jpnn.com, JAKARTA - Ketua Umum Indonesia Carbon Trade Association (IDCTA) Riza Suarga menyatakan perdagangan dan pajak karbon merupakan salah satu upaya strategis pemerintah untuk mengurangi emisi.
Namun demikian, penerapan kebijakan perdagangan dan pajak karbon baru akan berlaku pada 2025.
BACA JUGA: Kemenko Marves Ungkap Strategi Indonesia jadi Hub Penangkapan dan Penyimpanan Karbon
Hal itu disampaikannya dalam acara talkshow 'Peran Industri Karbon Menuju Indonesia Emas' yang diselenggarakan TKN Prabowo-Gibran, di Media Center TKN, Jl. Sriwijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (18/1).
Dia menyebutkan penundaan pajak karbon ini, merupakan penundaan yang kesekian kali.
BACA JUGA: Kurangi Jejak Karbon, KoinWorks Tanam Pohon Mangrove Bersama Pendana dan Peminjam
Dia menjelaskan setelah pada akhir 2021 pemerintah berencana mengimplementasikan pajak karbon yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Perpajakan mulai 1 April 2022.
Saat itu, pemerintah menyatakan implementasi diundur untuk menunggu kesiapan mekanisme pasar karbon.
BACA JUGA: Pertamina Lakukan Langkah Penting untuk Wujudkan Target Nol Emisi Karbon
Riza berharap pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka melalui visi misi yang terangkum dalam Asta Cita, dapat mempercepat penerapan perdagangan dan pajak karbon di Indonesia.
"Nah, makanya Perpres itu mencoba memonitor. Namun, di lain sisi memang jadi terkesan agak lambat. Mungkin nanti Asta Cita akan mempercepat," kata Riza.
Riza mengatakan Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan mencatat bahwa tarif pajak karbon paling rendah adalah Rp 30 ribu per kilogram karbon dioksida ekuivalen.
Menurutnya, tarif tersebut sebenarnya jauh lebih kecil dari usulan awal Rp 75 ribu.
Dengan tarif Rp 30, Indonesia termasuk negara dengan tarif terendah di dunia untuk urusan pajak karbon.
"Kalau pajak karbon itu dilakukan dan diterapkan murah seperti yang sempat terucap oleh Kemenkeu hanya 2 dolar atau Rp30 ribu, ya, jelas tidak menarik. Di lain sisi kalau pemerintah menerapkan pajak karbon tinggi seperti di negara-negara Barat, yang kena, kan, kita-kita. Akhirnya apa yang terjadi? Inflasi," kata Riza.
Sementara, anggota Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran sekaligus pakar karbon, iklim, dan keberlanjutan, Glory H. Sihombing mengatakan meski sudah ada aturan hukumnya, untuk saat ini penerapan perdagangan karbon hanya tinggal menunggu waktu untuk segera dimulai.
"Memang yang belum bisa dipastikan adalah waktunya. Namun, seperti yang disampaikan Pak Riza tadi, itu sudah pasti akan dilaksanakan," kata Glory.(mcr8/jpnn)
Video Terpopuler Hari ini:
BACA ARTIKEL LAINNYA... PTVI Ungkap Komitmen jadi Perusahaan Tambang  Rendah Karbon dalam COP 28 Dubai
Redaktur : Fathan Sinaga
Reporter : Kenny Kurnia Putra