Pakar Ekonomi Usul, Lamban Cairkan Anggaran dapat Sanksi, Sepakat?

Rabu, 01 September 2021 – 20:58 WIB
Pakar ekonomi Bhima Yudhistira mengusulkan bagi aparat pemerintah yang lamban mencarikan anggaran mendapatkan sanksi. Foto Humas Kementan

jpnn.com, JAKARTA - Pakar Ekonomi Bhima Yudhistira menilai pemerintah bisa memberi sanksi tegas kepada aparatur pemerintah yang lamban mencairkan anggaran baik di level kementerian pusat maupun pemerintah daerah (pemda).

“Seharusnya dengan sanksi yang berat, seperti pemangkasan tunjangan bagi kepala daerah, bisa membuat daerah berlomba mencairkan anggaran," kata Bhima di Jakarta, Rabu.

BACA JUGA: Bertemu 100 Pakar Ekonomi Presiden Beberkan Strategi Besar Bisnis dan Perekonomian

Ekonom Center of Economic and Law Studies (CELIOS) itu membeberkan belanja negara sampai akhir Juli 2021 mencapai Rp 1.368,4 triliun atau 49,8 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021 yang sebesar Rp 2.750 triliun.

Menurut Bhima, beberapa kementerian masih berkutat pada persoalan verifikasi data dan administrasi teknis sehingga tidak bisa memaksimalkan penyaluran anggaran belanja.

BACA JUGA: Reformasi Pajak Jadi Solusi Gap Kelas Atas dan Bawah? Ini Kata Pakar Ekonomi

Penyaluran belanja di daerah juga masih minim yang tampak dari tingginya dana yang disimpan pemerintah daerah di bank lebih dari Rp 170 triliun.

Bhima menjabarkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang bersumber dari dana desa juga menjadi salah satu bantuan sosial (bansos) yang pencairannya lambat.

BACA JUGA: Pakar Sebut Cara Kejaksaan Menangani Kasus Jiwasraya dan Asabri Ganggu Pemulihan Ekonomi

Oleh karena itu, pejabat teknis di tingkat kabupaten perlu terus menekankan kepada perangkat desa agar segera mengajukan pencairan BLT Dana Desa.

"Senses of crisis dari pemerintah di level terkecil harus ditingkatkan, karena kondisi krisis tapi pencairannya rendah. Bahkan di tingkat pemerintah daerah, pencairan yang cepat adalah serapan belanja pegawai, bukan belanja perlindungan sosial atau belanja kesehatan, ini sangat miris," kata Bhima.

Proses verifikasi Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) di Kementerian Sosial juga perlu dipercepat, agar pejabat teknis penyalur bansos tidak ragu mempercepat penyaluran.

Di samping itu Kementerian Keuangan dan lembaga pengawas anggaran seperti BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), KPK (Komisi Pemberantas Korupsi), dan Kejaksaan sebaiknya melakukan pendampingan penyaluran bansos secara intens.

"Ini untuk memastikan pejabat pelaksana bisa cepat lakukan pencairan anggaran jika ditemukan keraguan terkait masalah administrasi teknis atau regulasi," kata Bhima.

Pemerintah juga bisa merealokasi dana Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) yang masih mencapai Rp 110,9 triliun per Juli 2021.

"SILPA bisa digunakan untuk menambah alokasi belanja perlindungan sosial dan stimulus bagi pelaku usaha mikro," tegas Bhima. (antara/jpnn)

 

Simak! Video Pilihan Redaksi:


Redaktur & Reporter : Elvi Robia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler