Pakai Beras Mahal, Operasi Pasar Bulog Tak Efektif

Jumat, 11 Mei 2018 – 18:25 WIB
Pekerja saat mengangkut beras di Gudang Bulog Divre DKI Jakarta dan Banten, di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara, Selasa (27/2). Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Politikus Golkar Firman Soebagyo sayangkan harga beras impor untuk operasi pasar (OP) yang digelontorkan oleh pemerintah ternyata lebih mahal dari beras lokal.

Padahal, beras impor yang digelontorkan harusnya lebih murah dari beras lokal. Dia pun ragu kebijakan ini ampuh menekan harga beras di pasaran saat Ramadan dan Idul Fitri.

BACA JUGA: Komisi IV DPR Apresiasi Kinerja Bulog Kalbar

“Kalau logikanya kan kalau OP itu harga terjangkau. Harusnya murah kan. Tapi kalau harga berasnya lebih mahal jadi buat apa kita impor,” ujar Firman, Jumat (11/5).

Idealnya, kata dia, operasi pasar dilakukan untuk menjaga stabilitas harga. Sehingga masyarakat mampu membeli beras dengan harga terjangkau.

BACA JUGA: Buwas Pengin Penjualan Beras Libatkan Polsek dan Koramil

“Tetapi dengan adanya impor yang jauh lebih mahal, sehingga tidak bisa dibeli dengan harga murah dengan kualitas yang baik, artinya, ada apa? Jadi OP ini hanya jadi alasan saja untuk dijadikan pembenaran agar bisa impor," tutur Firman.

"Di balik itu ada pemain-pemain, ada kepentingan-kepentingan di dalamnya. Tapi Siapa? Saya kira ini menarik dilakukan kajian,” tambah dia.

BACA JUGA: Buwas: Kalau Memang Tidak Perlu Kenapa Harus Impor

Dia juga curiga impor beras ini untuk kepentingan politik di 2019. Kecurigaan Anggota Komisi IV DPR ini lantaran tahun lalu, Kemendag sudah komit untum tidak impor beras.

Buktinya, harga beras tahun lalu juga stabil. Tapi belakangan begitu memasuki tahun politik, Kemendag malah buka impor kran beras 500 ribu ton. "Ini yang kita curigai," tambah dia.

Terpisah, salah satu pedagang beras di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) Afong tegaskan situasi harga beras saat ini sudah turun.

Menurut dia, harga beras medium saat ini rata-rata jauh di bawah di bawah Rp 9.000 per kilogram. HET untuk beras medium sendiri Rp 9450 per kilogram untuk wilayah Jawa dan Jakarta.

“Bahkan beberapa waktu lalu (harga beras medium di Cipiinang) ada yang pernah menyentuh Rp 7900 per kilogram,” katanya.

Mengenai Operasi Pasar yang dilakukan Bulog, dia tidak terlalu yakin akan efektif. Buktinya, harga beras selama ini turun, bukan karena Operasi Pasar tapi karena memang suplai beras berlebih dan di berbagai daerah sentra produksi banyak panen.

“Jadi harga turun bukan karena operasi pasar tapi karena produksi melimpah,” katanya.

Afong sendiri mengaku menjual beras Bulog di kiosnya. Hanya saja, beras Bulog ini tidak terlalu laku dijual. Masyarakat, kata dia, lebih cenderung untuk mengkonsumsi beras lokal.

Bukan hanya itu, opini di media sosial beberapa waktu lalu mengenai beras yang diimpor Bulog untuk pakan ternak ikut pengaruhi opini publik terhadap beras Bulog.

“Apalagi beras Bulog ini identik dengan beras miskin (raskin). Ini juga yang membuat masyarakat kita walau miskin masih senang konsumsi beras lokal,” katanya.

Dia pun yakin harga beras jelang puasa ini tetap akan stabil, tidak akan mengalami kenaikan.

“Kalau puasa kan konsumsi berasnya berkurang. Permintaan turun. Kemudian masyarakat juga fokus pada kebutuhan lain, untuk liburan, biaya sekolah anak di tahun ajaran baru, jadi saya kira sulit harga beras ini naik jelang puasa ini,” katanya.

Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Indonesia mengatakan untuk pasokan beras sendiri ke konsumen belum ada kendala yang berarti.

Hanya saja, dia mengaku bingung dengan penerapan HET sendiri karena nyatanya beberapa beras medium untuk jenis tertentu masih diatas HET.

“Sementara di pasar itu banyak jenis beras. Ada IR1, Ramos, Muncul, jadi bingung kualifikasi mana medium mana yang premium. Katakan seperti IR1 kalau dikatakan medium harganya Rp 9600, IR2 atau ramos Rp 10.700, beras muncul 11.900. Ini masuknya kualifikasi apa?,” katanya.

Kemudian untuk stabilisasi harga, dia tidak terlalu yakin bisa efektif sebab nyatanya Bulog juga belum terlalu maksimal distribusi jenis beras yang baik di pasar.

Apalagi jika jenis beras yang digunakan OP adalah beras impor sebab nyatanya masyarakat kita masih sulit menerima beras impor lantaran secara kualitas beras lokal masih lebih baik.

“Makanya operasi pasar tidak berpengaruh pada harga di lapangan. Saran saya karena operasi pasar ini identik dengan pemadam kebakaran, diganti saja jadi Operasi Pengendalian Harga. Membuka lapaknya juga bukan diluar, tapi dalam pasar, atau diserahkan ke pedagang,” katanya. (dil/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Syahrul Yasin Limpo Minta Buwas Kunjungi Indonesia Timur


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
operasi pasar   Bulog   beras  

Terpopuler