Pakar Hukum: Pernyataan Hillary Tidak Ada yang Aneh Dalam Pandangan Konstitusi

Senin, 20 Desember 2021 – 06:40 WIB
Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis. Foto: Humas DPD RI

jpnn.com, JAKARTA - Pakar hukum tata negara Margarito Kamis mengatakan kedudukan DPR dan Presiden dalam pandangan konstitusi sesungguhnya memang sama atau setara. 

“Betul memang DPR dan presiden dari pandangan konstitusi adalah dua organ yang sama kedudukannya. Oleh karena itu, menurut saya, pernyataan Hillary Brigitta Lasut tidak ada yang aneh dalam pandangan konstitusi,” kata Margarito Kamis di Jakarta, Senin (20/12/2021). 

BACA JUGA: Pejabat Tidak Wajib Karantina, Ernest Prakasa Sampaikan Sindiran

Margarito menyampaikan hal itu menanggapi pernyataan anggota Komisi I DPR Hillary Brigitta Lasut bahwa presiden dan juga anggota Dewan memiliki kedudukan yang sama.

Sebelumnya, Hillary menilai tak ada yang salah apabila anggota Komisi VII DPR sekaligus artis Mulan Jameela melakukan karantina mandiri di rumah setelah tiba dari luar negeri.

BACA JUGA: Hillary Brigitta Sebut Mulan Jameela dan Ahmad Dhani Tak Langgar Aturan Karantina

Dia melihat presiden dan juga anggota dewan memiliki kedudukan yang sama sehingga memiliki hak yang sama pula untuk melakukan karantina secara mandiri.

“Dilihat dari sudut pandang hukum, DPR itu setara presiden kalau dalam pembagian kekuasaan, tidak masuk akal dan tidak etis kalau presiden karantina di Istana Bogor, terus DPR RI karantina di Wisma Atlet," kata Hillary dalam keterangan tertulis, Senin (13/12/2021).

BACA JUGA: Laksma TNI Julius Sebut Dispenal Serap Ilmu Marketing PT Mayora Indah

Margarito menilai pada level tertentu hak presiden tidak diatur dalam konstitusi. Hal ini berbeda dengan DPR. 

Pada bagian tertentu, menurut Margarito, anggota DPR tidak bisa digugat karena mempunyai hak imunitas dalam menjalankan fungginya sebagai anggota DPR.

“Memang dalam ilmu konstitusi, kendati kewenangan Presiden tidak didefinisikan di dalam konstitusi, tetapi dari waktu ke waktu, dalam sejarah konstitusi menunjukkan bahwa presiden itu mendapatkan kekuasaan lain yang tidak diatur dalam konstitusi atau UU,” ujar Margarito.

Bahkan, kata Margarito, presiden dalam ilmu konstitusi disebut memiliki presidential privilege.

“Itu semua tidak berasal teks konstitusi tetapi tafsir presiden atas apa yang disebut dalam presidential privilege,” tegas Margarito.

Margarito juga mengingatkan bahwa banyak hak dan kewenangan presiden hanya dapat digunakan atau efektif bekerja setelah mendapatkan persetujuan atau pertimbangan DPR.

“Memang di mana-mana presiden berkantor di kantor kepresidenan. Di Indonesia, Istana Negara. Di situlah dia berkantor dan di situ pula dia tinggal menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan dan administrasi,” ujar Margarito.

“Praktis, kantor presiden itu di Istana Negara dan di situ pula rumahnya.”

Oleh karena itu, menurut Margarito, soal-soal seperti ini sangat tergantung bagaimana DPR dan presiden membuat kebijakan politik.

“Tarulah mereka membuat kebijakan bahwa isolasi / karantina harus ada di rumah presiden terpisah dari istana, bisa saja dibuat. Perihal anggota DPR karantina harus di tempat yang ditentukan begitu, dan presiden dan karantina di Istana, yaitu konsekuensi saja dari kevakuman hukum. Sebab tidak ada hukum yang nyata-nyata mengaturnya,” tegas Margarito.

Menurut Margarito, kalau saja DPR mendesak pemerintah membuat kebijakan baik Perpres atau Permenkes / keputusan Menkes yang menyatakan, anggota DPR melakukan karantina mandiri di rumah atau tempat yang ditentukan, jika dilihat dari ilmu hukum atau konstitusi, maka hal itu masuk akal.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler