jpnn.com, JAKARTA - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea merasa khawatir kenaikan cukai rokok bakal berimbas pada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara massal, terutama untuk segmen Sigaret Kretek Tangan (SKT) yang merupakan industri padat karya.
Hal ini juga sudah disampaikan Andi Gani saat bertemu dengan Presiden Jokowi di Istana Bogor, Senin (30/9) lalu.
BACA JUGA: Cukai Rokok Batal Naik, Misbakhun Puji Keberpihakan Jokowi
"Kami mendesak Menteri Keuangan tidak membuat gaduh dengan mengeluarkan kebijakan yang merugikan industri dan buruh," ucap Andi Gani, Sabtu (5/10).
Pimpinan buruh se-ASEAN ini meminta kenaikan tarif cukai rokok buatan tangan tidak melebihi dari kenaikan cukai rokok buatan mesin, khususnya untuk golongan SKT yang menyerap tenaga kerja paling besar.
BACA JUGA: Cukai Rokok Sudah Naik Tinggi, SPM dan SKM Tak Perlu Digabung
Selain itu, dia juga mendorong penggabungan batasan produksi rokok buatan mesin Sigaret Putih Mesin (SPM) dan Sigaret Kretek Mesin (SKM). Alasannya, perusahaan rokok besar asing multinasional masih memanfaatkan tarif cukai yang murah untuk merebut pasar.
Menurutnya, dengan melakukan penggabungan maka menciptakan aspek keadilan dalam berbisnis di industri hasil tembakau, terutama akan melindungi pabrikan rokok kecil untuk bersaing langsung dengan pabrikan rokok besar asing.
BACA JUGA: Bea Cukai Blitar Tangkap Sales saat Edarkan Rokok Ilegal
"Pabrik multinasional yang punya SPM dan SKM itu harus digabung. Supaya produksi SPM dan SKM nanti jadi naik," jelasnya.
Seperti diketahui, mulai 1 Januari 2020, tarif cukai rokok akan naik sebesar 23 persen. Tak hanya mengatur kenaikan tarif cukai rokok, pemerintah juga mengatur harga jual eceran (HJE) rokok. Kenaikan harga jual eceran rokok ditetapkan sebesar 35 persen.(chi/jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy