jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengatakan banyak faktor penyebab polusi udara di Jakarta, baik alami maupun tidak alami.
Faktor alami berupa musim, arah dan kecepatan angin, hingga lanskap kota Jakarta. Faktor alami ini susah untuk dikendalikan.
BACA JUGA: Meresmikan Patung Bung Karno di Kaki Merapi yang Sejuk, Megawati Teringat Udara Jakarta
Adapun faktor tak alami berasal dari aktivitas manusia, seperti sektor transportasi, industri, kegiatan rumah tangga hingga pembakaran sampah.
"Berdasarkan inventarisasi emisi dari berbagai riset beberapa tahun terakhir, pembuangan emisi dari sektor transportasi memang menjadi penyebab utama polusi di Jakarta, disusul industri," ujar Direktur Pengendalian Pencemaran Udara KLHK Luckmi Purwandari dalam keterangan tertulis, dikutip Rabu (23/8).
BACA JUGA: Atasi Polusi Udara Jakarta, Heru Budi Tempuh Langkah Ini
Luckmi menegaskan polusi udara yang terjadi di Jakarta bukan bersumber dari pembangkit listrik tenaga uap atau PLTU berbahan bakar batu bara. Ia mengatakan citra satelit yang menggambarkan sumber polusi udara dari PLTU adalah hoaks.
Luckmi menilai ada pihak yang ingin mengambil keuntungan di tengah isu polusi udara yang saat ini sedang menyelimuti Jakarta.
BACA JUGA: Udara Jakarta Memburuk, Pemprov DKI Terapkan Kebijakan WFH untuk ASN
Hal senada disampaikan oleh pakar kebijakan publik Trubus Rahardiansyah yang mengatakan bahwa masalah pembakaran sampah menjadi salah satu penyebab polusi udara di Jakarta. Trubus pun meminta Pemprov DKI Jakarta serius mencegah aktivitas pembakaran sampah ini.
"Pembakaran sampah juga berkontribusi polusi, sayang enggak ada penanganan juga ke tingkat RT RW, karena di kampung-kampung," kata Trubus kepada wartawan, Rabu (23/8).
Trubus meminta Pemprov DKI dan Pemda di sekitarnya mengedukasi masyarakat agar tak melakukan pembakaran sampah. Selain itu pengelola tempat pembuangan sampah juga harus dilarang membakar sampah.
"Sampah kebanyakan dibakar, musim kering dibakar, musim hujan didiamkan. Edukasi ke masyarakat dari Pemprov DKI terkait bahaya pembakaran sampah," ujarnya.
Di sisi lain, Trubus mendorong pemda DKI Jakarta menerapkan uji emisi untuk mencegah polusi udara. Menurutnya, pelaksanaan uji emisi belum dilakukan secara serius, padahal sudah ada aturan hukumnya.
"Uji emisi terapkan di jakarta, termasuk daerah daerah penyanggah. Butuh keberanian mengatasi masalah polusi ini," katanya.
Selama tiga bulan terakhir, sejumlah riset menyatakan setiap periode Juni--Agustus atau saat musim kemarau angin muson timur bertiup, risiko kualitas udara yang buruk lebih tinggi dari periode lain.
Berdasarkan data indeks standar pencemaran udara (ISPU) milik KLHK, sejak 2018 hingga 2023 menunjukkan rata-rata kualitas udara di Jakarta tidak sehat terutama pertengahan tahun.
Polusi udara ditambah musim kemarau menjadi momok bagi warga yang beraktivitas di Jakarta dan sekitarnya. (ant/dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif