Pakar Apresiasi Usulan PDIP untuk Membentuk Komite Audit Independen Lembaga Survei

Kamis, 04 Januari 2024 – 06:27 WIB
Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul Jamiluddin Ritonga. Foto: Dokpri for jpnn.com

jpnn.com, JAKARTA - Pakar komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul M Jamiluddin Ritonga mengapresiasi usulan PDIP untuk membentuk komite audit independen lembaga survei.

“Saya pribadi sudah lama mengusulkan hal itu mengingat banyaknya lembaga survei yang merilis hasil survei yang berbeda,” ujar Jamiluddin di Jakarta, Rabu (3/1/2024).

BACA JUGA: Hasil Survei, Elektabilitas Perindo Tembus 4,6 Persen

Menurut dia, banyak hasil survei yang berbeda. Padahal interval waktu survei yang dilakukan tidak jauh berbeda.

Begitu juga halnya dengan instrumen dan besar sampel yang diteliti. Hal itu bisa berdampak pada kepercayaan publik.

BACA JUGA: Mahfud Soal Hasil Survei: Saya Sama Sekali tidak Resah

“Perbedaan hasil yang signifikan tentu membuat keraguan terhadap hasil survei yang dirilis beberapa lembaga survei. Hal itu berimplikasi juga pada keraguan objektifitas lembaga survei dalam melakukan penelitian,” ujar Jamiluddin Ritonga.

Menurut Jamiluddin, ada sinyalemen hasil survei disesuaikan dengan keinginan pemesan, juga menguatkan keraguan terhadap hasil survei.

BACA JUGA: PDIP Dorong Pembentukan Panja Penyaluran Bansos agar Tepat Sasaran

“Beberapa lembaga survei juga berfungsi sebagai konsultan politik capres atau parpol atau caleg tertentu, sehingga semakin meyakinkan abainya lembaga survei pada prinsip objektifitas," ujar Jamiluddin.

Untuk memastikan hal itu tidak terjadi, maka diperlukan lembaga pengawas independen terhadap semua lembaga survei.

Dia berharap semua lembaga survei akan profesional dalam melakukan penelitian. Lembaga survei melakukan survei semata berdasarkan prinsip dan kaidah ilmiah yang berlaku universal.

Jamiluddin juga menekankan agar nantinya pengawas independen bisa taat asas. Sebab, persoalan di Indonesia pada umumnya sulit taat asas dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.

Hal itu untuk mencegah praktik yang tidak pantas antara lembaga pengawas dan yang diawasi.

“Jadi, kalau lembaga pengawas independen dibentuk, maka dipastikan orang yang ditugaskan haruslah yang taat asas. Hanya orang-orang seperti ini yang dapat melakukan pengawasan secara efisien dan efektif. Mereka ini juga yang berani memberi sanksi yang sepadan dengan kesalahan yang dilakukan lembaga survei,” tegas mantan Dekan FIKOM IISIP Jakarta itu.

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan (PDI-P) Hasto Kristiyanto mengusulkan dibentuknya komite independen untuk mengaudit hasil survei yang diterbitkan oleh sejumlah lembaga.

Hal tersebut terkait dengan dugaan PDI-P soal adanya upaya menggiring opini lewat lembaga survei bahwa pelaksanaan pemilihan presiden (pilpres) akan berlangsung satu putaran.

“Jadi, diusulkan saja nanti pembentukan semacam komite independen dari kalangan perguruan tinggi untuk mengaudit hasil-hasil survei karena ini terkait dengan kepentingan rakyat, terkait dengan kualitas demokrasi," kata Hasto di Kantor DPP PDI-P, Selasa (2/1/2023).

Hal senada diungkapkan politikus PDI-P Arya Bima yang mengatakan, pihaknya melihat adanya upaya untuk menggiring opini masyarakat bahwa Pilpres 2024 akan berlangsung satu putaran. Upaya tersebut menurutnya dilakukan lewat hasil survei yang dipublikasikan oleh lembaga survei.

Peran KPU

Pengamat politik dari Universitas Trunojoyo Surokim Abdussalam mengatakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) bisa turun tangan dalam sengkarut penggiringan opini oleh lembaga survei.

“Ya, saya berpikir KPU perlu mengumumkan kepada publik lembaga-lembaga yang sudah terdaftar resmi yang berpartisipasi dalam pemilu agar diketahui publik,” kata Surokim.

Pada masa Pemilu seperti ini, lembaga survei muncul bagai jamur di musim hujan. Ada dua cara yang bisa dilakukan untuk mengawasi kerja dan akuntabilitas lembaga survei.

“Apakah sudah terdaftar sah di KPU dan sudah tergabung dalam asosiasi sebagai bentuk pertanggungjawaban lembaga,” kata Surokim.

Jika sebuah lembaga survei sudah terdaftar pada asosiasi maupun KPU, maka kerja-kerja mereka bisa diawasi oleh masyarakat dan juga media.

“Saya berpikir ini akan bisa mengeliminasi lembaga survei liar yang memang hanya hadir sekali dalam lima tahun dalam setiap hajatan pemilu saja untuk kepentingan rekayasa opini publik,” tegas Surokim.

Lebih lanjut, dia menjelaskan asosiasi lembaga survei juga harus menjalankan tugas pengawasan lebih baik dan komisi etisnya bisa berfungsi dengan baik serta responsif.

“Bisa memeriksa anggotanya yang mendapat penilaian negatif dan mendapatkan untrust publik,” ujar Surokim.

Kemudian untuk lembaga survei yang tidak bergabung dengan asosiasi, komite independen bisa saja dibentuk untuk itu walau implementasinya pasti sulit karena tidak ada kewajiban dari mereka dan bisa berlindung di balik alasan sebagai karya akademis.

“Kecuali memang ada mekanisme yang mempersyaratkan itu di KPU,” pungkas Surokim.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler