan pemerintah. Artinya, tidak harus dibahas dan ditetapkan secara bersama oleh pemerintah dan DPR.

Tidak perlu dimasukkan dalam sistem, yaitu melalui APBN Perubahan, sebagaimana yang diamanatkan oleh konstitusi, UUD 1945, yang produknya berupa UU.

"Kalau hal itu benar adanya, saya menyarankan pemerintah perlu berhati-hati. Pastikan aturan itu tidak bertentangan dan melanggar konstitusi negara. Jangan sampai pemerintah melakukan tindakan yang inkonstitusional," tegas pemimpin kelahiran Pacitan, Jawa Timur ini.

SBY juga mengingatkan bahwa kehatian-kehatian perlu juga dimiliki oleh DPR RI jika akhirnya membenarkan aturan ini dengan menyetujui Perppu No 1 Tahun 2020. 

Termasuk Mahkamah Konstitusi juga mesti berhati-hati jika pada saatnya juga mengukuhkan atau membenarkan tindakan sepihak pemerintah dalam penggunaan keuangan negara tersebut.

Bagi mantan Menteri Pertambangan dan Energi Indonesia ke-11 ini, khusus pengelolaan keuangan negara ini sangat esensial dan fundamental.

Jiwa, semangat dan substansi konstitusi di banyak negara, termasuk Indonesia, adalah mengatur kewenangan dan batas kewenangan lembaga-lembaga negara dalam manajemen keuangan negara.

"Jangan sampai kewenangan (power) untuk mengelola keuangan negara ini berada di satu tangan. Ingat, power tends to corrupt, dan absolute power tends to corrupt absolutely. Kekuasaan yang sangat besar sangat mungkin disalahgunakan. Juga diingatkan bahwa power must not go unchecked, dan power must be checked by another power. Inilah yang mendasari prinsip checks and balances di antara eksekutif, legislatif dan yudikatif," tutur mantan Pangdam II/Sriwijaya ke-24 era Presiden Soeharto ini.

SBY melanjutkan, lazimnya, eksekutif diberikan kewenangan untuk mendapatkan keuangan negara, termasuk menarik pajak dan berhutang jika penerimaan negara kurang.

Legislatif mendapat kewenangan dan tugas untuk membahas RAPBN bersama eksekutif, sampai dengan dicapainya persetujuan bersama untuk ditetapkan menjadi Undang-Undang APBN.

Sedangkan pengawasan dan urusan akuntabilitasnya diamanatkan kepada lembaga audit nasional, untuk negara kita BPK.

Dalam pandanganya, mungkin pemerintah berpikir bahwa justru Perppu itulah yang nantinya akan menjadi UU, dan memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk mengatur anggaran sebesar 405,1 triliun rupiah itu untuk penanganna Covid-19. Sedangkan SBY punya pendapat berbeda.

"Aturan itu cukup dengan Peraturan Presiden, dan tidak harus dengan Undang-Undang. Menurut hikmat saya, undang-undang tidak boleh bertentangan dengan konstitusi, atau menggugurkan aturan konstitusi.

Kecuali, kalau ada sistem dan aturan baru dalam ketatanegaraan kita yang saya tidak mengikutinya. I am no longer in the loop," tegasnya.

Menurut SBY, kebutuhan anggaran untuk menangani Covid-19 sebenarnya cukup melalui APBN Perubahan. Kalaupun pemerintah khawatir itu butuh waktu lama, dia pun menilai ada solusinya; sesuai dengan suasana darurat corona, pembahasan APBNP tersebut dilakukan dengan cepat.

Sama atau lebih cepat dengan jangka waktu persetujuan DPR RI terhadap Perppu (1 bulan) yang dikeluarkan pemerintah.

Dia meyakini semua fraksi akan bersikap bipartisan. Akan mengutamakan kepentingan negara, kepentingan rakyat.

Akan bisa menyisihkan perbedaan dan kepentingan partainya masing-masing dalam mendukung perubahan APBN tersebut.

"Sebagai pembina Partai Demokrat, saya pastikan Partai Demokrat akan mendukung penuh dan akan menjadi bagian aktif dalam proses percepatan disetujuinya APBNP untuk tangani krisis corona ini," jelasnya.

Sebelum mengakhiri artikel tersebut, SBY menyinggung sedikit kondisi di Amerika Serikat, di mana hubungan antara Presiden Trump dengan Kongres (DPR) kurang baik lantaran dia dimakzulkan beberapa saat yang lalu.

Serta hubungan antara Partai Republik dan Partai Demokrat juga bermasalah, proses persetujuan anggaran stimulus sebesar 2,2 triliun dolar AS yang diusulkan pemerintah berjalan relatif mulus.

Saat ini, katanya, situasi di AS jauh lebih buruk dibandingkan di Indonesia dalam krisis pandemi corona. Hingga 8 April 2020, yang terjangkit Covid-19 berjumlah 400 ribu orang lebih.

Sedangkan yang meninggal hampir mencapai 13.000 orang. Situasinya lebih gawat dan lebih darurat.

"Namun, keputusan dan kebijakan Presiden tak ada yang bertentangan dengan konstitusi mereka. Kemarin, saya ikuti Presiden Trump akan “meminta anggaran tambahan” kepada DPR dan Senat mereka. Sedarurat apa pun Presiden tidak mem-bypass proses yang ditetapkan dalam konstitusi negara itu," tandas SBY.(fat/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler