jpnn.com - JAKARTA - Pakar hukum dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Zainal Arifin Mochtar menilai keputusan calon presiden (capres) nomor urut 1, Prabowo Subianto yang menarik diri dari pemilu presiden (pilpres) merupakan hal aneh. Pasalnya, keputusan itu diambil ketika proses penghitungan suara tinggal penetapan hasil.
Menurut Zainal, seharusnya Prabowo bisa memutuskan mundur begitu saksi-saksi dari kubunya menolak rekapitulasi suara karena indikasi kecurangan. “Jangan lupa rekap pilpres ini telah dilakukan secara berjenjang, sehingga jika ada penolakan hasil termasuk temuan pencoblosan berpuluh-puluh kali, maka seharusnya ada dalam catatan penolakan saksi-saksi ketika rekapitulasi dilakukan sebelumnya," ujar Zainal dalam keterangan persnya, Selasa (22/7).
BACA JUGA: Aparatur Harus Berani Tolak Parcel Lebaran
Zainal menjelaskan, ada jalur hukum yang dapat ditempuh jika memang terjadi kecurangan dalam pilpres. Kecurangan pemilu yang bersifat tersrtuktur, sistematis dan masif yang dimaksud Prabowo bisa diadukan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) atau dilaporkan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Namun yang pasti, secara logis tidak bisa lagi mundur jika sudah berada di akhir penghitungan suara, mundur menjelang tahapan pemungutan suara saja dilarang, apalagi kalau sudah di ujung," tandas Direktur Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM ini.(dil/jpnn)
BACA JUGA: Boediono Dahului SBY Ucapkan Selamat ke Jokowi-JK
BACA JUGA: Wapres Boediono Beri Selamat Kepada Jokowi-JK
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jokowi: Lupakan Nomor 1 dan 2, Salam 3 Jari Persatuan Indonesia
Redaktur : Tim Redaksi