Pakar Ekonomi Minta Rencana Kenaikan Cukai dan HJE Rokok Ditunda  

Kamis, 10 Oktober 2019 – 21:55 WIB
Pekerja di pabrik rokok. Foto: Bea Cukai

jpnn.com, JAKARTA - Wacana Kementerian Keuangan menaikan cukai dan harga  jual eceran (HJE)  rokok masing masing sebesar 23 dan  35 persen, sebaiknya dibatalkan. Hal ini disampaikan oleh Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (FEB UB), Prof Dr Chandra Fajri Ananda.

Menururt Chandra, kenaikan cukai dan HJE rokok bila ditinjau dari kaca mata ekonomi secara komprehensif bisa menimbulkan inflasi dan dampak ekonomi yang negatip bagi masyarakat dan negara. 

BACA JUGA: Bea Cukai Blitar Musnahkan Ratusan Ribu Rokok, Miras, dan Cairan Vape Ilegal

“Bila dilihat dari sisi penerimaan negara, kenaikan cukai dan kenaikan HJE rokok dapat sedikit membantu menambah pendapatan negara. Namun bila ditinjau secara komprehensif dari sisi makro ekonomi, kebijakan tersebut merugikan masyarakat dan pada akhirnya akan menimbulkan inflasi yang tinggi," tuturnya. 

Padahal, kata Chandra, selama periode pertama, Presiden Jokowi, dianggap berhasil mengendalikan inflasi. Karena itu, kebijakan menaikan cukai dan HJE rokok sebaiknya ditunda. 

BACA JUGA: Cukai Rokok Bakal Naik, Buruh Terancam Kena PHK Massal

Dia khawatir bila dipaksakan akan menimbulkan inflasi tinggi sekaligus merugikan citra pemerintahan Presiden Jokowi di periode kedua sekaligus  mengganggu perekonomian nasional saat kondisi ekonomi saat ini sedang kurang menggembirakan.

Pakar ekonomi yang menyelesaikan pendidikan doktor nya di Jerman ini menyampaikan, dalam suasana ekonomi yang sedang tidak baik seperti saat ini, di mana angka eksport turun, import naik, pendapatan masyarakat turun,  jauh lebih bijaksana kementrian keuangan menunda rencana kenaikan cukai  dan HJE rokok ditunda sambal menunggu suasana ekonomi kondusif. 

Pemerintah perlu membuat kondisi ekonomi stabil terlebih dahulu, baru kemudian menaikan cukai rokok. 

Selain itu, lanjut Chandra sebelum mengambil keputusan menaikan cukai dan HJE rokok pemerintah perlu membuat kebijakan yang komprehensif. Baik dari sisi kesehatan, pertanian, perdagangan, perindustri juga fiskal atau keuangan dengan melibatkan para pemangku kepentingan di setiap kementerian secara bersama-sama, bukan diambil sendiri sendiri.

“Karena itu pemerintah perlu duduk bersama antara Menteri Keuangan, Menteri perdagangan, Menteri Pertanian, Menteri Perindustrian, bersama kalangan akademisi atau perguruan tinggi, pakar kesehatan, perwakilan masyarakat petani dan juga dari kalangan lembaga swadaya masyarakat. Setelah rembukan tersebut menghasilkan keputusan yang terbaik dan kesepakatan bersama, barulah keputusan itu menjadi acuan pemerintah  untuk dituangkan dalam bentuk kebijakan dan diimplementasikan," terang dia.

"Agar masyarakat tidak bingung, pemerintah harus mengkomunikasikan alasan dari dikeluarkannya kebijakannya tersebut kepada publik, sehingga masyarakat menerima dan menjalankannya. Tidak lagi menimbulkan perdebatan dan penolakan yang tajam,” imbuh guru besar ekonomi yang menyelesaikan Pendidikan doktornya di Jerman ini.

Sebelum kebijakan ekonomi seperti kenaikan HJE dan cukai rokok diputuskan dan diterapkan di masyarakat, pemerintah melalui kementerian keuangan, seharusnya mengeluarkan petunjuk teknis semacam peraturan Menteri keuangan (PMK) yang mengatur tata cara penarikan cukai dan kenaikan HJE serta besarannya.

Namun hingga  saat ini pemerintah belum mengeluarkan petunjuk teknisnya. Tanpa didahului petunjuk teknis yang harusnya disosialisasikan terlebih dahulu  kepada semua pemangku kepentingan, tidak bisa masyarakat langsung menerima dan mematuhinya.

“Bagaimana petunjuk teknis akan dikeluarkan oleh Menteri keuangan, sementara  pada pertengahan atau akhir oktober akan terjadi pergantian Kabinet Presiden Jokowi periode kedua. Belum ada kepastian ibu Sri Mulyani akan kembali diangkat menduduki posisi Menteri keuangan oleh Presiden. Kalau Bu Sri Mulyani tidak menduduki Menteri keuangan, maka,  tidak etis juga peraturan Menteri keuangan dikeluarkan di akhir masa tugas Ibu Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan. Karena itu, saya menyarankan agar Menteri Keuangan menunda rencana kenaikan cukai sebesar 23 persen dan rencana kenaikan HJE sebesar 35 % di sisa waktu periode pertama pemerintahan Jokowi,” pinta Prof Chandra.

Diakui Prof Chandra, dari sisi makro ekonomi,  cukai memiliki dua fungsi. Pertama untuk penerimaan negara. Kedua adalah untuk pengendalian produk itu sendiri. 

Dari sisi penerimaan negara, dia mempertanyakan, mengapa hanya cukai rokok saja yang terus dinaikan untuk menambah pendapatan negara. Sementara masih banyak produk  atau sektor lain yang  hingga saat ini belum dikenakan cukai. Padahal di negara negara maju, sudah dikenakan cukai. Sementara industry rokok sudah terlalu dibebani dengan banyak aturan atau over regulated.

Menurutnya, Kementerian keuangan kemungkinan sudah membuat perhitungan jika cukai dan HJE dinaikan sekian persen akan terjadi penurunan produksi rokok dan penurunan tingkat pembelian rokok. Namun penurunan tersebut sudah tertutupi dengan adanya kenaikan cukai yang tinggi.

Sementara dari sisi pengendalian, tidak harus industri rokok dimatikan dengan pengenaan cukai dan HJE Yang tinggi agar masyarakat perokok berkurang dan hidup makin sehat. Melainkan pemerintah perlu meningkatkan sosialisasi akan pentingnya hidup sehat dan penegakan regulasi yang konsisten.(chi/jpnn)


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler